“…hai…apa yang harus kukatakan
padamu? Secara umum orang-orang mengucapkan apa kabar sebagai pembuka awal
pertemuan, buatku…itu sangat bodoh karena di awal pertemuan kita seharusnya
ucapan selamat tinggallah yang harus kukatakan karena sekarang kau terbaring
kaku, jiwamu telah ke surga, hanya jasadmu yang tertinggal dan beku” aku menghela
nafas dan meneliti raga yang terbaring dalam peti mati, yang entah mengapa
terlihat hanya seperti seseorang yang sedang tertidur, dengan seksama kucari
apa yang sama diantara kami. “Sebenarnya hubungan apa yang terjalin dianatara
kita? Ayah dan putrinya? Kau bahkan tak memberiku nama belakangmu! Tapi terima
kasih, bagaimanapun juga sumbangan benihmulah yang membuatku bisa menghirup
wangi dunia, walau aku ingin bertanya, apakah hal itu cukup untukku memanggilmu
ayah?”
“Hmmmmm….apa
aku harus menangisi kehilangan akan dirimu? Aku bahkan tak pernah merasa
memilikimu…seandainya semasa kau hidup kita pernah bertemu, aku mungkin takkan
punya alasan untuk berbagi waktu denganmu, tapi ada satu hal yang membuatku
yakin bahwa kita sama, aku mewarisi sikap keras kepalamu, jadi…aku tak perlu
memberimu kecupan kecil di pipi atau sedikit tetesan air mata. Aku berada di
sini, lebih karena mereka memintaku, itu
saja. Selamat jalan, jiwamu akan tenang di sana, sampaikan sejuta cintaku pada
malaikat surga.”
Aku
seperti melihat diriku, tapi bila itu diriku lalu siapa aku? Apakah ada ilusi
yang terasa begitu nyata? Aku masih melihatnya, itu aku dalam balutan lace dress hitam, dan rambut yang
diangkat ke atas. Aku yang berdiri dihadapanku tak menangis tapi berusaha
mengangkat dagu tinggi-tinggi di tengah sorotan mata mencela yang seperti
meneriakkan “si anak haram”. Hey aku bukan anak haram, aku hanya putri resminya
dari wanita yang dinikahinya.
Aku kebingungan, dan ini tentu saja
bukan karena pengaruh jetlag parah,
tapi karena kenyataan dan mimpi yang terasa berada dalam satu dimensi yang
terjadi secara bersamaan, seperti halnya… aku yang kulihat di depanku adalah
makhluk hologram.
“Aku turut berduka cita, Miss De Lancey, ayahmu pria yang hebat”
seseorang menyalamiku, aku bahkan tak tahu harus berkata apa karena anehnya aku
menangisi kepergian ayah yang bahkan nyaris tak pernah kukenal.
***
“ Aku bersih, nyaris setengah tahun
ini!” aku berkata cepat dan tak sabaran “Aku tak percaya pada segala keanehan
yang terjadi pada diriku, entah mimpi atau ilusi tapi aku melihat diriku
disana, dalam keadaan yang nyaris sama, saat kematian ayah, tapi yang kami
lakukan berbeda, aku melihatnya Soraya, dan aku…aku merasa entah apa aku gila?
Percayalah setelah rehab aku tak lagi
….segalanya seperti efek…yeah saat aku menikmati Whiskey, Shabu, dan juga rokok
Marijuana dalam waktu bersamaan, tapi percayalah, kau tau aku bersih sekarang
ini, kau tau kadang aku tak waras tapi…percayalah….”Aku tak mengerti dengan apa
yang kualami, aku perlu meyakinkan diriku, tapi yang kutau aku masih
dibingungkan oleh hal tak masuk akal yang terjadi padaku.
“ Vio, dear…kamu hanya bersedih dan terlalu lelah, perjalanan panjang dan
berita duka yang begitu tiba-tiba, segalanya seperti sebuah hantaman, kamu
terhempas, kebingungan dan…sebaiknya kamu beristirahat, aku merasakan
penderitaanmu.” Sebuah kecupan hangat menyentuh puncak kepalaku dan Soraya
meninggalkanku dalam keremangan gelapnya kamar tidur yang asing bagiku, tapi di
saat bersamaan aku tau bahwa inilah tempatku untuk kembali pulang setelah pergi
sekian lama.
Bersambung
masih part awal, belum mucul konflik-konfliknya hmmm... masih pemanasan :D
BalasHapuspemanasan dulu,sambil tungguin cippa selesai mid test :P
Hapus