Date a girl who reads

Date a girl who reads

Rabu, 17 April 2013

Review Film : LOL (Lots of Love)




Betapa sulitnya menjadi remaja
Betapa tersiksanya menjadi orang tua

***

        Mungkin itulah yang ingin disajikan oleh film ini. Berkisah tentang Lola (Miley Cyrus) yang memulai tahun ajaran barunya dengan patah hati setelah putus dari Chad (George Finn) dan memulai hubungan baru yang rumit dengan sahabatnya yang juga adalah sahabat mantan pacarnya, Kyle (Douglas Booth).  Standar kisah cinta ala remaja, konfliknya pun biasa saja, aku malah lebih suka dengan drama cinta segitiga tanpa sudut antara, Emily (Ashley Hinshaw), si nerdy Wen (Adam G Sevani) dan si guru Trigonometri seksi, Mr.Ross (Austin Nichols).

          Kisah cinta antara Lola dan Kyle diwarnai kesalahpahaman karena Emily dan Wen (Emily merahasiakannya dan membiarkannya menjadi kesalpahaman fatal, karena…yeay Wen nggak keren dan Emily cinta mati pada Mr. Ross!) yang melakukan aktifitas romatis dikamar mandi cowok yang dipikir Lola adalah Kyle dan Ashley (dilabeli si post-it karena hobi nempel ke cowok-cowok, terutama ke Kyle dan Chad yang adalah personel band No Shampoo yang keren. Oh ya, diperankan oleh Ashley Greene), karena Emily dan Ashley punya tas yang sama. Percintaan Lola dan Kyle juga diperumit oleh hubungan mereka yang adalah sahabat sebelumnya, kecemburuan Chad, sikap genit Ashley serta masalah-masalah keluarga.
          Lola memiliki ibu yaitu Anne (Demi Moore) yang “mengklaim” dirinya memiliki moralitas tinggi, sehingga kadang harus “sembunyi-sembunyi” untuk mengencani mantan suaminya dan ragu ketika harus memulai hubungan baru dengan James (Jay Hernandez), serta bersikap terlalu keras terhadap putrinya. Masalah diantara Lola dan Ibunya membuat keadaan cukup rumit, begitupula dengan Kyle dan ayahnya, yang membenci hobi bermusik Kyle.
          Tak ingin bercerita banyak tapi aku akan menunjukan bagian favoriteku saja.

Pertama; Cinta orang tua ke anaknya. Orang tua, akan melakukan apapun untuk anak yang disayanginya, ketika orang tua tak bisa mencegah hal buruk pada diri anaknya, mereka mungkin marah, tapi marah adalah rasa kecewa yang menggila. Ketika ibu Lola membaca diary-nya, dan ketakutan dengan apa yang telah terjadi pada putrinya, seburuk apapun itu, dia sangat menyayanginya. Atau ketika ayah Kyle menemukan ganja dan menghancurkan gitarnya, itu karena untuk menjaga putranya dari hal yang bisa merusaknya, pada akhirnya ada wajah bangga saat dia diantara sekumpulan remaja menonton aksi panggung putranya.

Sabtu, 13 April 2013

FanFiction Gossip Girl: Poor Lonely Boy (No More)



Hei, Upper East Sider! Kamu tahu bahwa kamu mungkin tak lagi mencintaiku. Dan Humphrey, si Lonely Boy―cowok kesepian, adalah si Gossip Girl! Hei, itu aku! Siap membenciku? Siap menyalahkanku atas sebuah kebohongan rapi, serta begitu banyak gosip dan skandal yang kuhembuskan? Siap menjadikanku papan sasaran untuk segala alasan kehancuran hidup kalian? Tapi, bagaimanapun kalian harus berterima kasih atas ketenaran kalian dan juga bahan pembicaraan yang aku ciptakan!
                Pada akhirnya kalian akan menyesal dan yeah…, sedikit kecewa. Kalian mungkin mengharapkan sosok lain selain diriku. Dorotha, misalnya, atau Georgina? Mungkin juga little J, atau bahkan Eric van der Woodsen? Maaf merusak ekspektasi kalian tentang seorang gadis yang mungkin bersuara seksi nan manja yang mengirimkan banyak gosip dan skandal ke ponsel canggih kalian. Tapi, yeah, pada akhirnya kalian harus menerima bahwa akulah si blogger jenius di belakang permainan ini.
                Tahun-tahun itu berlalu secepat kilat dan aku bukan lagi si poor lonely boy yang mendaki tangga sosial karena mengencani si sosialita yang juga mantan saudari tiriku itu: Serena van der Woodsen. My Muse! My Inspiration! Dia alasanku meluncurkan situs gosip ini, selain juga karena kebencianku pada kehidupan munafik mewah berkilauan para borjuis Upper East Side. Drama yang layak untuk ditertawakan, saat remaja bertindak dewasa dan para orang tua bertindak kekanak-kanakan.
Manhattan seperti panggung sandiwara raksasa di mana kebohongan adalah cara terbaik untuk terbebas dari masalah, balas dendam adalah alat pembayaran paling pantas untuk setiap pengkhianatan, cinta yang berfungsi sama seperti puzzle yang bebas dipasangkan di sana-sini. Pesta untuk jiwa yang lelah demi bahagia yang dipuaskan dengan segelas Champagne dan kemampuan menipu diri sendiri.

***

                “Masih ingat bagaimana kisah ini berawal?” aku menanyakan diriku sendiri yang sedang menyesap kopi dan sekilas memandang keluar jendela, melihat sepotong pemandangan Brooklyn yang terlalu biasa untuk kuabaikan. Aku kembali menghadapi layarku, menatap kata demi kata yang kususun membentuk sebuah drama yang kusulap dari skandal dalam realita yang kualami dan kusaksikan dengan mata kepala. Ya. Aku mengambil bagian di dalamnya. Inside, sebuah novel yang kutuangkan bersama imajinasi dan juga keinginan pribadi.
                Di Grand Central, aku melihat gadis dengan rambut berkilau keemasan―seperti dewi yang selalu hadir dalam mimpi-mimpiku. Serena van der Woodsen kembali setelah kepergiannya yang misterius. Serena, gadis yang terlalu mabuk saat kutemui pertama kali, gadis yang membuatku mengerti bahwa cinta pada pandangan pertama itu ternyata ada. Tapi, siapa aku? Dan, setelah melihatnya kembali membuatku memunculkan ide untuk membuat postingan pertama di Gossip Girl tentang diriku, yang kubuat dengan julukan, Lonely Boy, bocah kesepian. Yeah, aku memperolok diriku.

Spotted: Lonely Boy. Can't believe the love of his life has returned. If only she knew who he was. But, everyone knows Serena. And, everyone is talking. Wonder what Blair Waldorf thinks. Sure, they're BFF's, but we always thought Blair's boyfriend Nate had a thing for Serena.

                Malang bagi Serena, yang – maaf – harus mendapat label ‘jalang’ sekembalinya dari boarding school yang mengusirnya. Sahabatnya, Blair Waldorf – the Girly Evil, tak menyambutnya dengan tangan terbuka. No wonder, Serena belakangan diketahui meniduri Nate, sahabat dan juga pacar jangka panjang Blair. Kecewa dengan pengkhianatan sahabat dan juga kehilangan sahabat untuk menghadapi drama keluarganya, Blair memutuskan untuk tak menerima Serena. Serena bukan lagi ratu di Constance Billard. Serena sama seperti…. Oh, Tuhan! Seandainya Serena kembali dan para sahabatnya menerimanya, tentu menghabiskan waktu denganku bukanlah pilihannya. Aku adalah pengisi kekosongannya. Aku merasa bodoh dan hebat di saat bersamaan, aaat Serena ternyata mengingatku. Yeah, aku ‘sengaja menabraknya’ agar aku memiiliki alasan untuk menemuinya ke New York Palace Hotel, lalu mengembalikan ponselnya yang saat itu jatuh tak jauh dari kakiku. Senyum merekah di wajah cantiknya dan kalimat singkat, “Oh, kau yang semalam? Maaf soal kejadian itu.” Tidak ada yang perlu dimaafkan soal kecelakaan kecil yang kusengaja.

Review Film: Now Is Good. Cinta tak Selalu Bisa Menyembuhkan, Hanya Menguatkan Sampai Batas Waktu yang Ditentukan


Jadi, apakah obat cinta bekerja dengan keajaibannya?


          Itu adalah pertanyaan yang dilontarkan Phillipa, perawat pribadi Tessagadis remaja yang tengah sekarat karena Leukemia, sadar hidupnya tak akan lama, dia membuat beberapa daftar hal gila yang akan dia lakukan sebelum dia meninggal; dari mencoba narkoba hingga melepas keperawanannya. Kebandelan dan pemberontakan Tessa terhenti setelah kedatangan Adam, cowok tetangga sebelah, yang jatuh cinta padanya sejak pertama berjumpa. Dan apakah cinta mampu menyelamatkan Tessa dari kematian?
          Diangkat dari novel  karya Jenny Downham; Before I Die. Diperankan dengan sangat memukau oleh Dakota Fanning sebagai Tessa dan Jeremy Irvine sebagai Adam. Sebenarnya jika kita mempertimbangkan ide cerita tentang gadis yang sekarat, memang Now Is Good bukanlah yang pertama kali menawarkan kisah seperti ini, sebelumnya ada beberapa kisah serupa dan juga yang diangkat dari novel ke layar lebar; sebut saja A Walk To Remember-nya Nicholas Sparks atau My Sister Keeper-nya Jodi Picoult.
          Namun, Now Is Good menawarkan perbedaan pandangan dari sudut pandang gadis muda yang berada dalam keluarga disfungsional, jika dalam A Walk To Remember Jamie tumbuh dalam pendidikan nilai agama dan memiliki pribadi tak tercela, maka Tess adalah kebalikannya, jika Cathy mendapat kasih sayang dan dukungan penuh dari keluarganya, sayang sekali ibunda Tess nyaris tak peduli dengan penyakit yang diderita putrinya. Jika, baik Jamie ataupun Cathy tak memiliki seorang sahabat, maka Tess bergaul dengan Zoey, gadis pemberontak lainnya, yang hamil di usia muda.
          Akan sangat menyebalkan jika aku menceritakan keselurahan plot dalam reviewku, jadi aku memilih untuk membahas beberapa hal yang membuatku tertarik.
Screenshoot moment favoriteku

Kamis, 11 April 2013

Cerpen : Saigo No Momiji (Last Maple Leaves)




Kaeru no ko wa kaeru.” Seru ibuku pada saat menatap wajah cowok seumuranku, yang baru saja membungkuk memberinya salam. Aku hampir tertawa saat wajah pemuda itu menahan cemberutnya dengan sekuat tenaga dan dia gagal, kekesalan tergambar di wajahnya yang… boleh kubilang dia mirip dengan cowok impian sering ada dalam khayalan? Ooops!
It means, like father like son” sambil menahan tawa kukatakan maksud ibuku padanya, sekarang wajahnya memerah, aku yakin dia mengartikan apa yang dikatakan ibuku secara mentah, dia pasti mengartikannya sebagai anak kodok adalah seekor kodok, maksud ibuku adalah, betapa dia sangat mirip dengan ayahnya.
Ibu segera menarik tanganku ke dapur, ibu tahu bahwa sebentar lagi tawaku akan pecah, yang itu berarti akan membuat ayahku kehilangan muka di depan atasannya, tuan Nagasawa Kenta, malam ini ayahku mengundang beliau dan cucunya makan malam di rumah kami.
“Kenapa wajahmu memerah?” Ibu bertanya penuh selidik padaku.
“Aku hanya menahan tawa.” ya ampun kupikir ibu mengetahuinya!
“Itu bukan wajah yang menahan tawa!” ibu menghakimiku seakan aku seorang pembohong, aku menepuk kedua pipiku dan mengusapnya, demi apapun juga aku bahkan tak memakai blush on.
Ibu melipat kedua tangan di dadanya, menatapku dari atas ke bawah, dia sedang menilai penampilanku. “Kau tahu, ibu benci gaya berbusanamu!”
“Ini disebut fashion bu!” protesku manja dalam nada sedikit merajuk “Sweet Lolita!” aku memperjelas aliran fashionku. “Aku berputar dengan anggun dan tersenyum pada ibu sambil memamerkan pink bunny coat-ku yang super kawaii, melangkahkan kakiku ke kiri dan  ke kanan seperti sedang menari dengan maksud untuk memamerkan twin bow bootku yang menyempurnakan penampilanku!
“Dengan penampilan seperti itu, kamu takkan bisa membuat Nagasawa Mamoru tertarik padamu, Keiko!” aku harap suara ibu tak terdengar sekeras itu, aku sungguh malu dibuatnya, tapi tak masalah toh Mamoru tak paham apa yang kami bicarakan. Dia baru beberapa hari di Tokyo dan hanya sedikit bisa berbahasa Jepang, dia lahir dan besar di Bali, ibunya seorang Warga Negara Indonesia dan ayahnya memiliki hotel di daerah Kuta, itulah kenapa dia lebih fasih berbahasa Inggris dan Indonesia, oh Tuhan, dia sungguh membuat leluhurnya malu. “dan hey! Sejak kapan kau melanggar aturan memakai sepatu di dalam rumah?” omel ibu lagi, kemudian dia menghela nafas dan menatapku dengan tatapan menggoda “Ibu tahu wajahmu memerah karena kau jatuh cinta padanya, kan?” aku tak ingin mendengar tuduhan ibu yang sangat indah itu.
Aku tersenyum dan terkikik “Ooooh….sutekirma-hito…” kataku pada diri sendiri sambil membayangkan wajah tampan Mamoru yang baru kulihat beberapa menit lalu, sejak saat itu aku memutuskan untuk percaya pada cinta pada pandangan pertama, sejak saat itu aku memutuskan untuk memilih dia sebagai cinta pertamaku. “Oooooh betapa manisnya!” seruku lagi, ibu menggeleng-geleng.
“Mamoru masih berduka sejak kematian orang tuanya karena kecelakaan, Ayah dan ibu harap kamu bisa membantunya untuk tersenyum kembali.” Setelah itu ibu berlalu, meninggalkan aku yang terpaku.

***
“Honto? Uso ja nai?” aku bertanya lagi untuk memastikan. Aku menguap dan mengucek-ucek mata, aku baru saja bangun dan berharap apa yang ibu katakan bukanlah bagian dari mimpiku semalam yang tertinggal. Ibu menyingkap gorden dan hangat matahari menyentuh kulitku, aku tahu ini adalah realita nyata.
Haiya” jawab ibuku dengan senyum mengembang di wajahnya, ibu baru saja memberitahuku bahwa sebenarnya tuan Nagasawa Kenta ingin menjodohkan cucunya denganku.
“Aku sih tidak keberatan, bagaimana dengan Mamoru?” aku cemberut membayangkan seandainya Mamoru menolak perjodohan ini.
“Kau sangat manis Aikawa Keiko! Tidak ada yang tidak menyukaimu! Kau mewarisi wajah ibu.” Aku memutar bola mataku, tapi itu memang benar.” Lagipula Mamoru tidak mungkin menolak perjodohan ini, hanya tuan Kenta yang masih dia miliki di dunia.” Ibu menghela nafas “ Akusai wa hyaku-nen no fusaku” kata ibuku lebih pada dirinya sendiri, maksudnya adalah seorang istri yang buruk adalah kehancuran bagi suaminya. “Tuan Nagasawa masih menyesali putranya yang telah tiada dan menganggap bahwa menantunyalah yang menyebabkan tragedi ini, Akira Nagasawa adalah sahabat ibu dan ayah, dia jatuh cinta setengah mati pada gadis yang bernama Ayu, menikahinya dan tak pernah pulang hingga …haaaah… “ ibu menghela nafas “setidaknya sekarang beliau bersama cucunya.”
Aku mengangguk-angguk mencoba memahaminya. Ibu memegang bahuku dan menatap dalam pada mataku. “Jadilah calon menantu yang baik untuk keluarga Nagasawa.”
Hai” jawabku penuh keyakinan.
Aku jatuh cinta dengan ide tentang perjodohan ini, aku dan Mamoru akan jadi pasangan sempurna di masa depan. Aku sungguh bahagia saat ibuku mengatakan bahwa justru tuan Nagasawa-lah yang memohon untuk menjadikan aku menantu. Baiklah usiaku memang 16 tahun, tapi bukan berarti kami harus menikah besok pagi, mungkin lima atau enam tahun lagi.
***