Date a girl who reads

Date a girl who reads

Kamis, 28 November 2013

Menjadi Nekaders J50K


Gambar: di sini
Apa itu Menulis?
gambar:  di sini

Menulis berarti ambil pulpen dan kertas lalu keluarkan saja semua yang diteriakan otak atau jika kamu bukan tipe konvensional kamu akan menghadap layar canggihmu dan mulai memerintahkan jari-jarimu mengikuti panduan komando pasien skizophrenia yang mulai menggila di dalam pikiranmu. Menulis? kamu bisa definisikan semaumu!
          Aku menulis karena suka membaca, terlalu banyak membaca membuat aku jatuh cinta pada kata-kata. Menulis kutipan pada awalnya lalu menjadikan kutipan itu semacam tulisan (yang hanya tulisan) Aku biasa menulis apa yang otakku katakan, ditengah kebosananku di ruang kelas. Aku menulis ketika menunggu dan tak ada buku untuk dibaca sebagai partnerku untuk membunuh waktu. Aku menulis untuk memahami perasaanku. Aku menulis untuk kata-kata yang tak ingin kukatakan ketika berbicara. Menulis adalah kegiatan melarikan diri dari realita yang bisa sangat berbahaya, karena ya ampun menulis telah menjebakku dalam cinta dan menulis telah menjadi ritual wajib tiap hariku. Aku menulis tanpa pernah tahu bahwa menulis juga seperti Fisika perlu rumus. Selain itu, menulis memili teori-teori dan aturan, tapi ....aku percaya aku bisa langsung menulis saja dan belajar teknik menulisnya bisa kulakukan sambil (terus) menulis.

Jadi Nekaders di J50K
                Nyaris dua tahun lalu di penghujung Desember saat aku dipaksa (diri sendiri) untuk menuruti nyaliku. Okay, aku tidak punya ilmunya tapi punya nyalinya. Dalam tempo tiga puluh satu hari harus menghasilkan 50.000 kata dalam bentuk fiksi! Sejujurnya harus kukatakan itu agak nekat dan bukankah itulah kenapa para peserta J50K disebut nekaders? Sebelumnya aku sudah mulai menulis, tapi menulis yang hanya mengikuti hatiku dan jika mendapat pembaca apalagi apresiasi yeah itu menjadi bonus yang bikin happy! Jadi, ketika melihat tentang ajang menulis ini ya ampun aku harus ikutan! Kapan lagi menantang diri sendiri untuk melakukan hal yang benar-benar aku sukai?
Mau tak mau aku harus bilang bagaimana awal aku menjebak diri dalam hobi menulis. Yeah, di mulai di awal tahun 2010 ketika aku harus berada di tempat baru yang, bisakah kamu bayangkan! Tidak ada perpustakaan, tidak ada toko buku juga rental buku, yang ada hanya sekardus buku lamaku yang tersisa (sebagian besar koleksi bukuku terendam banjir dan sedikit yang lebih beruntung berada di tangan mereka-mereka yang meminjam dan entah lupa apa tidak tapi tak pernah mengembalikan) Betapa menyiksanya tak memiliki sesuatu untuk dibaca, hingga ....karena tidak ada yang bisa dibaca maka aku menuliskan sesuatu untukku baca! Dan yeah aku mulai menulis kisah-kisah sederhana yang ingin kubaca, kedengaran silly kan? Sesuai dengan apa yang kukatakan di bawah header blog-ku! I want to be that quirky girl who writes silly stories that still have meaning. Ternyata apa yang kutuliskan, yeah not too shabby. Beberapa orang membaca tulisanku dan setelahnya mereka jadi temanku. Beberapa tulisanku dapat label HL dari Kompasiana yang pada jaman itu kayaknya keren banget hehehe, dan mari kembali lagi ke ajang J50K, ketika sedang asyik menulis dan kebut-kebutan untuk menambah jumlah angka. Kan, kita sering berbagi info di page J50K, ada postingan tentang info tentang lomba menulis “Berfantasi Tidak Dilarang” jadilah aku mengikutkan sebuah novelku dan tanpa disangka, jadi juara satu dan terbit di akhir tahun lalu. Judulnya Confession of a Silly Drama Queen! Tapi pada saat itu ada kejadian kurang menyenangkan dan beberapa tulisanku di blog jadi korbat plagiat, tapi tak apalah....kreativitasnya tetap milikku dan si plagiat cuma dapat kepuasan palsu.

Rabu, 27 November 2013

Dongeng: Dominic dan Toko Kue Ajaib

Gambar: di sini




Kisah ini berasal dari sebuah kota yang sebenarnya tidak terlalu indah. Kenapa tidak terlalu indah? karena sedikit sekali rumput hijau di sana, dan langit jarang berwarna biru dan udara segarnya sudah tercemar polusi. Orang-orangnya berisik, selalu bicara ...tapi tidak bicara dengan manusia di sekelilingnya, mereka bicara pada benda mati yang disebut telepon pintar. Aku kadang bertanya jika teleponnya pintar apa mereka begitu bodohnya? Belum lagi suara klakson taxy yang ributnya minta ampun. Fiuh! Di malam hari, kamu tidak bisa berdansa di bawah sinar bulan dan sulit sekali menemukan bintang-bintang karena lampu-lampunya terlalu terang. Memang, kota itu tidak terlalu indah tapi... . hmmm bagaimana jika kita sebut kota itu sebagai kota yang bercahaya, karena banyak lampu-lampunya? Bukankah kita menyukai sinar yang terang-benderang?
          Di sudut kota itu terdapat sebuah toko kue mungil berwarna cokelat dan pink yang cantik. Sayangnya, kamu tidak akan mencium aroma lelehan Mentega. Tidak ada wangi Cokelat nikmat yang menenangkan, kamu bahkan tidak akan melihat uap perak yang keluar dari oven dan menguarkan aroma roti yang nikmat. Apakah toko kue itu dikutuk oleh ibu Peri? Apakah ceritanya seperti ini; ketika ibu Peri berpura-pura menjadi nenek tua kelaparan, si pemilik toko kue kejam bahkan tak memberinya sepotong roti dan malah memaki-maki? Tidak...tidak...tidak...! si pemilik toko adalah seorang wanita yang baik hati, dia malah sebaik ibu Peri.

Rabu, 20 November 2013

Hukuman Buat Pita


Gambar : di sini

Pita anak nakal! Mereka selalu bilang begitu! Tapi Pita sih nggak sedih, Pita cuma merasa semua anak-anak boleh nakal. Kaaaan....orang gede juga nakal. Ayah pernah bikin mama menangis, ayah nakal! Tante Uwi dan tante Ica ngomongin mama yang jelek-jelek, mereka nakal juga, kan? Tapi kenapa hayo kalo orang gede yang nakal nggak pernah dapat hukumannya? Karena orang gede malu tau! Masa bikin aturan tapi dapat hukuman.
            Praang!!! Gelas susu yang belum sempat Pita minum pecah. Pita ingin susu tapi mama bilang nanti. Pita sudah minta tolong ke tante Ica dan tante Uwi tapi mereka sedang sibuk nonton. Jadi, Pita memutuskan untuk bikin susu sendiri. Ambil bangku buat raih kotak susu di buffet dan ambil satu-satunya gelas yang bersih, tapi Pita tak sengaja ketika siku Pita nyenggol gelasnya. Pita cuma sedang atur keseimbangan biar tak jatuh dari bangku.
            “Tuh kan Pita!” omel tante Uwi “Udah dibilangin kalo minum jangan pake gelas kaca, nah kan pecah!” wajah tante Uwi sekarang berubah seram. Pita lalu membayangkan kepala tante Uwi punya tanduk dan dari sudut bibirnya tiba-tiba ada taring.
             “Pita nakal!” teriaknya, pasti sebentar lagi tante Uwi ambil sapu tapi dengan cepat Pita lari dan dari kejauhan Pita mendengar suara tante Uwi teriak dan nyalahin mama Pita.
Kasihan mama. Padahal ya, mama Pita sekarang lagi repot. Harus rawat adik Pita, Leoni yang lagi pilek dan rewel. Belum lagi mama Pita muntah-muntah terus, soalnya Pita mau punya adik lagi. Pita berdoa, semoga adiknya yang sedang diperut mama adalah adik cowok. Soalnya Pita udah punya adik cewek dan adik cewek itu nggak asyik! Cengeng dan suka merengek, uh juga manja!
            Pita sembunyi di sebelah sofa tua tempat kakek sering membaca kalau sedang berkunjung ke rumah. Di sinilah benteng pertahan Pita. Pita menyimpan barang-barang berharga miliknya. Gambar rumahnya yang dapat tanda paraf dari ibu guru, koleksi karet penghapusnya dan kemeja ayahnya. Ayahnya jarang pulang, jadi kalau Pita kangen, Pita sembunyi di sebelah sofa sambil memakai kemeja itu. Pita selalu berpikir itu cara ayah memeluknya dari jauh.
            “Kalau Pita bandel terus sudah Pita dititip aja di rumah ape Odeng dan ape Ibo!” Itu suara tante Ica. Tante Ica dan dan tante Uwi sedang ngobrol di sofa. Pita menutup mulut, dia ketakutan. Ape Ibo dan ape Odeng itu seperti tante Uwi dan tante Ica dalam versi lebih tua, jadi mereka itu tantenya mama dan saudara-saudaranya. Dan ya ampun mereka galaknya luar biasa. Mereka cerewat dan tua, mereka bau minyak angin dan rambutnya putih. Mereka....mengingatkan Pita akan nenek sihir di dongeng Hensel and Gretel. Ape Ibo dan Ape Odeng itu memang punya rumah mungil yang cantik dan hobi bikin kue, tapi tetap saja....huh! pokoknya Pita nggak mau dititip di sana!
            “Kalau Pita semakin bandel, ya sudah dititip di sana aja!” itu ancaman buat Pita, dalam hati Pita berjanji jadi anak baik. Tapi Pita kadang nggak berniat bandel, hanya kadang banyak hal salah dan itu bikin seolah semuanya adalah gara-gara Pita. Seandainya Nisfi nggak sedang sakit cacar. Pita akan senang dititip dan main sama Nisfi, seandainya tante Ivo dan Mbimbi nggak pindah rumah. Seandainya! Sekarang Pita benci kata seandainya.
***
            “Mulai hari ini Pita janji jadi anak baik! Nggak nakal nggak bandel.” Pita sungguh-sungguh berjanji dalam hati sebelum dia berangkat ke sekolah TK-nya.
            “Maaf sayang, mama nggak bisa antarin Pita ke sekolah, Leoni demam lagi.” Kata mama sambil memasukan bekal ke dalam ransel Pita. “Pita mama titip ke mamanya Gina, ya? Nanti mamanya Gina datang jemput Pita. Pita bisa berangkat bareng Gina dan Mamanya”
Gina? Gina yang gembul dan punya hobi cemberut itu nggak suka dengan Pita. Gina selalu ketakutan kalau ada Pita, mamanya selalu meminta Gina untuk membagi makanannya dan Gina nggak suka itu. Selain itu Gina selalu bilang kalau Pita itu pembohong! Pita bilang kalau selain Nisfi Pita punya seorang sahabat, anak laki-laki bernama Jan. Setahu Gina anak laki-laki teman main Pita adalah sekelompok anak nakal bernama Rizvan, Madon, juga Ical dan Abang, beneran lho nama panggilannya Abang, karena dia adalah kakaknya Ical dan dia murid paling gede di sekolah.
“Jadi, kamu masih nggak percaya kalau aku punya teman namanya Jan?” kata Pita ketika jam istirahat dan mamanya Gina menyuruh mereka bermain bersama.
“Nggak!” Gina tidak tertarik.
“Kenapa kamu nggak percaya?” tanya Pita.
“Karena nggak ada yang namanya Jan, di sini!”
“Pita! Main yuk!” sekelompok anak laki-laki mengajaknya bermain bola. Pita janji jadi anak baik hari ini, kalau main bersama mereka Pita nanti ikut nakal. Pita nggak mau dimusuhi anak-anak cewek.
“Pita mainnya sama Gina dulu, ya.” Jawab Pita dan anak-anak cowok pergi. “Gina, mau kalau Pita ajak main sama Jan?” mata Pita berbinar-binar saat membicarakan Jan. Menurut Pita, Jan anak yang baik sekali.
“Nggak, nggak ada Jan!” teriak Gina.
“Gina, Jan itu ada dia, malah ngajarin Pita nyanyi.” Pita sungguh-sungguh ingin membuktikan keberadaan Jan.
“Nggak percaya!” teriak Gina
“Pita bisa nyanyiin lagu yang diajarin Jan kalau kamu mau.”
“Coba kalau bisa!” Gina menantang.
Ozewiezewoze, wiezewalla, kristalla, Kristoze, wiezewoze, wieze-wies-wies-wies-wies.” Pita menyanyikannya dengan riang tapi Gina terlihat kebingungan.
“Pita tukang bohong!” Gina berteriak dan pergi meninggalkan Pita. Tinggal Pita sendiri yang berjalan ke arah belakang sekolah, ke tempat bangunan tua jaman Belanda. Biasanya ada Jan main di sana. Di gudang tempat buku-buku lama di tumpuk juga mainan-mainan rusak di simpan. Gudang ini adalah surga bagi Pita.
“Jaaaaaaan.” Panggil Pita dan tak lama, anak laki-laki berambut merah berjas hujan kuning muncul dengan wajah setengah mengantuk dan ada cengiran di wajah pucatnya yang berbintik-bintik.
“Gina bilang aku bohong!”Wajah Pita kesal
“Kamu nggak bohong.”Jan tersenyum untuk menenangkan Pita.
“Tapi...”
“Aku suka kamu jadi temanku! Hey aku punya hadiah untuk kamu.” Jan membongkar-bongkar kardus dan mengeluarkan sebuah buku tebal dan berdebu. Jan meniup debunya dan mereka bersin bersamaan. Suara bersin Jan terdengar lucu, dan mereka tertawa. Pita menerima buku yang diberikan Jan dengan wajah bingung.
“Terima kasih Jan. Tapi....kenapa Jan memberikan Pita buku ini?” Pita memutar buku itu, sampul depan dan sampul belakang berwarna cokelat kusam. Bukunya juga berat dan Pita tidak mengerti kata-kata di buku itu.
“Baiklah!” Jan duduk di samping Pita dan mengambil buku dari pangkuan Pita. Jan membuka halaman paling akhir dan menunjukkan pojok bawah buku yang dipenuhi tulisan kecil dan rapat. Tahukah kamu apa yang Pita lihat di sana? Jan menggambar wajah Pita! Wajah mungil Pita yang sedang tersenyum, dan Pita pun tersenyum.
“Mau lihat yang lebih hebat?” tanya Jan.
“Yaps!” Pita mengangguk-angguk bersemangat.
Jan menahan halaman-halaman buku dengan ibu jari kanannya lalu membiarkan lembar demi lembar terlepas satu persatu dan gambar Pita dalam berbagai ekspresi, terlihat seperti dalam film animasi hitam putih.
Pita tertawa-tawa gembira dan berseru hore berkali-kali. Tapi diluar sana semua orang panik, sejak istirahat Pita tak terlihat di halaman sekolah. Pita juga tidak masuk kelas Pita tidak tahu semua orang cemas mencari Pita, sekolah sudah usai dan Pita belum ditemukan!
Akhirnya Pak Ardi menemukan Pita di gudang sekolah dan Pita segera dipertemukan mamanya yang cemas. Mama terlihat marah tapi tak bicara, di perjalanan pulang Pita cerita tentang Jan dan hadiahnya, tapi mama seperti Gina mereka tak percaya Jan ada, itu membuat Pita sedih, tapi itu tak lebih buruk karena sekarang Pita dihukum, Pita dititip di rumah ape Odeng dan ape Ibo.

Don't Let Your Dreams be Dreams


gambar: di sini


Oktober  2002
Aku benci kelasku. Aku benci sekolahku. Aku benci guru-guruku. Lebih dari segalanya aku benci teman-temanku yang pintar (katanya) dan juga sombong! Aku benci ketika guruku dengan nada sombongnya menyebut namaku. Ketika namaku dipanggil ... bisakah kau membayangkan nadanya? Seolah aku adalah sesuatu bukan seseorang! Aku membencinya. Nina...Nina...Nina harusnya namaku terdengar manis di lidah mereka yang menyayangiku, di lidah orang yang tak mengenalku tapi menghakimiku, namaku terasa seperti nasi basi yang ingin dimuntahkan dengan segera.
                Aku menyeret langkah malas. Aku menatap ujung sepatuku yang berdebu dan terkena berbagai noda. Menyerahkan bukuku yang bersampul kertas lilin berwarna kuning dengan hiasan stiker bunga-bunga bergliter yang juga kulindungi sampul plastik. Menurutku bukuku cantik.
                “Mana catatanmu?” Seharusnya cuma kalimat tanya sederhana, tak perlu disertai dengan tatapan mata tajam.
                “Sedang ibu pegang,”
                “Catatan Geografi bukannya diary!”
                Matanya yang melotot seolah menyuruhku untuk melihat tumpukan rapi buku-buku tulis bersampul cokelat dengan gambar siswa-siswi sekolah berseragam. Sampul cokelat kusam yang membosankan. Aku harus katakan. Aku tak bisa jadi yang tercerdas. Aku juga bukan salah satu anak-anak paling kaya di kelas. Ini terdengar payah, tapi aku cuma ingin jadi yang sedikit berbeda. Seharusnya itu sudah jelas. Ibu guruku yang sekarang berwajah bosan (dan juga menyebalkan) membolak-balik bukuku. Meraih spidol merah dan memberi nilai E “Silahkan berdiri di pojokan kelas!” kalimat pedas yang membuat hatiku memanas.
***
                Jam istirahat, saatnya aku melepas penat. Aku memilih duduk di bangkuku dan menikmati duniaku. Dunia milikku sendiri. Tapi, seseorang nampaknya ingin aku kembali ke dunia nyata.
“Boleh lihat catatan Geografimu?” seharusnya permintaan itu terdengar seperti hinaan, tapi sejujurnya ini justru adalah mimpi yang jadi kenyataan. Nata menyapaku! Okay aku benci seisi kelasku karena label kelas plus di mana anak-anak cerdas dengan nilai bagus berkumpul (kecuali aku, kata mereka aku cuma beruntung punya nilai tes bagus ketika pendaftaran masuk) tapi Nata adalah yeah Nata....my first crush! Usiaku 15 tahun, sedang mengalami masa puber dan aku memilih Nata sebagai orang yang sering berada di dalam khayalanku.
                “Boleh kulihat catatan Geografimu?” Nata bertanya sekali lagi. Aku (pura-pura) mengabaikannya. (Masih) berusaha menenggelamkan diri dalam komik serial cantik Throbbing Tonight, cerita cinta konyol tentang gadis dari dunia setan yang jatuh cinta pada cowok cuek dari dunia manusia. Kisah cinta nyaris tak mungkin tapi kau tahu komik. Apapun mungkin terjadi untuk menuju happy ending.

Minggu, 10 November 2013

Pahlawanku Lahir Hari Ini


Gambar di sini



Aku terasa terbakar dibawah terik matahari. Mataku tak sanggup berkedip memandang kobaran api yang melalap bangunan supermarket yang berada di seberang jalan. Jilatan-jilatan panas bahkan terasa di dalam diriku. Seperti para penjarah yang merampas isi yang bangunan nyaris hangus itu, sesuatu di dalam hatikupun seakan dirampas, dipaksa untuk tak lagi kumiliki. Tidak! Aku akan mempertahankannya.

“Yusnida?” suara di seberang terdengar cemas.

“Ya, aku baik-baik saja,” tapi tentu saja nada ketakutan itu pasti terdengar hingga seberang. Bukan kekacauan atau panas atau api yang berkobar. Ketakutan itu berasal dari dalam diriku sendiri.

“Kapan kau pulang?”

“Segera,”

“Aku akan menjemputmu,jika kau mau …  Aku mendengar apa yang terjadi di sana?”

“Tidak perlu,” aku mematikan sambungan telepon. Aku melangkah diantara mereka yang berlari, berteriak, cemas, bahkan ketakutan. Aku bergerak lambat diantara mereka yang bergerak menyaingi kilat. Dunia milikku berputar tenang tapi di dalam diriku ada goncangan yang memaksaku tegang.

Bagaimana bisa cinta menjadi sedemikian berbahaya?

Selasa, 05 November 2013

Karena Aku Tak Ingin Menatap Matamu



Gambar: di sini



Bagaimana kau tahu itu adalah cinta? Ada kupu-kupu dalam perutmu yang beterbangan ataukah sebuah goresan di hati saat kau tahu sudah terlalu lambat untuk menyadari?
***
Akan lebih mudah jika kami hanya bercanda lalu tertawa lepas.Tapi sekarang, hanya dengan menatap matanya aku menjadi lemas. Ekspresiku berubah menjadi memelas dan yang tak bisa kujelaskan hanya dengan memikirkannya membuatku cemas.
            “Itulah kenapa aku sangat menyayangimu!” Tawanya renyah.
            Sayang, andai sayang hanya sayang, bukan desakan hasrat untuk memilikinya sampai mati.
            “Kamu tak menyayangiku?” dia merajuk, aku hanya mengangguk.
            “Okay, baiklah. Sampai bertemu besok.” Aku pamit tanpa menatap wajahnya. Pintu itu tertutup dan aku menyesalinya.
***