(Ardian)
Karena,
yang kita butuhkan hanyalah cinta, itu saja
***
Lirih suara itu menyanyikan lagu
yang dulu pernah kunyanyikan dengan ceria saat kumenghiburnya, sebuah lagu lama
dari band Inggris yang paling aku suka, The Beatles. Terkenang lagi hari-hari
yang terlewati saat dia sedih maka aku akan bernyanyi untuk membuatnya
melupakan pedih.
Love,
love, love, love, love, love, love, love, love.
There’s
nothing you can do that can’t be done.
Nothing
you can sing that can’t be sung.
Nothing
you can say but you can learn how to play the game
It’s
easy.
All You Need is Love judulnya, dan
apa yang dikatakan lagu ini membuatku percaya.
There’s
nothing you can make that can’t be made.
No
one you can save that can’t be saved.
Nothing
you can do but you can learn how to be you
in
time – It’s easy.
Aku ingin bernyanyi bersamanya,
dulu dia tak pernah mau membuka suaranya, mengalahkan kebisuan yang menjadi
tembok pertahanannya, dan akhirnya sekarang dia mulai berani untuk berkata-kata
lagi, sungguh..bahkan kata terima kasih terasa masih kurang member arti.
All
you need is love, all you need is love,
All
you need is love, love, love is all you need.
Love,
love, love, love, love, love, love, love, love.
All
you need is love, all you need is love,
All
you need is love, love, love is all you need.
There’s
nothing you can know that isn’t known.
Nothing
you can see that isn’t shown.
Nowhere
you can be that isn’t where you’re meant to be.
It’s
easy.
Seandainya kini aku berada
dengannya, dan bersama menikmati waktu yang indah, bukan berada di dimensi
berbeda.
All
you need is love, all you need is love,
All
you need is love, love, love is all you need.
All
you need is love (all together now)
All
you need is love (everybody)
All
you need is love, love, love is all you need.
Dan
yah…yang kita butuhkan hanyalah cinta…
***
“Masih ingat saat kamu menyanyikan
lagu ini? Hanya untuk melihat senyumku?” Tiara bertaanya, suaranya adalah suara
terindah yang pernah menyentuh telinga, seandainya saja sejak dulu dia tak
memilih membisu.
“Tentu saja aku mengingatnya, segala hal yang pernah kita lewati bersama
adalah kenangan yang tak pernah kulupakan” itulah yang ingin kukatakan tapi
pasti takkan dapat didengarkan.
“Tapi kadang kamu menghiburkan
dengan cara yang berbeda…bermain yoyo dan bercerita tentang benda-benda indah
di angkasa” Dia berbicara lagi, aku tak ingat kenangan itu.
“Itu adalah kenangannya bersamaku” bisik Adrian, hanya bisa
terdengar olehku.
“Bangunlah Ardian…aku sudah memilih
untuk mebuka suara, aku mematahkan sumpahku untuk terus membisu demi hanya
ingin melihatmu sembuh”
“Seandainya
bisa…aku akan berusaha…Tuhan punya rencana…dan aku tak punya daya”
***
Tiba-tiba aku merindukannya,
putriku, gadis kecilku, seolah waktu terlalu lama berlalu, atau memang karena
dimensi berbeda hingga waktu terasa tak begitu tersadari olehku. Seperti
meminta sesuatu pada Jin milik Aladin, aku melihatnya di sana, ragu-ragu
memandang dari balik kaca, wajah indahnya menatapku dari jauh dan ragu,
seandainya aku bisa membukakan pintu, aku ingin dia datang dan memelukku,
menemuiku dan menemui…wanita yang seharusnya dipanggilnya, ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar