Kepalaku masih merasakan denyut kesakitan
akibat hantaman benda perak yang dilemparkan oleh Gianna. Tapi sekarang semuanya
seperti berubah begitu saja, dan sekarang aku berada di tengah keluarga
Weingarden yang tengah menikmati kehangatan cinta keluarga dalam jamuan makan
malam. Semuanya normal, dan segala yang terjadi hari ini lebih mirip mimpi.
“Kalian akan tinggal bersama?” tiba-tiba
Marique melemparkan pertanyaan ke arahku, tak mempersiapkan diri, hanya
ekspresi kosong yang bisa kuberikan. Emile menggenggam tanganku, lalu tersenyum
pada semua orang.
“Segera setelah Violetta bersedia, kami
melewatkan hampir banyak waktu bersama. Vi akan meninggalkan mansion-nya segera dan akan tinggal
bersamaku, selanjutnya…”
“Maaf, tapi mungkin aku akan
mempertimbangkan ide untuk tinggal di hotel, aku harus menjalankan tugasku” Aku
ingin menunjukkan betapa antusiasnya aku pada semua orang di sini tentang masa
depanku, bukan tentang drama percintaan yang aku sendiri tak mengerti. Emile
dan aku? Aku bahkan belum sempat mengeja kata cinta dan tiba-tiba kusadari aku
menghabiskan malam-malamku di tempat tidurnya.
“Yeah ide bagus” Theodore Weingarden, ayah
Emile tersenyum padaku “kau mewarisi semangat kerja ayahmu, dear” katanya pelan sambil mengelap
sudut bibirnya dengan serbet sebelum melanjutkan mengunyah lagi.
“Aku akan membantumu, baby” Emile tersenyum padaku. aku tak ingin Emile bersikap begitu
baik dan memberikan senyum yang begitu menawan, aku tak ingin benar-benar jatuh
cinta padanya.
“Aku tak sabar ingin segera menganggapmu
saudara perempuan” kata-kata yang manis itu berasal dari bibir mungil Gianna,
dia terlihat tak berbeda dari gadis-gadis seusianya sekarang. Tapi aku harus
memecahkan segalanya, apa yang terjadi semuanya, Gianna harus memberitahukan
padaku.
***
Segera setelah makan malam aku menyusul
Gianna ke kamar tidurnya, dan akan mendesaknya untuk membicarakan segalanya.
Yang kudapatkan di sana hanyalah Gianna yang sedang berbaring di tempat
tidurnya sambil mewarnai buku My Wonderful World of Fashion-nya Nina Chakrabart,
dia terlihat seperti gadis kecil yang sedang mewarnai buku mewarnai Disney, dia
terlihat antusias dan…yeah terlalu normal, kupikir aku akan menemukannya tengah
merapal mantra dari buku Wicca atau sedang menusukkan jarum pada boneka Voodoo.
Dia
menatapku yang seakan membeku di depan pintu, dia tersenyum malu-malu, bangkit
dari tempat tidurnya, datang padaku, menggenggam kedua tanganku lalu menatap
mataku.
“Aku tau kau akan menyusulku, aku
melihatmu gelisah sepanjang makan malam, aku berterima kasih Vi” kebingungan
terasa memelukku lagi.”Kau tau, sudah lama aku ingin terbebas dari entah
anugerah atau bencana yang datang sebagai bakat padaku, mereka menyebutku
indigo, tapi aku menyebutku sebagai si bodoh, dan sekarang, setelah trance mahadahsyat itu aku tak lagi
melihat apapun, aku seolah lupa pada
semua yang pernah bisa kulihat atau bisa kuolah cepat dalam benak, sekarang
menguap, dan walau payah, tapi aku suka menjadi normal.” Gianna mengecup pipiku
cepat lalu berjalan menuju balkon sambil menyenandungkan sebuah lagu dalam nada
gembira. Aku mengikuti langkahnya sambil berpikir.
Dan otakku memutar ulang rekaman
percakapanku dengan Soraya “Aku adalah cenayang yang kini kehilangan kemampuan setelah
melihatmu yang hidup di masa lalu” Aku
sampai pada kesimpulan, misteri akan tetap sebuah misteri hingga aku yang akan
membukanya dengan sebuah kunci, yaitu diriku sendiri.
“Vi, boleh minta satu hal
darimu?”Gianna melemparkan pinta dan membuyarkan pikiranku.
“Yeah?” aku agak ragu
“Aku melihat, dari mata
seorang adik perempuan, ada pria yang begitu mencintaimu. Aku melihat binar itu
sejak pertama Emile menatapmu yang rapuh dan kebingungan saat pemakaman ayahmu,
Emile seperti ingin selalu melindungimu, jangan hancurkan hati seseorang yang
begitu menyayangimu .” Aku sungguh berharap tak mendengar permohonan seperti
itu, tapi yang kulakukan hanyalah menatap mata identik Gianna dengan Emile, dan
kurasakan bahwa ada hal yang tak bisa kutolak begitu saja di sana, namun separuh
hatiku berkata, aku harus menyelesaikan kisah lainnya, kisah yang belum
kutemukan jawabannya, entah bagaimana nantinya, kupikir memang ada hal yang
harus lebih dulu kujalani, sesuatu yang pasti.
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar