Date a girl who reads

Date a girl who reads

Rabu, 08 April 2015

Komitmen itu Mungkin Seperti Membaca atau Mungkin Juga Seperti Menulis dan Kemudian Membaca



Untuk saat ini, menjalani sebuah komitmen itu menurut saya  seperti membaca fiksi yang sangat bagus.
            Anggaplah itu, Pride and Prejudice  atau The Known World.
            Iya saya membacanya, menikmati kata perkatanya.
            Namun, selalu ada jeda untuk membalik halamannya.
            Untuk menatap sekilas  ke kejauhan, untuk mengedipkan mata, untuk menyandarkan kepala.
            Mungkin saya akan berbicara dengan orang di sekitar, mungkin saya akan mendengarkan mereka yang perlu di dengarkan. Saya melipat halaman dan menutup bukunya sebentar.
            Saya kembali, membalik bab baru. Menandai bagian penting, bagian terbaik, bagian yang tak ingin terlupakan, saya ingin mengabadikannya, mungkin saya berjanji membaca ulangnya suatu hari nanti.
            Saya mungkin menyesap kopi, berjalan melanjutkan tujuan, atau malah jatuh tertidurbukan karena bosan tapi lebih karena membaca seperti bermimpi dengan mata terbuka dan saya hanya terlalu nyaman jadi melanjutkannya sambil memejamkan mata, bukankah kita menutup mata ketika ingin melihat hal yang begitu indah?

Sabtu, 07 Maret 2015

[Review] Veronika Decides to Die: Hanya Karena Semuanya Biasa Jadi Boleh Mati Begitu Saja?


Judul Buku                              : Veronika Decides to Die (Veronika Memutuskan Mati)
Jenis Buku                               : Fiksi
Penulis                                    : Paulo Coelho
Alih Bahasa                             : Lina Jusuf
Penyunting                              : Candra Gautama
Desain dan Ilustrasi Cover      : Boy Bayu Anggara
Penata Letak                           : Bakti Setiyanto
Penerbit                                   : Kepustakaan Gramedia Populer
Cetakan                                   : Ketujuh, Juli 2012
Tebal                                       : 235 halaman
ISBN                                       : 978-979-91-0478-6

            Veronika Memutuskan Mati adalah novel tentang pencarian makna hidup dalam masyarakat yang terbelenggu rutinitas tanpa jiwa dan takluk terhadap tekanan sosial. Dengan tokoh utama Veronika, seorang gadis yang berusaha bunuh diri, Paulo Coelho mengisahkan individu-individu rapuh yang terlempar ke rumah sakit jiwa karena hasrat, impian, dan sikap hidup mereka berbeda dengan yang dianggap normal oleh masyarakat.
***
            Kita lebih alami untuk menanti mati alih-alih memutuskan mati, jadi ketika 'keputusan' seseorang tak sama seperti kebanyakan, apakah itu artinya vonis gila akan jadi miliknya?
            Perempuan, muda, cantik, dengan kehidupan normal memutuskan untuk menegak pil tidur guna membunuh dirinya dengan alasan, hidupnya terlalu biasa saja, tak bisa menghindari hal yang salah dan memperbaiki hal dalam hidup dengan kebenaran, dia kesal bahwa koran menulis suatu hal yang konyol, mereka tak tahu dimana letak Slovenia, dan yang terakhir seperti dalam buku ini tertulis (hal 78) dia membenci cinta yang diberikan kepadanya, karena cinta itu tak menuntut balas apa-apa, dan itu tidak masuk akal, tidak nyata melawan hukum alam (siapa yang gila di sini? adakah cinta yang masuk akal? dan apakah semuanya harus lulus sensor si akal untuk bisa diterima?) Ah Veronika!
            Sulit sekali membedakaan kenormalan dan kegilaan, keduanya begitu tipis dan nyaris serupa. Gunakan sudut pandang berbeda kamu mungkin gila, kamu mungkin normal. Tapi, pada saat ini gila dan normal seringnya… siapa yang peduli sih? tapi jika sudah senekat memilih mati itu masalah lain lagi.

[Review] Saving Francesca: Bagaimana Jika 'Tombol Kehidupanmu' Dimatikan Begitu Saja?



Judul Buku                              : Saving Francesca (Tolong, Aku Dong!)
Jenis Buku                               : Fiksi
Penulis                                    : Melina Marchetta
Alih Bahasa                             : Dewi Sunarni
Desaian dan Ilustrasi Cover    : eMTe
Penerbit                                   : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan                                   : I April 2006
Tebal                                       : 304 halaman
ISBN                                       : 979-22-2035-6

                Francesca Spinelli pusing berat karena ibunya tiba-tiba depresi, kehilangan semangat hidup, dan hampir tidak mau turun dari tempat tidur. Keluarganya terancam berantakan, apalagi ayahnya sepertinya pasif dan menganggap sepele masalah itu. Satu-satunya hiburan bagi Francesca adalah Will Trombal, cowok keren yang dia taksir, tapi dia malah makin sedih saat mengetahui ternyata Will sudah punya pacar.
            Francesca jadi merasa galau dan kesepian. Apalagi ia merasa tidak cocok dengan teman-teman di sekolah barunya. Teman-teman lamanya yang keren dan selalu dapat ia andalkan, sekarang semakin menjauh. Ia sulit bergaul dan merasa terkucil. Semuanya membuat Francesca tidak tahan lagi. Siapakah yang dapat menolongnya?
            Atau, ia hanya perlu membuka mata dan melihat bahwa justru orang-orang yang ia anggap remeh lah yang justru menyayanginya?
            Eksplorasi yang sangat dalam tentang kedewasaan, jati diri, keluarga, dan persahabatan.
***
            Pernahkah kamu membayangkan bangun di suatu pagi dan keadaannya ternyata tak sama lagi? Pernahkah kamu yang adalah seorang anak, yang memusatkan semua kebutuhanmu pada seorang ibu dan suatu pagi ibumu bahkan ibumu tak lagi bisa memenuhi kebutuhannya sendiri? Tidakkah itu menyerupai keadaan seolah-oleh tombol kehidupanmu dimatikan begitu saja? Ditambah dengan perubahan signifikan dalam hidupmu; hidupmu tercerai berai, kamu bahkan diungsikan ke rumah kerbatmu, teman-teman sekolah lamamu melupakanmu dan teman di sekolah barumu terlalu sulit diraih, kamu jatuh cinta pada orang yang tak seharusnya disaat… siapa sih yang bisa menyalahkan cinta?
            Kamu sungguh butuh pertolongan, tapi siapa yang harus menolongmu? Mungkin pilihan paling bijaksana adalah terima saja hal-hal acak yang menjungkirbalikan hidupmu, tatalah dengan perlahan dan sedikit demi sedikit bersikaplah dewasa. Itulah yang ingin disampaikan oleh Melina Marchetta melalui tokohnya Frankie yang mirip Sophia Loren. Untuk hal semacam ini Marchetta sungguh jagonya. Dia penulis novel remaja favoriteku, dan karena membaca karya sebelumnyalah (Looking for Alibrandri)  aku memutuskan untuk menulis.

[Review] Semusim dan Semusim Lagi: Kecuali Kenyataan dan Impian Semua ada Pasangannya


Keterangan  Buku:

            Judul               : Semusim, dan Semusim Lagi
            Penulis             : Andina Dwifatma
            Editor              : Hetih Rusli
            Desain Cover  : Rio Tupai
            Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama
            Cetakan           : I, April 2013
            Tebal               :  232 halaman
            ISBN               : 978-979-22-9510-8

-- Pemenang Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012 --
“...ditulis dengan teknik penceritaan yang intens, serius, eksploratif, dan mencekam.”
(Dewan Juri Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012)

Surat Kertas Hijau
Segala kedaraannya tersaji hijau muda
Melayang di lembaran surat musim bunga
Berita dari jauh
Sebelum kapal angkat sauh

Segala kemontokan menonjol di kata-kata
Menepis dalam kelakar sonder dusta
Harum anak dara
Mengimbau dari seberang benua

Mari, Dik, tak lama hidup ini
Semusim dan semusim lagi
Burung pun berpulangan

Mari, Dik, kekal bisa semua ini
Peluk goreskan di tempat ini
Sebelum kapal dirapatkan

