Pagi
ini sebuat timpukan dari gumpalan kertas kuterima lagi, sudah sebulan ini dan
aku cukup bersabar dibully oleh
makhluk menyebalkan penghuni bangku di pojokan kelas, makhluk tengil dengan
senyum jail, makhluk yang anehnya membuatku jatuh cinta dan itulah awal dari
segala kebodohan yang kulakukan.
Seharusnya
…kalaupun aku menyukainya lebih baik aku menyimpannya di hati saja dan bukan
malah mengungkapkannya di Valentine lalu, memberinya cokelat praline buatanku sendiri juga
menyertainya dengan kartu Valentine cantik yang kutorehkan kalimat-kalimat
cinta lewat tulisan tanganku yang indah.
Riyas namanya, cowok paling berkuasa di
sekolah, karena…yeah dia pemilik tahta tertinggi startifikasi sosial sekolah,
dan aku siapa? Cuma gadis biasa, polos dungu yang jatuh cinta pada raja sekolah,
dan kini aku hanya bisa menanggung malu karena dia mengetahui perasaanku! Betapa
bodohnya aku dan betapa sialnya kehidupanku, lagipula pertanyaan besarnya,
haruskah hatiku memilih Riyas untuk kucintai?? benar-benar pilihan yang salah
total!!!
“Jelek!” dengan seenaknya dia
memanggilku, aku mengabaikannya, karena …yeah aku mengabaikannya sebulan
belakangan ini, karena…aku menutupi malu atas kebodohanku! Cukup jelas agar aku
tak perlu lagi mengulanginya.
“Elo bad hair day apa sedang PMS?” dengan jailnya dia malah menanyaiku,
sambil menarik kuncir kudaku! Aku benci ketika seseorang menyentuh rambutku, okay, aku mengalami bad hair day, itulah kenapa aku menguncirnya, dan yeah perhatikan
jerawat di mukaku, yeah aku sedang PMS, dan pagi aku bangun dalam keadaan yang
tidak menyenangkan, orang tuaku perang lagi saat sarapan pagi, aku berharap
mereka segera berpisah, aku lelah dengan semua sandiwara juga drama mereka, setelah
itu, saat aku menginjakkkan kaki di sekolah, kupikir keadaannya akan berubah
ternyata sama saja, satpam sekolah malah menghukumku karena terlambat, hey! Padahal
gurunya aja belum muncul batang hidungnya.
“Geghe!” Riyas memanggilku lagi dan
aku malas untuk meladeninya, yang jailnya makin bertambah parah! Aku tau dia
melakukan segalanya hanya untuk membuatku marah dan membencinya, dia tak
menyukaiku itulah sebabnya setelah pengakuan tolol di Valentine lalu, dia
habis-habisan mengerjaiku hanya untuk membuatku ilfeel, bodohnya aku, Riyas tak punya hati, tak bisa mencintai,
kecuali mencintai kodok mati dan serangga-serangga dalam lab Biologi.
“Elo kenapa sih?” keliatannya Riyas
mulai bête, aku masih bertahan untuk tak menganggapnya ada.
“Ghe…” dia memanggilku.
Aku diam dan sok menyibukkan diri
dengan PR Matematika, yang sengaja kucek ulang padahal kutau jawabannya sudah
benar.
“Ghe…”
Aku mencorat coret kertas cakaran,
pura-pura menghitung ulang
“Elo kenapa sih? Muka elo jelek tau,
cemburut mulu!” dia bicara dalam nada tinggi dan membentak, aku tersentak, dan
menatapnya, sepertinya dia juga tak menyangka bahwa teriakan itu berasal dari
bibirnya, kurasa dia sendiri terkejut atas apa yang dilakukannya. “Hmm…sorry” ucapnya cepat, dia tersenyum
untuk menyelamatkan keadaan, aku ingin membalas senyumannya tapi ragu, namun
pada akhirnya aku tersenyum juga
“Yeah Geghe…” dia tertawa geli, sial
aku masuk dalam jebakannya, dia malah tertawa mengejek dan menarik hidungku dan
gelak tawanya membuatku merasa marah, apalagi banyak mata di ruangan kelas
mulai menatapku dalam tatapan yang seolah mencela, aku tau saat itu wajah kuterasa
panas, dan pastinya berwarna merah padam.
“Geghe, elo kenapa sih?” dia bertanya
lagi masih dengan nada mengejek kekanak-kanakkan , senyum jail menghiasi
wajahnya, kerlingan matanya entah mengapa membuatku tersinggung luar biasa,
pagi aku seperti merasakan ledakan emosional maha dahsyat!
