(Tiara)
Kita
pahami, keajaiban itu tidak untuk dunia nyata
Kita
mengerti bila memaksakannya mungkin akan menimbulkan luka dan kecewa
Tapi,
setidaknya kita telah mencoba untuk percaya
***
Satu
hal yang tidak kumengerti tapi kini tak ingin lagi kupahami, bahwa…apa yang
membuat Ardian pergi, dan membawa bayi yang bukan miliknya pergi bersamanya,
bayi yang kini menjelma menjadi Gadis jelita. Itu bukan bayinya, itu bukan
putrinya, bukan darah dagingnya, tapi dari segala yang dikisahkan bahwa Gadis
dibesarkan dengan penuh cinta, bahwa semua cinta di dunia seolah tercipta
untuknya, dan tercurah dari pria yang bukan ayahnya tapi pria yang mencintaiku,
dari jauh dengan cara yang tak pernah kutau.
Selang
waktu berlalu dari kabar duka yang sejujurnya cukup kusyukuri, karena membuatku
bertemu mereka yang kupikir tak pernah kumiliki, lebih dari seratus hari hingga
terhitung kini, dan walau ada bahagia saat bersama Gadis dan ayahnya tapi
hatiku kadang sedikit bertanya, di mana pemuda itu? Rakendra, pemuda yang
mempertemukanku dengan bahagia dari masa laluku. Ingin kubagi bahagia bersalut
pedih bersamanya, karena kita sama, dalam dukaku dia ada tapi mengapa dalam
bahagiaku dia entah dimana.
***
“Papa
tersenyum” Gadis membuyarkan lamunanku, ini senja hari dan dia pulang sekolah
dari tadi, dia menikmati hari-harinya kini, walau harus kami akui masih tetap
ada sedih karena Ardian belum sadarkan diri, ini lebih dari seratus hari dan…aku
tak ingin mengatakannya bahwa dia akan mati, aku tau mungkin seharusnya dia
sudah pergi, tapi…mungkin ada hal yang belum terpenuhi, entah apa.
Aku
meneliti wajah Ardian, dia tersenyum dan seperti cerah di beberapa bagian
wajahnya, kening dan pipi, tapi tetap, dia tak terbangun lalu…
“Ma…”
Gadis sedikit ragu.
Aku
menatapnya.
“Apa?”
“Percayakah?”
“Jangan
katakan”
Aku
seolah membaca pa yang dipikirkan putriku.
“Papa
membesarkanku dengan dongeng, dan…aku harap dongeng itu memberitaukanku
kebenaran.”
“Gadis”
aku membelai rambutnya. “Kadang kita harus berpikir rasional”
“Mama…kadang
kita perlu menciptakan keajaiban”
“Buatlah
agar semuanya masuk akal”
“Tapi
kejaiban tidak pernah masuk akal”
“Baiklah”
aku menyerah “berarti kamu percaya…bahwa …”
“Cium
papa ma, Putri tidur bangun dari tidur panjangnya karena sebuah ciuman, dan putri
saljupun sama” Gadis terlalu antusias, apakah zaman sudah berubah? Aku ingin
mengatakannya bahwa itu tak bisa kulakukan, aku dan ayahnya belum pernah
terikat pernikahan, tapi tak ingin kukatakan.
“Ma…please”
“Gadis”
“Aku
akan melihat ke arah lain” dia berbalik dan masih tetap memaksa untukku
melakukan sesuatu yang ragu untuk kulakukan. Dan walau aku tau ini hal yang tak
masuk akal, tapi demi putriku akan kulakukan, aku ingin ada sebuah kehidupan,
agar kita bersama, seperti sebuah keluarga, jika aku boleh berharap, tapi…ragu
ini harus kulepaskan, dan aku mencium bibir itu, dan…….ciuman hanya ciuman,
jujur aku merasakan getaran, dan jujur aku merasakan merasa jantungku berdegup
kencang, tapi ketika aku menyentuhkan bibirku pada bibirnya yang tak bergerak…aku
kecewa, dia tidak membuka mata, aku mengulanginya, lagi, dan dia masih tak
membuka mata, dan apa yang kulakukan? Aku menangis, Gadis ikut menangis.
Mungkin kejaiban itu tak ada mungkin sudah saatnya merelakannya dengan mencabut
segala penunjang hidupnya, walau dalam lubuk hati, pasti menyimpan rasa tak
tega.
lanjut deh, tinggal sedikit lagi. yeah! :D
BalasHapus