Date a girl who reads

Date a girl who reads

Sabtu, 30 Januari 2016

[Tantangan Membaca 2016] Sebelas Buku Yang Saya Baca Sepanjang Januari


Sepanjang Januari, saya seharusnya sibuk luar biasa. Akan tetapi mengingat bahwa membaca adalah kebutuhan dan seperti mereka yang menghadapi stress cenderung makan banyak, mungkin itulah yang saya alami.
            Stress kerja membuat saya menjadikan buku sebagai pelarian. Saya membaca lebih banyak dari yang seharusnya. Padahal itu justru menjadikan saya kehilangan banyak waktu sebelum tenggat tugas yang makin hari makin beranak pinak (Kelas XII jelang UNAS, tim debat mulai latihan, tim LCC juga, proyek PTK belum kelas tambahan harus memasukkan usulan DUPAK. Saya harus mengingatkan diri sendiri; SAYA TERLALU TANGGUH UNTUK MENGELUH) Tapi, sudahlah, yang penting saya tak lagi tertekan. Padahal sebenarnya tertekan etapi dengan mengalihkan pikiran pada apa yang buku-buku kisahkan, setidaknya menjadikan segalanya terasa lebih baik. Lihat sisi terangnya aja.
            
Hampir di ujung Januari. Boleh setor daftar bacaan yang terpaksa dirapel ya teman-teman, gegara jarang main FB :D Padahal sengaja postingnya ditunda-tunda mulu gegara sok sibuk membaca, eh :P

Saya skip dulu ya kategori A book based on a fairy tale dan A National Book Award winner.

Baiklah, inilah daftar buku yang mengisi hidup saya sepanjang Januari ini:


1. A Book Set in Europe:


Pulang-Leila S. Chudori

Paris, Mei 1968. 

Ketika revolusi mahasiswa berkecamuk di Paris, Dimas Suryo seorang eksil politik Indonesia bertemu Vivienne Deveraux, seorang mahasiswa Prancis yang ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis. Pada saat yang sama, Dimas menerima kabar dari Jakarta: Hananto Prawiro, sahabatnya, ditangkap tentara dan dinyatakan tewas. Dimas merasa cemas dan gamang. Bersama puluhan wartawan dan seniman lain, dia tak bisa kembali ke Jakarta karena paspornya dicabut oleh pemerintah Indonesia. Sejak itu mereka mengelana tanpa status yang jelas dari Santiago ke Havana, ke Peking dan akhirnya mendarat di tanah Eropa untuk mendapatkan suaka dan menetap di sana.

Di tengah kesibukan mengelola Restoran Tanah Air di Paris bersama tiga kawannya: Nug, Tjai, dan Risjaf—mereka berempat disebut Empat Pilar Tanah Air—Dimas, terus-menerus dikejar rasa bersalah karena kawan-kawannya di Indonesia satu persatu tumbang, dikejar, ditembak, atau menghilang begitu saja dalam perburuan Peristiwa 30 September. Apalagi dia tak bisa melupakan Surti Anandari—isteri Hananto—yang bersama ketiga anaknya berbulan-bulan diinterogasi tentara.

Kamis, 31 Desember 2015

Catatan Akhir Tahun



Seringkali saya bertanya pada diri sendiri, “berapa banyak hal tolol yang saya lakukan untuk membuat orang lain berpikir bahwa hidup saya menarik?”
Salah satu pikiran aneh saya, entah apa juga orang lain merasa sama̶̶ ̶  bahwa saya seringkali menganggap di suatu tempat, terdapat kamera rahasia yang merekam hidup saya dalam adegan lambat. Itulah yang membut saya harus melakukan sesuatu yang menarik.
Untuk mendapat pengakuan?
Mungkin saja, walau kebanyakan orang yang saya ketahui takkan peduli.
Apa itu membuat sedih?
 Kebanyakan orang terpenting dalam hidup saya memiliki kesibukan tinggi dan hal-hal yang saya lakukan tak cukup layak untuk dimasukan ke skala prioritas mereka. Ada hal-hal penting yang harus mereka raih, hal-hal hebat untuk dilakukan. Hal-hal yang membuat saya turut bangga atas pencapaian mereka.
 Ngomong-ngomong tentang kesedihan, saya pikir ini waktu yang tepat untuk bertanya, kapan terakhir kali saya bersedih?
Saya sering menangis, tapi saya pikir itu bukan jenis kesedihan. Mata perlu dibasahi dan hati perlu dicuci bersih dengan ‘cairan’ yang benar-benar murni. Saya menangisi anak penderita disleksia di film India, saya menangisi Erik buruk rupa di The Phantom of The Opera, saya menangisi siswa saya yang memutuskan untuk berhenti sekolah. Kadang saya menangis untuk diri sendiri. Itukah jenis kesedihan? Apa itu kesedihan? Ketika semuanya terlihat biru, begitu? Atau hanya ketika merasa terharu?
Menangis saja! kadang kita memerlukannya, bukan hanya karena kita tak bahagia.
Aku suka menangis dan di sana memang ada waktu yang sempurna untuk menitikkan air mata. Saat matahari terlalu cerah dan saya menantang diri saya untuk menatap cahayanya. Misalnya.
Alih-alih bersedih, seringnya saya merasa bosan.

