(Rakendra)
Ketika
kematian tak ubahnya seperti jatuh bermimpi
Mungkin
sebuah dongeng dapat menjadi pengantar yang indah untuk sampai di ujung bumi
***
Dia melangkahkan kaki gemulainya
dengan gontai, aku tau bukan aku yang harus kembali, tapi dialah yang harus
mendatangiku untuk mengajakku kembali. Masih secantik dulu, seindah yang mampu
kukenang. Gadis, perempuan yang membuatku jatuh cinta, perempuan yang
seharusnya kuselamatkan akhir kisahnya.
Dia datang
begitu saja, seolah aku menunjukkan padanya dimana dia bisa datang untuk
menemuiku. Dia datang begitu saja dengan wajah jelita miliknya juga penyesalan
dan air mata yang membuatku tak tega dan mengubur kenangan penuh luka di hari
kita bertemu, dan sekarang, dia memelukku di tengah saudara-saudaraku; anak-anak
tanpa ayah dan ibu, anak-anak yang malang yang sama seperti diriku.
***
Di ruangan ini, aku seperti sedang
berbicara dengan dua orang pria, padahal hanya ada satu raga terbujur kaku di
sana.
Masih
ingatkah kau pada buku yang pernah kubacakan dulu? Sebuah kisah sejarah
kehidupan anak manusia yang dkisahkan dengan penuh cinta oleh ibu mereka, kini kisah
itu kubacakan sekali lagi.
Kisah
mereka di mulai dari sini……
Pernahkah kau bertanya kenapa
perempuan hina ini memilih memakai topeng wanita berhati malaikat? Aku pernah
berbuat dosa di masa lalu, merasakan penderitaan masa kanak-kanak, mencoba
memakai sudut pandang ibuku yang kehilangan anak-anaknya, menebus kesalahan
dengan cara yang mulia, menjadi ibu bagi banyak anak? Tapi taukah kau?
Penyesalan terdalamku bahwa aku tak mampu menjadi ibu bagi putra-putraku.
Adrian dan Ardian hanya dititipkan
padaku, tak ada hakku dalam mengakui mereka, walau cinta ini tak pernah
terhenti tercurah pada keduanya. Di hari pertama kelahiran mereka berdua, juga
adalah langkah awal perpisahan keduanya, karena keegoisan ayahnya, satu anak
diberi tahta, satu anak dibiarkan padaku, dijadikan cadangan untuk menjaga
kemungkinan terburuk suatu hari kelak, dan ternyata memang demikian adanya,
ayahnya seperti bisa membaca masa depan, bahwa suatu hari nanti hal tragis yang
merenggut nyawa satu diantaranya terjadi. Jujur takdir ini tak mudah untuk
dipahami, bukankah hidup memang tak perlu dipahami, tapi hanya perlu dijalani?
Adrian dibesarkan untuk menjadi
lelaki perkasa seperti ayahnya tapi aku tak ingin segalanya sia-sia, di hari
dia pergi aku menitipkan cinta yang tak terkira padanya, apapun yang terjadi,
hatinya akan tetap suci, perasaannya akan tetap putih, aku setiap saat
mendoakan agar dia menjadi seorang yang beruntung yang percaya bahwa cinta itu
ada.
Sementara Ardian dibawah asuhanku,
tapi tak pernah kukatakan bahwa aku adalah ibu kandungnya, sebuah rahasia yang
kugenggam teguh sampai nanti di hari saat kumati, ini lebih karena janji pada
lelaki yang sangat kucintai. Tak perlu dikhawatirkan, Ardian hidup dengan penuh
sentuhan kasih sayang, bersama orang-orang yang dicintainya, bersama
saudara-saudara tanpa ikatan darahnya. Bolehkah kukatakan satu hal? Beberapa
kemiripanmu dengan Ardian yang tak bisa kulupakan?
Kalian sama-sama mencintaiku dengan
sepenuh hati, terima kasih.
***
Percayakah kamu bahwa darah itu
lebih kuat ikatannya dari apapun juga? aku percaya manakala kedua saudara yang
terpisah itu bertemu muka, terkejut dan pastinya saling bertanya-tanya, di
belakangku mereka melakukan sebuah permainan rahasia, saling bertukar tempat
merasakan kehidupan yang berbeda, ya aku mengetahuinya, anak-anak berumur sepuluh
tahun takkan bisa berdusta dengan baik, tapi kubiarkan mereka dengan
kepura-puraannya, mereka bertukar tempat dan menikmatinya, seorang ibu tau
segalanya, saat mereka bertukar tempat aku juga sangat menikmatinya, selalu ada
alasan untukku bisa merasakan bahagia saat bisa berada dekat dengan kedua
putraku secara bergantian, dan putraku Adrian juga merasakan itu. Kadang dia
akan berbuat nakal, agar diberi hukuman! Kamu masih ingat hukuman yang ibu
berikan untuk anak-anak di panti asuhan?
Bukan berdiri seharian penuh di
sudut ruangan, bukan disuruh menuliskan ratusan kata maaf penuh penyesalan.
Tapi kalian hanya perlu bicara saja berdua denganku di ruanganku, kita hanya
bicara seperti orang dewasa, aku membenci hukuman, semua orang membenci itu
kan? Tidak ada satu orangpun yang suka dihakimi, setiap orang ingin dipahami,
itulah sebabnya …agar aku tau apa yang membuatmu melakukan kesalahan, setiap
kesalahan tidak terjadi secara kebetulan, setiap kesalahan pasti punya alasan,
dan tentu saja penyelesaian.
Masih ingat setelah kita bicara?
Maka aku akan membuatkanmu segelas cokelat hangat dan memberimu beberapa keping
kue kering, dan kamu juga boleh menangis di pangkuanku!kata siapa anak
laki-laki tak boleh menangis? Aku mengizinkan setiap laki-laki dalam hidupku
untuk mengungkapkan emosinya. Dan hal itu berlaku juga pada Adrian, aku tau
bahwa anak itu adalah Adrian ketika dia melakukan banyak kenakalan agar dia
bisa punya alasan untuk bisa menangis dipangkuanku, mendapatkan rangkulan
hangatku, mendapatkan kasih sayang seorang ibu, sesuatu yang tak pernah
diperoleh dari hidupnya di balik istana ayahnya.
***
Mereka beranjak dewasa, dan tak
pernah kupikirkan sebelumnya, saat mereka jatuh cinta, apalagi pada gadis yang
sama, tak mengherankan karena permainan bertukar peran yang mereka lakukan
berjalan tahunan.
Saat itu mereka berumur enam belas
tahun, masa remaja yang penuh dengan gejolak, apalagi itu adalah tahun yang
berat, saat ayah mereka, lelaki yang dulu kucintai itu meninggalkan dunia,
dengan tragis, dalam sebuah kecelakaan pesawat pribadinya, saat dia sedang
jatuh cinta dan terobsesi luar biasa dengan mainan burung besi barunya.
Kematiannya tak hanya menghancurkan
Adrian, tapi juga Ardian, dalam lubuk hatinya Ardian juga menyayangi ayahnya,
Adrian telah bercerita pada Ardian tentang kebenaran yang tak terlalu benar,
dia memang mengatakan mereka bersaudara ayahnya pernah berbicara, tapi dalam
kisah versinya ibunya telah jauh pergi tinggalkan dunia, dan memang aku telah
meninggal, Lestari yang dulu telah mati, karena setelah kedua putraku lahir aku
berhenti juga untuk mencintai ayah mereka, jadi ketika dia pergi hanya ada
simpati dari hati, tanpa air mata, tanpa banyak berduka.
Kulanjutkan lagi tentang gadis yang
sama-sama mereka cintai, namanya Tiara, ingatkah kamu padanya? Tiara gadis
jelita bermata indah yang penuh derita, kelahirannya yang karena gender yang di
sandangnya membuatnya tak mendapat cinta ayah, ibunya meninggal di usianya yang
begitu belia, gadis yang ragu bahwa ada bahagia di dunia. Ingatkah kamu
padanya? Tiara adalah putri pertama dari laki-laki yang pernah kucinta.
Sekarang bisakah kau pahami jalan ceritanya? Yah, ketiganya bersaudara,
mengaliri darah yang sama dari ayahnya.
***
Aku teringat binar mata indah
Ardian saat bercerita kali pertama dia berjumpa dengan gadis yang membuatnya
jatuh cinta, awalnya aku tak tau siapa dia.
Dia bercerita bahwa gadis itu
secantik dewi, dan dia ingin menghapus setiap tetes kesedihan yang ada pada
diri gadis itu, Ardian bilang bahwa gadis itu merindukan bahagia, merindukan
kasih sayang sebuah keluarga. Ardian pernah membawanya kepadaku,
memperkenalkannya sebagai sahabat, dan tentu saja aku tak begitu saja percaya,
kata-kata bisa berdusta tapi sinar mata mereka saling menyimpan kekaguman.
Aku terusik dengan satu hal, Tiara,
sang gadis jelita bermata indah, selama hidupnya terlalu sering meneteskan air
mata dan terlalu takut untuk membuka kata, memilih berhenti bicara. Aku seolah
merasakan kesedihan hidupnya. Tapi aku bangga saat putraku Ardian mampu memberi
tawa pada bibirnya., menceriakan harinya yang berselimut duka.
Kisah itu terus berlanjut, dan
ketika permainan kekanak-kanakan berubah menjadi sebuah drama percintaan,
segalanya berubah menjadi lebih rumit. Tidak ada yang bisa di salahkan, setiap
orang berhak untuk jatuh cinta, setiap orang tak pernah merencanakan jatuh
cinta kepada siapa. Aku tak bisa mencegah dua orang pemuda serupa jatuh cinta
pada gadis yang sama, dan tentu saja aku akan sangat merasa berdosa seandainya
kisah cinta mereka terus berjalan.
Tak bisa terus menjalani kisah
cinta yang tak boleh terjadi, mereka harus berhenti sampai di sini. Tapi setiap
kisah cinta yang dipaksa berakhir pasti menyisakan luka, aku tak cukup tega
tapi tak bisa membiarkan mereka larut dalam dosa.
Aku berdoa semoga ada jalan keluar
untuk masalah ini. Kumanfaatkan permainan ini, aku masih berpura-pura mereka
hanya satu orang saja, padahal aku mengetahui dengan pasti mereka mengganti
peran secara berkala. Aku pikir cinta segitiga aka nada akhir bahagia, dan
cinta pada lawan jenis pasti dikalahkan oleh cinta pada sesama saudara, tapi
aku lupa gadis itu juga memiliki darah yang sama, sehingga ikatannya pun
semakin kuat terjalin, Adrian, Ardian dan Tiara terikat kuat oleh pertalian
darah yang mereka pikir hanya cinta biasa, cinta antara pria wanita, bukannya
cinta antar saudara yang seharusnya, mereka salah kaprah. Tak bisa memisahkan
mereka begitu saja.
Derita itu datang lagi, menghantam
dalam vonis yang terlalu lama diketahui, Ardian berada dalam kondisi krisis
penyakit Sirosis, umurnya tak lama lagi, tapi sekali lagi umur di tangan Tuhan,
kukuatkan hatiku untuk mempersiapkan kematian Ardian tapi aku malah kehilangan
Adrian, dalam jemputan maut tak terpikirkan, Adrian menyusul ayahnya, tapi aku
bangga atas keberhasilanku dalam menanamkan cinta di hatinya, pura-pura menutup
mata atas drama yang terencana. Adrian memang pergi tapi dia meninggalkan
hatinya untuk saudaranya, dan yah seperti rencana awal Ardian adalah pemeran
cadangan, pengganti.
Sejarah mencatat hal yang berbeda,
bukan Adrian yang pergi tapi Ardian, percayakah kau padaku bila kukatakan hal
yang sama sekali tak masuk akal ini? Keduanya masih bersama, anakku masih di
dunia, keduanya, mereka berada dalam satu raga, kamu tau kenapa? karena mereka
tak mampu untuk saling terpisah, mereka mencintai satu dan lainnya, aku tau aku
melihatnya dengan mataku, mata seorang ibu, keduanya selalu ingin menjadi diri
saudaranya, Ardian selalu ingin menjadi Adrian, dan begitu juga Adrian, begitu
ingin menjadi diri Ardian.
Kupikir sejarahnya cukup untuk
kukisahkan, boleh kukatakan sekarang apa tugas muliamu? Ada seorang gadis di
sana yang bernama Gadis, cucuku tersayang, yang tak pernah tau rahasia
hidupnya, dia buah dari dosa yang tak pernah diketahuinya.
Tahukah kau apa alasan Ardian
menciptakan kehidupan bagai dongeng untuknya? Agar Gadis yang malang tak kecewa
dengan kisah hidupnya, agar dia selalu bahagia, catatan kelam masa lalu,
mungkin akan membuatnya menderita, Ardian terlalu menyayanginya, dan memilih
untuk membawa bayi mungil Tiara menghilang bersamanya, untuk menjaga kedamaian
jiwanya.
Tapi Ardian tau, suatu saat Gadis
akan berontak dan menginginkan kehidupan luar yang nyata, saat itulah aku
meminta bantuanmu, nak…jaga dia karena kaulah yang kupercaya.
Ada yang ingin kau pertanyakan?
Mengapa tugas ini kubebankan
padamu?
Masih ingat laki-laki yang sangat
kucinta, tapi tak pernah kusebutkan namanya?
Namanya Rakendra Pranadjaja,
seperti nama depanmu, itulah sebabnya bahkan di hari pertama aku menimangmu,
aku tau bahwa takdirlah yang membawamu padaku melalui seorang ibu muda, Zara,
wanita muda yang sangat cantik, dia mencintaimu nak, tak rela meninggalkanmu,
tapi kadang ada sesuatu di dalam kehidupan ini yang tak bisa kita mengerti.
Inilah kesimpulannya, Rakendra
Pranadjaja yang memulai kisah, dan Rakendra Agastya yang harus menyelamatkan
akhir kisahnya.
Dan akulah orang yang harus
mengisahkan dongeng nyata yang dititipkan padaku untuk mengantarkan dua orang
anak menuju alam tidur abadi, tepat setelah buku harian ini selesai kubacakan,
Ardian dan Adrian kembali pada raga beku itu, bersatu seperti saat keduanya
berada di rahim suci ibu mereka.
“Kepada
kalian..aku cuma ingin mengatakan…pergilah sekarang, jangan khawatirkan mereka
yang kalian tinggalkan, mereka akan kulindungi, kujaga sampai aku mati, ini janjiku.
Tepat setelah aku selesai
mengatakannya, aku melihat tetesan air mata mengaliri pipi di wajah beku itu,
dan kusentuh bagian tubuhnya dengan lembut kuketahui mereka telah pergi menemui
Tuhan, di sana di tempat ibu Lestari juga menanti mereka. Ada keharuan saat aku
mengantarkan kedua pria dalam satu raga yang sejujurnya hanya kukenal sekilas
dan lebih banyak kuketahui sejarahnya melalui coretan tangan, rangkaian kalimat
mendalam sejarah kelam yang baru saja kubacakan.
***
Ibu Tiara dan Gadis, berdiri di sisi
peti jenasah, dalam linangan air mata, dalam hancurnya perasaan akibat
perpisahan. Tapi memang sudah saatnya untuk kedua laki-laki itu pulang pada
sang pencipta, dengan tenang seperti menuju rumah yang selalu dirindukan, dalam
perasaan lapang yang dipenuhi kasih sayang.
Tepat sebelum penghormatan terakhir,
sebelum peti itu ditutup selamanya, aku menyelipkan buku catatan itu, kenapa? Karena
aku ingin mengubur kisah itu bersama Ardian dan Adrian, agar mereka yang
ditinggalkan tak pernah tau sejarah kelamnya. Aku tak ingin ibu Tiara merasa
berdosa karena perbuatan dimana dia menjadi korbannya, dan aku juga tak ingin Gadis
terus berduka bila tau bagaimana bagaimana sejarah kelamnya. Rahasia adalah
rahasia, biarkanlah sekarang terkubur selamanya.
sedih, kirain si gadis bakal hidup terus sama ayahnya u,u
BalasHapus