Sitor Situmorang, 1953

Dari sebuah sajak, seorang penulis memindahkan suatu baris dan menjadikannya suatu judul, lantas melanjutkannya dengan kalimat demi kalimat, yang akhirnya terbentuk menjadi roman ini. Saya kira itulah cara yang baik untuk merayakan keberadaan kata, di tengah dunia yang lebih sering tak sadar bahwa kata itu ada, sehingga menyia-nyiakannya. Namun menulis bukanlah satu-satunya cara, karena masih ada cara lain untuk merayakannya, yakni membacanya. —Seno Gumira Ajidarma
***

            Dibacanya tak lama, tak sampai sehari juga kelar. Yang menyebalkan dari membaca adalah kadang kepala ini sering menjadi sok,  sengaja membagi dua sudut berpikirnya; sebagai penulis dan sebagai pembaca.
            Sebagai penulis saya mencoba mereka-reka bagaimana si penulis menyusun kisahnya, saya menganggap Andina Dwifatma adalah seorang penimbun fakta, pecandu trivia, pengoleksi kutipan yang untuk menjadi novel seolah caranya menyusun seakan dia hanya menyusun puzzle yang direkatkan dengan imajinasinya.
            Sebagai pembaca saya menemukan bahwa sekilas citarasa Haruki Murakami melekat. Keluarga disfungsional, anak yang dibesarkan oleh buku dan limpahan informasi tanpa filter agama, moral, nilai-norma. Kesepian, keterpurukan, dan ketiadaannya harapan yang selalu disangkalnya. Si aku mencoba mempercayai hanya pada apa yang hanya ingin dipercayainya.
            Mengenai karakter. Si aku adalah... banyak penulis menurut saya juga menjalani hidup seperti apa yang si aku alami. Meletakkan kepercayaan berlebihan pada apa yang dibacanya, pada informasi yang dianggapnya benar ( entah itu berlaku hanya bagi saya pribadi, ya ya ya saya tumbuh besar derngan membaca apa saja dan cenderung mudah percaya pada apa yang saya baca dibanding orang asing yang saya temui di dunia nyata) tapi jika seseorang mampu menciptakan karakter semacam itu artinya ada banyak orang semacam itu di luar sana. Si aku hanya dia yang seharusnya mendapatkan cinta yang berhak didapatkannya. Ini nanti berkaitan dengan pesan yang dibawa buku ini.
            Tentang karakter kesukaan saya Muara, adalah nama karakter yang seandainya dia nyata, dia adalah orang yang dengannya saya ingin bertukar perasaan (Terbaca pendekatan emosionalnya -_-)  Muara dia yang akan membicarakan Bob Dylan, menceritakan sejarah musik blues, berkaos dengan wajah Rabinranath Tagore. Saya sungguh meluangkan waktu untuk bertukar topik menarik dengan lelaki  yang juga digambarkan dengan sangat menarik.
            Sejak awal ketidakwarasan si aku sudah tampak, tapi arah menuju pada kegilaannya disajikan dengan serius dan eksploratis seperti kata Dewan Juri Sayembara Menulis DKJ. Novel ini layak juara, hanya saja... kenapa harus menyelesaikan novel itu begitu segera? dan mengapa surealis yang hadir di tengah-tengah 'agak mengacaukan' sisa cerita?
            Dan memang isi buku 'menceritakan' tentang kutipan dari Darmanto Jatman; "Semua anak ada ibu-bapaknya, kecuali impian. Semua pasangan ada jantan ada betinanya, kecuali kenyataan."

Sabtu, 28 Februari 2015

[Review] Cerpen Kompas Pilihan: RIPIN, Melihat Dunia Melalui Mata Anak-anak




Judul Buku                               : Cerpen Kompas Pilihan 2005-2006 RIPIN
Jenis Buku                                : Fiksi
Penulis                   : Ugoran Prasad, Kurnia Effendi, Eka Kurniawan, Danarto, Djenar                                                   Maesa Ayu, dkk.
Penyunting                              : Ninuk Mardiana Pambudy
Desaian dan Ilustrasi Cover    : A.N Rahmawanta dan Ipong Purnama Sidhi
Penerbit                                   : PT. Kompas Media Nusantara
Cetakan                                   :  Kedua, November 2007
Tebal                                       : 180 hlm
ISBN                                       : 978-979-709-314-3

                Seperti dikatakan di bagian sampul belakang buku, buku kumpulan cerpen Kompas memakai Cerpen Kompas Pilihan sementara biasananya menggunakan judul Cerpen Pilihan Kompas. Dan, bila sebelumnya cerpen-cerpen yang akan diterbitkan menjadi buku itu dipilih sejumlah anggota Redaksi Kompas maka, kali ini proses pemilihan sepenuhnya diserahkan kepada pihak luar; Prof Dr Bambang Sugiharto, guru besar Filsafat dan Nirwan Dewanto, penulis berbagai genre sastra.
            Terdapat enam belas cerpen dalam buku ini, dan alasan kenapa saya memilih dan membeli buku ini karena judul buku ini adalah nama panggilan dari bapak saya. Dan saya harus katakan bahwa Ripin sendiri adalah kisah yang paling saya sukai dalam buku ini, terlepas dari alasan kenapa saya memilih buku ini. Ripin, Ibu Pergi Ke Laut, serta Rumah Hujan adalah cerpen-cerpen kesayangan saya dan Caronang, Bocah-bocah Berseragam Biru Laut, juga Mata Mungil yang Menyimpan Dunia membuat saya menyayangkan tokoh anak-anak yang menjadi korban dari yang lainnya. Kebanyakan cerita ini menceritakan tentang anak-anak baik secara utuh maupun sebagian, dan tentang anak-anak saya sungguh menggunakan perasaan dan ini memang tidak objektif tapi terserahlah.

Kamis, 19 Februari 2015

[Review] Forest Gump: Kamu Tak Terlalu Idiot Selagi Kamu Menyadari Bahwa Kamu Idiot



Judul Buku                              : Forrest Gump
Jenis Buku                               : Fiksi
Penulis                                    : Winston Groom
Alih Bahasa                             : Hendarto Setiadi
Penerbit                                   : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan                                   : I Oktober 1994
Tebal                                       : 302 halaman
ISBN                                       : 979-605-103-6


            "Pokoknya nggak enak deh jadi idiot," tapi, "Paling nggak aku bisa bilang hidupku nggak ngebosenin." Begitulah kata Forrest Gump, tokoh novel yang lucu ini. Ketika tim football University of Alabama menarik Forrest dan menjadikannya bintang, itu baru permulaannya. Keluar dari tim football, ia terjun ke Perang Vietnam dan menjadi Pahlawan, lalu menjadi atlet pingpong kelas dunia, pegulat, dan konglomerat. Ia bertemu dengan Lyndon Johnson dan Richard Nixon, juga mengalami pasang surutnya cinta sejati. Dan akhir kisahnya… benar-benar tak terduga.
***
            Ketika orang normal menyerukan "betapa membosankannya menjadi normal," kupikir itu sangat sombong dan ketika seorang idiot berperilaku lebih dari orang normal tapi tak melupakan betapa idiotnya dia, kupikir itulah yang coba dibicarakan Groom dari novel satir sosialnya yang menjadikan tokoh Forrest Gump menjadi fenomenal, dia menginspirasi juga membuat iri.
            Ditulis dari sudut pandang Forrest yang ber-IQ sekitar 70 membuat pembaca merasa menjadi dirinya, berpikir dengan cara, berbicara sebagaimana dia yang biasa. Dituturkan secara lucu dan kocak, tak masuk akal tapi jelas kita mencoba untuk mempercayai episode-episode ajaib penuh keberuntungan yang dialami Forrest. Baiklah, mari menjadi idiot dan jalani saja proses hidup, tanpa protes. Semacam Forrest. Forrest hanya menjalani hidupnya dan lihatlah apa saja yang telah dialaminya. Pengalaman hidupnya sangat kaya, lebih dari yang mampu diharapkan orang normal manapun. Ini membuat saya mengingat kutipan entah dari siapa yang berbunyi "Lakukan dengan antusias walaupun kamu melakukan hal yang konyol." Pesan Forrest yang saya tangkap dari sini adalah; fokus, antusias dan totalitas.

Selasa, 17 Februari 2015

[Review] Sognando Palestina: Jendela untuk Melihat Penderitaan Remaja Palestina



Judul Buku                              : Sognando Palestina:Impian Palestina
Jenis Buku                               : Fiksi
Penulis                                    : Randa Ghazy
Penerbit                                   : Pustaka Alvabet
Cetakan                                   : Februari 2006
Tebal                                       : 232
ISBN                                       : 979-3064-17-X
Ikhtisar                                   :
Perang, kekerasan, ketakutan. Di balik itu tersimpan persaudaraan, cinta dan persahabatn. Sekelompok remaja Palestina, memutuskan untuk hidup dan bertahan di masa sulit. Masa berkobarnya rasa balas dendam, bom bunuh diri dan pengusiran. Meskipun demikian, mereka berusaha menjalani kehidupan yang normal, penuh solidaritas, dan keceriaan. Padahal setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi siapa saja. Satu-satunya senjata untuk bertahan adalah jiwa yang tegar dan keinginan untuk berjuang sampai titik darah penghabisan.
Ditulis oleh gadis belia berusia 13 tahun, novel kontroversial yang bermula dari cerita pendek peraih anugerah sastra di Italia ini telah menggemparkan dunia dan telah diterjemahkan dalam pelbagai bahasa dunia. Sogando Palestina menuai kritik pedas dari kaum Yahudi yang tidak rela dunia mendengar, menyaksikan atau membaca selain dari materi yang sejalan dengan sudut pandang mereka.
***
Cukup dengan membaca ringkasan di balik buku membuat saya meyakini bahwa buku memiliki kekuatan. Gadis 13 tahun bernama Randa Ghazy yang bukanlah penduduk Palestina, sanggup menulis tentang tema yang tak mungkin hanya dikhayalkan sebelum dituliskan. Apalagi diperkuat oleh testimoni dari New York Times pada sampul depan buku ini sebagai “Karya Sastra yang luar biasa, langsung meledak dan memberi persfektif yang berbeda.” Sampul buku tak kalah dalam memberikan sentuhan yang seolah membawa jiwa penuh luka rakyat Palestina yang tertulis di dlam buku ini. Itulah sedikit gambaran fisik dari buku yang apabila boleh saya beri nilai, maka buku ini bernilai 90, nyaris sempurna.
Halaman pertama membuat saya terhenyak, karena dibuka oleh barisan puisi yang berisi kekuatan untuk melawan, seperti ini:
Tanpa gentar aku 'kan melawan
Ya, tanpa gentar akan kulawan
Di tanah tumpah darahku, aku akan melawan
Siapapun yang mencuri milikku akan kulawan
Siapa yang membunuh anak-anakku akan kulawan
Siapa yang robokan rumahku, akan kulawan
Oh, rumahku tercinta!
Di bawah puing-puing tembokmu, aku akan melawan
Tanpa gentar akan kulawan
Dengan segenap jiwaku, aku akan melawan
Dengan tongkatku, dengan pisauku, akan kulawan
Dengan bendera di tanganku, akan kulawan
Meski mereka potong tanganku
Dan nodai benderaku,
Dengan tanganku yang lain, akan kulawan
Tanpa gentar akan kulawan
Jengkal demi jengkal, di ladangku, di tamanku, akan kulawan
Dengan tekad dan keimanan, akan kulawan
Dengan kuku dan gigiku akan kulawan
Dan meski tubuhku
Tak lebih dari kumpulan bekas luka-luka menganga
Dengan darah dari luka-lukaku, aku 'ka melawan
Tanpa gentar akan kulawan

Kenapa harus melawan dan tak menyerah saja? Bawa saja ke Mahkamah Internasional! Tentu tidak bisa! Kenapa? Karena pada kenyataannya mereka hanya orang-orang Palestina yang mngetahui kenyataan bahwa mereka sendirian. Karena dunia tak peduli, sama sekali acuh tak acuh-apakah ada satu lagi yang mati atau berkurang. Hanya sekedar angka-angka. Kau mengerti? Sekedar angka-angka dan dunia cukup berkata “kasihan”. Bahkan kadang-kadang mereka tak berkata sepatah katapun, karena mereka terlalu sibuk berganti saluran televisi. Tetapi pada akhirnya hal itu tak penting. Apa gunanya, kan? Itu hanya perang orang Palestina tidak ada sangkut pautnya dengan dunia. Orang-orang Palestina harus bertahan!kenapa? karena mereka menjaga masjid suci Al Aqsha, menjaga tanah wakaf para muslim. Mereka menjaganya untuk dunia! Dan bukankah Allah Yang Maha Pengasih bersabda: Pertahankanlah tanah dan keluarga kalian. Apabila ada seseorang yang merampas tanah kalian, menguasai rumah kalian, merampas hak atas harta benda kalian, maka berjuanglah. Berperanglah.