Kamis, 26 November 2015

[Cerpen] What If




"What is your idea of a perfect morning?" ketika aku menanyakannya, kamu tertawa kecil. Tawamu memudar berganti senyum yang menawan. Aku suka keduanya. Di atas segalanya aku suka kamu yang terlihat bahagia.
            "Pagi adalah saat terbaik untuk perayaan. Pagi itu indah, membawa harapan, kesempatan, dan yang terbaik ketika membuka mata, kamu masih diberi kehidupan. Bangun dan bersyukur, lalu ... Selamat datang hari baru, aku siap menjalanimu. Jangan lupa tentang sarapan lezat dan musik yang membuatmu bersemangat, Bob Marley bagus tapi boleh juga Queen atau Kiss atau The Beatles. Sesuatu yang baru juga tak masalah, Brighter Than Sunshine dari Aqualung,  mungkin? Oh jangan bicarakan musik atau aku takkan berhenti mengoceh. Aku suka musik, pendengar yang baik tapi tak menguasai satu instrumen-pun. Payah. Parah! " Kamu menutup wajahmu, menghalangi malu agar tak tertangkap mataku. Pipimu bersemu dan tawamu membuatku menyadari betapa indahnya dirimu. Aku suka sinar matamu yang berbinar ketika kamu membicarakan hal yang menyenangkan hatimu. Bolehkah aku menipu diri, menganggap bahwa akulah yang menjadi alasan bahagiamu?

Kamis, 24 September 2015

[Review] Go Set a Watchman: Menyaksikan Scout Berubah Menjadi Jean Louise







Keterangan Buku:

Judul : Go Set a Watchman
Penulis : Harper Lee
Penerjemah : Berliani Mantili Nugrahani & Esti Budihabsari
Penyunting : Tim Redaksi Qanita
Proofreader : Emi Kusmiati
Desainer sampul :Glenn ONeill
Ilustrator sampul : Getty Images & Istockphoto
Penata sampul : Dodi Rosadi
ISBN : 978-602-1637-88-3
Cetakan 1 : September 2015
Penerbit : Qanita

Blurb:

Dua puluh tahun lalu, Jean Louise menyaksikan Atticus, sang Ayah, membela Negro di pengadilan Maycomb County. Kini, Jean Louise menyadari bahwa Maycomb dan sang ayah ternyata tak seperti yang dia kira selama ini, dan diapun bukan Scout yang polos lagi.

Go Set a Watchman adalah naskah pertama yang diajukan Harper Lee kepada penerbit sebelum To Kill a Mockingbird, yang memenangi Pulitzer. Setelah enam puluh tahun dianggap hilang, naskah berharga ini ditemukan pada akhir 2014. Terbitnya Go Set a Watchman disambut animo luar biasa. Buku ini terjual 1, 1 juta kopi di minggu pertama, memuncaki daftar bestseller di Amerika selama lima minggu berturut-turut dalam 1,5 bulan, dan mengalahkan penjualan Harry Potter serta 50 Shades of Grey. Go Set a Watchman, warisan berharga Harper Lee, penulis Amerika paling berpengaruh pada abad ke-20.



Review:

Boleh kukatakan perasaanku saat mengetahui bahwa Harper Lee tak hanya pernah menulis To Kill a Mockingbird? Aku selalu bertanya-tanya, kenapa penulis sehebat dirinya hanya menuliskan satu kisah? Sempat berpikir negatif bahwa mungkin Dill atau menurutku Capote di dunia nyata membantu Scout atau Lee terlalu jauh dalam menulis. Go Set a Watchman membuktikan bahwa, Lee penulis hebat dan citarasa tulisan Capote jelas berbeda (Setelah saya membaca Breakfast at Tiffanys) Dan tentu saja, aku senang luar biasa ketika mengetahui aku bisa membaca versi dewasa dari salah satu tokoh favorite-ku, Scout!

Sabtu, 29 Agustus 2015

[Review] (Bukan) Salah Waktu: Karena Tak Ada Yang Bisa Menyalahkan Waktu Yang Telah Berlalu



Judul Buku                              : (Bukan) Salah Waktu
Jenis Buku                               : Fiksi
Penulis                                    : Nastiti Denny
Penyunting                              : Fitria Sis Nariswari
Perancang Sampul                   : Citra Yoona
Pemeriksa Aksara                    : Intani Dyah P & Septi Ws
Penerbit                                   : PT. Bentang Pustaka
Cetakan                                   : Pertama, Desember 2013
Tebal                                       : 248 halaman
ISBN                                       : 978-602-7888-94-4

Blurb:
Tahukah Kau, Sayang …. 
Aku mencintaimu lebih dari apapun. Aku rela kehilangan segalanya kecuali kamu. Aku sanggup melepas duniaku demi dunia kita bersama.
Namun, ketika waktu bergulir tanpa bisa dibendung, ketika kenyataan memaksa untuk dipahami, ketika kesalahan memohon untuk dimaafkan, kurasa aku tak sanggup Sayang ….
Entahlah, siapa yang harus memahami dan mengalah.
Tapi mungkin, aku butuh seribu cara untuk mengobati luka hati ini.

Review:

            Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih buat mbak Nastiti yang sudah menghadiahkan saya novelnya yang sangat cantik. Dimulai dari cover yang bergambar jam weker berpita mungil yang menunjukkan waktu nyaris pukul 12. Weker mengingatkan saya tentang kapan harus memulai sesuatu, suka tidak suka mau tak mau harus dihadapi seperti itulah yang nantinya akan diceritakan dalam novel ini.
            Adalah Sekar, perempuan muda yang baru dua tahun menjalani rumah tangga dengan suaminya, Prabu. Keduanya saling mencintai, tapi untuk beberapa hal yang terjadi di masa lalu mereka menyimpannya dengan hati-hati, bisa dibilang masing-masing mereka enggan berbagi. Namun, waktu tahu saat yang tepat untuk menuntaskan apa yang tak ingin mereka "selesaikan" dulu. Dan seperti ditandai oleh dering weker, berbagai hal datang untuk memaksa mereka berdamai dengan masa lalu mulai bermunculan.

Minggu, 05 Juli 2015

[Cerpen] Senandung Cinta Perempuan Pencabut Nyawa



      Tidak ada yang lebih seksi dari lingerie yang terbuat dari kulit para kekasih. Percayalah padaku, ketika kulitku dan kulit mereka menyatu … oh betapa indahnya itu! Aku ingin sekali memilikinya. Kan kubunuh yang kucinta demi obsesiku yang gila, demi dendamku yang membara.
***
                Setiap wanita harus jatuh cinta pada seorang keparat sebelum bertemu dengan pria yang tepat. Beruntungnya aku, aku memiliki tiga keparat dalam hidupku. Aku mencintai mereka, dengan kadar yang sama, hanya dengan cara yang berbeda. Sudahkah aku bertemu pria yang tepat? Tentu saja! Ketika tiga keparat itu disatukan dalam bentuk benda mati yang seksi, mereka menjadi pria yang tepat. Dan maafkanlah, jika perbuatanku kalian anggap laknat. Ini cuma bentuk 'terima kasih' untuk mereka; si gila hormat, si pengkhianat,  dan si bejat. Percayalah padaku, balas dendam itu rasanya nikmat.
                Nikmat, senikmat cokelat yang lezat. Ketika cokelat menyentuh lidah, rasanya selalu seperti jatuh cinta. Jika saja aku cukup hanya dengan cokelat, maka tak perlu bagiku membuang banyak waktu mempertanyakan hal yang sama; seberapa besar cintanya padaku. Cinta? Siapa yang pernah jatuh cinta? Sebagian besar mereka mengikuti naluri rekannya, para hewan. Mereka hanya tertarik secara seksual. Bedanya, jika hewan demi kelangsungan hidup maka manusia demi menikmati hidup.
***

Jumat, 03 Juli 2015

Ketika Tuhan Mengabulkan Doaku





                "Apa yang kamu minta dalam doamu?"
                "Agar aku bahagia selalu?"
                "Misalkan, bahagia hanya mau datang padaku jika aku tanpamu."
                "Maukah kamu meninggalkanku?"
                Penggalan-penggalan kalimat tegas dari bibir Banu, masih teringat jelas. Seakan telingaku masih mampu mendengarnya. Kedua mataku seolah masih bisa melihat wajahnya, bahkan untuk detail terhalusnya. Dalam ingatanku yang seringnya kuragukan, ternyata peristiwa yang menancapkan luka terdalam sulit dihapuskan. Perempuan memang bisa melupakan kuncinya, tak pernah ingat dimana meletakkan kacamatanya, bisa juga terlalu lelah untuk memasukkan hal-hal kecil penting ke dalam kepalanya. Tapi, jika itu menyangkut perasaan, ingatan itu seakan abadi untuk selamanya.
***