“Dementor mengisap kebahagiaanku,
puas?” tak menyangka apa yang kulakukan, aku malah menjawab dengan marah dan
tanganku melempar wajahnya dengan kotak pensil yang terbuat dari kayu, terkejut
atas apa yang kulakukan, tak mengerti dengan keadaan yang terjadi begitu cepat,
aku hanya mendengar ringisan kecil, dan Riyas keluar kelas cepat-cepat, sempat
ingin menyusulnya tapi aku mengurungkan niat saat guru matematikaku masuk
kelas.
***
Angka-angka di papan tulis seperti
membentuk senyuman mengejek Riyas, konsentrasiku diganti rasa bersalah dan
kekhawatiran. Aku tak ingin Riyas mengalami patah tulang hidung atau yang lebih
parah…
“Gevindra, kerjakan soal nomor
selanjutnya!” bu Atiqah membuyarkan lamunanku, dan aku terpaksa menuju papan
tulis untuk menjawab soal dan mencoba mengenyah Riyas dari otak.
Sepanjang pelajaran Matematika Riyas
tak kembali juga, begitu juga dengan pelajaran Sejarah, entah dia ada di mana
saat bel istirahat berdering aku mencarinya di kantin, berharap menemukannya,
aku hanya ingin minta maaf, aku tak ingin dihantui rasa bersalah, sayangnya,
aku tak menemukan dia dimanapun juga, oh Tuhan!
***
Bel tanda istirahat usai dan pelajaran
berikutnya segera dimulai membuatku gelisah, Riyas belum kembali juga,
teman-teman di kelas yang kutanyai hanya menjawabku bisu atau hanya mengangkat
bahu, aku tak suka bagaimana mereka memperlakukanku, sebulanan ini gara-gara
Riyas semua menganggapku musuh!
Aku tak tahan lagi, di saat pelajaran
terakhir usai, dan kelas benar-benar kosong aku menumpahkan segalanya,
kekesalanku, marahku, ketakutanku, menjadi lelehan air mata yang mengalir di
pipi, biasanya aku kuat menahan emosi tersedihku, tapi kenapa hari ini aku tak
sanggup lagi, Riyas memang menyebalkan! Tapi
mendengarnya meringis karena kesakitan saat kotak pensil yang sedang kugenggam
ini menghantam wajahnya mau tak mau membuatku mengkhawatirkan keadaannya.
Tak peduli, kali ini aku hanya ingin
menumpahkan sedih hati yang kumiliki. Aku membenamkan kepalaku untuk
membiarkanku menumpahkan pedih.
Di tengah tangisku aku mendengar
langkah kaki mendekatiku.
“Jelek!” suara yang kukenal membuatku
mengangkat kepala dan menatap wajahnya, jailnya masih sama, hanya ada tambahan
plester berwarna putih di bagian hidungnya!
Aku ingin tertawa saat tau dia
baik-baik saja.
“Puas elo hancurin aset gue yang
berharga?” dia nyengir jahil, aku mengamati wajahnya, bahkan dengan tambahan
plester konyol di hidung dia tetap Riyas yang selama ini kusuka, lama aku
menatap wajahnya, terbius indah senyum dan rupanya, tapi tiba-tiba sesuatu
menghantam wajahku, tepat di hidungku, sedikit pusing saat benda keras itu mengagetkanku,
mataku perih hingga air mata tiba-tiba membahasahi pipi lagi, aku tidak cengeng
hanya saja benda itu menghantamku dengan cukup keras, benda persegi dan panjang
itu jatuh di mejaku, aku menatap benda itu, sebatang cokelat bar favorite-ku.
“Satu sama Ge! Elo udah rasain kan
sakitnya?” dia malah berlalu dan tertawa-tawa, tapi di dekat pintu dia
berhenti, menatapku dan dia bicara lagi.
“Cokelat bagus untuk mengobati orang
yang kebahagiannya habis dihisap Dementor” dia tertawa kecil “gue bela-belain
bolos buat nyariin cokelat favorite
elo, happy white day Ge, itu balasan
buat cokelat Valentine elo kemaren” nada suaranya lebih halus sekarang “kalo-kalo
elo mau gue antar pulang, gue tunggu elo di parkiran…sorry karena gue udah bikin elo jadi korban bully seisi kelas selama sebulan ini…dan elo sukses jadi cewek
tangguh! Dan hari ini gue cuma pengen
bilang gue sayang sama elo!” setelah itu Riyas benar-benar berlalu, dan aku
dengan cepat membereskan buku lalu menyusulnya dengan buru-buru.
:::HAPPY WHITE DAY:::
Gambar :Ranze &
Makabe (Throbbing Tonight, Koi Ikeno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar