Hal yang paling
menyenangkan dari menjadi seorang remaja adalah…
Kamu mulai bisa
menentukan warna-warni untuk duniamu sendiri
***
Julia
Robert mengatakan “masa remaja menghantamku!” sementara Charles Dickens bilang
“masa remaja itu masa terindah juga masa terburuk” Tapi aku punya definisi
berbeda tentang masa remaja, karena aku sedang menjalaninya, buatku masa remaja
adalah saat yang tepat untuk menentukan warna-warna apa saja yang akan kamu
pilih untuk mewarnai hidupmu!
Nasib, takdir, ataupun kesempatan yang nantinya
akan kita jalani menurutku seperti sekotak pensil warna, begitulah, dan tugasku
mulai sekarang adalah menentukan warna-warnanya, jika hidupku sebuah kanvas
putih maka aku harus mulai memilih, aku hanya tak ingin hidupku terlalu hitam
putih, buatku itu sungguh mengintimidasi, terlalu signifikan, terlalu benar
salah, aku suka memandang sesuatu yang indah, dan keindahan akan kutemukan
melalui banyak warna.
***
Aku
sangat menyukai gelak tawa seusai sekolah, saat kami berjalan pulang bersama,
aku dan teman-temanku selalu berjalan melewati sebuah studio foto kecil, dan semuanya
dimulai dari bisik-bisik yang berubah menjadi gossip yang akhirnya sampai
ditelingaku, salah satu temanku
mengatakan bahwa ada cowok keren yang baru saja bekerja di studio foto yang
selalu kami lewati sepulang sekolah, dia seusia kami.
“Unyu-unyu!”
kata Nina
“Cool” kata Pipiet
“Perfect” kata Mila
Dan
apa kataku “dia…cukup menarik”
“Tapi
jangan ada yang jealous dan envy saat tuh cowok jadi pacar gue” kata
Tita, dengan senyum misteriusnya.
Well, perkataan Tita tak terlalu menjadi
masalah, karena… awalnya tak terlalu tertarik, tapi setelah berkali-kali curi
pandang saat melewati tempatnya bekerja membuatku ketagihan, hahaha sesekali
ketika apes itu menyerangku, aku malah tersandung saat…alih-alih melihat jalan
di depanku, tapi sibuk melirik kearah cowok yang sehari-hari lebih suka memakai
t-shirt berwarna biru, baiklah,
kusebut dia Biru.
Kupikir
si Biru cukup menarik, karena…. cowok
keren banyak, tapi cowok ini menurutku sedikit berbeda dari kebanyakan karena
lagi-lagi info dari teman-temanku membuatku mulai tau tentang si Biru, dia mau
bekerja part time untuk membantu
keluarganya, ayahnya telah tiada…dan kupikir dia cukup dewasa karena mau mulai
untuk bertanggung jawab diusianya yang begitu muda.
Terlalu
dangkal bila aku bilang bahwa aku tertarik karena si Biru punya tampang dan
juga sikap cool yang bikin
cewek-cewek penasaran tapi…yeah begitulah, tapi aku suka melihat sorot mata
teduhnya saat menghadapi sekumpulan cewek cekikikan yang selalu punya alasan
baik yang konyol maupun tak masuk akal untuk menuju studio foto itu, aku suka
bagaimana caranya menghadapi kami tanpa merasa risih karena tatapan mata menggoda dan tingkah centil teman-temanku sejujurnya
sungguh menunjukan betapa labilnya kami sebagai remaja, ah sudahlah, remaja
adalah remaja kadang kami bersikap seakan tak punya logika. Tapi aku tak mau
mengatakan bahwa aku mulai jatuh cinta, aku hanya…katakanlah terpesona, dan
pesona itu berwarna …biru cerah.
***
Aku
hanya terlambat mengakuinya! Okay, aku menyukainya, dan sayangnya aku tersadar
tiba-tiba tepat setelah Tita mengatakan…
“Gue
jadian!” katanya dengan girang, dan pipinya merona merah muda, di saat itulah
aku kecewa, tapi tak ingin kutunjukkan, teman yang baik haruslah bahagia ketika
temannya bahagia, tapi bagaimana? Apa aku harus membohongi rasa?
Awalnya
berniat untuk melupakannya, tapi…setiap kali melihatnya sepulang sekolah, aku
tau aku tak pernah bisa benar-benar menghentikan otakku untuk terus memutar
fantasi romantis, tapi…sudahlah, dia bersama sahabatku, ada rasa cemburu, dan
cairan bening yang menetes di hati saat Pipiet mulai bercerita kisah cintanya
membuatku yakin, cemburu itu berwarna Kuning.
***
Tak
mampu mengkhianati sahabat tak sanggup mengingkari rasa, aku memilih menjadi
pengagum rahasia, mengirimi si Biru SMS dan berlindung di balik dunia maya,
berpura-pura dan bersembunyi dari realita. Walau pada akhirnya si Biru dan Mila
memilih mengakhiri kisah, tapi…sebagai “sahabat tempat curhat tak terlihat” aku
merasa terluka, karena…si Biru hanya berbicara mengenai Mila, Mila, dan Mila,
ada kecewa tapi…setidaknya aku dekat dengannya walau hanya dalam sandiwara
penuh rahasia yang berwarna Jingga.
***
Akhirnya di dunia mayapun aku
menyerah, mencoba lagi melupakannya, aku tak terlalu peduli, apalagi di sana
dia mulai merajut kisah dengan kakak kelasku, lagipula ada juga cowok lainnya,
yang sialnya adalah sahabat si Biru! Lingkaran pertemanan membuatku berteman
dan akrab dengan si Biru, pada akhirnya, tau kenapa dia mendekatiku, disaat aku
bersama sahabatnya???
“Put…Mila
apa kabar?”
Dia
hanya ingin tau tentang Mila saja! Begitu besarnya rasa untuk Mila, seperti
warna Merah yang menyala-nyala.
***
Entah
bagaimana prosesnya tapi yang aku ketahui, aku mulai menjauh dari sahabatnya,
dan si Biru mulai menjauh dari pacarnya, awalnya karena topik Mila…tapi
kemudian kedekatan kita berubah menjadi saling tukar menukar perhatian, apalagi
dalam pembicaraan kami mulai saling berbagi harapan, hingga… kejadian di malam
itu, saat alunan lagu romantis yang dinyanyikan di konser band lokal yang kami
saksikan, tiba-tiba saja si Biru menghentikan euphoria khas remajaku yang
sedang menikmati lagu demi lagu, si Biru menyentuh tanganku dan semuanya hening
di telingaku…saat dia menatapku, dan mengatakan….
“I Love You!” Well, aku tak tau bagaimana warnanya yang jelas seperti warna
ledakan kembang api di akhir konser malam itu, yang berujung ledakan kekecewaan
di hatinya, aku menolaknya tepat setelah dia bilang “are you gonna be my girl?” beberapa waktu kemudian, tepat di hari
ulang tahunku! Apakah aku membohongi diri dengan menolaknya? Entahlah! Hanya
ada rasa ketidak percayaan saja, kupikir dia masih belum sungguh-sungguh
melupakan Mila lagipula… alasanku tepat! Aku belum siap pacaran!
Kita
tidak berakhir dengan perang dingin, seperti es batu yang membeku, penolakanku,
menjadikan kita… malah memiliki hubungan lebih baik dari sebelumnya, karena… di
masa depan kami ingin menekuni bidang yang sama Fotografi, kami bemimpi ingin
menjadi fotografer professional, memiliki cita-cita itu adalah hal yang hebat,
tentu saja, dan taukah kamu apa warna cita-cita? Hijau Tosca yang indah!
***
Sekolah
dan banyak kegiatan membuat kami fokus dengan kehidupan masing-masing,
komunikasiku dengan Biru memang tak selancar dulu. Aku ingin fokus pada
sekolahku, dan ketika aku memutuskan untuk memperdalam bahasa Inggrisku di
Kampung Pare, lama tak ertemu karena jarak yang jauh aku mulai bersama
teman-teman baru, tapi…walau begitu si Biru tak bisa benar-benar hilang dari
ingatanku, di waktu-waktu tertentu aku suka berbicara tentangnya dengan
teman-teman lainku; menceritakan siapa si Biru, bagaimana si Biru dan bagaimana
dia menarik ulur hatiku, fiuuuuh tapi teman-temanku juga menikmati curhatku,
tak kusangka, salah satu temanku yang juga adik kelasku tertarik dengan si
Biru, dan…bodohnya aku! Aku membiarkan dia berkenalan dengan si Biru, awalnya
hanya memberikan nomor handphone-nya, setelah itu………………hatiku berubah abu-abu
setelah pulang dari Kampung Pare dan mengetahui si adik kelasku jadian dengan
si Biru, huh…seperti ada lebam biru di sudut hatiku.
***
Mungkin
sudah saatnya untuk melepaskan rasa yang berkali-kali tak kucoba sangkal dan
hindari, jadi enough is enough
segalanya berlalu bersama birunya Januari, segala sedih dan galau hati
seharusnya pergi… mungkin Biru bukan warna yang tepat untukku, mungkin aku
perlu warna lainnya…yang mungkin lebih indah bila kucampur dengan warna-warna
yang telah kupunya, Sekarang aku ada di lembar kedua tahun ini, Februari,
banyak warna merah muda di sini… aku masih di sini, menunggu warna baru yang
akan lebih tepat untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar