Keterangan
Buku:
Judul : Sing Me Home
Penulis : Emma Grace
Desain
Sampul : Orkha Creative
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tanggal
Terbit : Jakarta, 2016
ISBN : 978-602-03-3571-1
Jumlah
halaman: 272
Blurb:
Selain
menghadapi ibu yang tidak setuju dirinya menjadi penari. Gwen harus menerima
fakta yang lebih menyakitkan: Hugo, cowok yang selama ini dekat dengannya,
ternyata memilih gadis lain. Gwen sadar ia mesti mempertahankan impiannya
menjadi penari professional, meski masih patah hati.
Di tengah situasi itu, Gwen harus mengikuti audisi tari
yang sangat penting. Dan di sana, ia bertemu Jared yang mengabadikan tariannya
dalam selembar foto. Sejak itu, nyaris tiap kali, Jared menemaninya latihan
tari. Cowok itu memasuki hidup Gwen, dan hidup Gwen tenang kembali.
Namun, bagaimana kalau jauh di dalam
hati Gwen, Jared hanyalah pengganti Hugo? Bahwa Hugo-lah yang sebenarnya ia
inginkan.
Review:
Beruntungnya menjadi Gwen,
memiliki keluarga; Ma dan Pa yang menyayanginya, memiliki Hanna, sahabat
terbaik yang mungkin bisa dimiliki seorang remaja seusianya, memiliki bakat
menari hebat dan yang terpenting adalah memiliki Hugo, seorang cowok yang dekat
dengannya dan yang menunjukkan bahwa cowok itu memiliki perasaan sayang
padanya.
Hanya saja, kesempurnaan kadang tak
menjadikan sebuah kisah menarik dan di sinilah ‘bumbu’ dramanya. Ma, tak
mendukung bakat menari Gwen, tak peduli seberapapun berbakatnya putrinya itu.
Dan, ada Corrine, sahabat masa kecil Hugo yang menyayanginya Hugo lebih dari
rasa sahabat. Hugo yang baik dan (yaampun tipe cowok idaman banget) memilih
untuk bersama Corrine yang tengah sekarat.
Bagi saya, cerita ini memiliki
hal-hal yang saya sukai. Keluarga multi
culture, bakat seni dalam diri tokohnya, saya harus bilang saya penggemar
komik seri Mari-Chan dan Marrionate yang membahas tari khususnya balet, sahabat
perempuan yang berhasil melewati saat-saat kritis sebagai remaja, juga tentu
saja cowok tipe Hugo. Hanya sekadar tambahan bahwa novel remaja pertama yang
menjadi favorite saya, yaitu Looking for Alibrandi juga seperti novel ini ber-setting di Australia.
Ceritanya ringan saja, gaya
bertuturnya manis namun mengena. Hanya satu sayangnya, mungkin saya sudah
terlampau tua untuk bacaan ala remaja, karena saya yang berpikir terlalu matang
menganggap bahwa ‘dengan membiarkan waktu dan perasaan’ menyelesaikan masalah
cenderung terlalu ajaib bagi saya yang kadang terlalu sok untuk berpikir
‘segala sesuatu butuh usaha nyata’. Agak greget ketika Jared dan Corrine melepas
Gwen dan Hugo hanya karena perasaan yang tak mungkin dipaksakan. Eh, kan jadi spoiler.
Namun, bagi pembaca yang tengah
berusaha meraih mimpi seperti Gwen, novel ini bisa memberi inspirasi. Seperti
kalimat di halaman 191 yang mengatakan. “Cita-cita bukanlah sekadar cita-cita.Mereka
mendefinisikan siapa dirimu yang sesungguhnya.” Dan untuk Jared
tersayang (hehehe) saya suka sekali sih caranya merebut hati cewek dengan
memberinya buku, kenapa nggak semua cowok di dunia berpikiran sama dengannya?
Jika belum menemukan gadis untuk diberikan The Hunger Games Series-nya, boleh
deh bukunya dikirim buat saya. Sayang Jared tak saya temukan di dunia nyata.
Dan, dalam hubungan yang menyangkut
perasaan, saya sependapat dengan penulis yang mengatakan,” Hati mengerti siapa
yang mereka izinkan tinggal di sana. Seperti hati juga mengerti siapa yang tak
dapat menetap, walaupun orang itu sudah berusaha keras.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar