Seminggu berlalu dengan begitu cepat, seperti roda yang berputar,
setelah hari yang datang begitu tiba-tiba itu, aku masih mencoba memahami apa
yang terjadi.
Aku dan Soraya berhadapan dalam diam, menikmati sarapan terakhir
kami, sebelum dia pergi, kembali pada kehidupan lama kami, tapi dia pergi
sendiri. Karena aku tetap di sini.
“Mereka menulis tentangmu!”
Soraya memberiku sebuah Koran dengan ragu, ada kecanggungan diantara kita,
dimulai sejak aku beranjak dewasa dan mulai jadi pemberontak yang
merepotkannya. Aku menerima Koran darinya dan aku melihat gambar diriku saat
melakukan penghormatan terakhir pada jenazah ayahku seminggu lalu, aku
membacanya.
Selamat Datang Kembali di Kota New
York, Miss De Lancey
Turut berduka cita atas
kehilangan mendalam untuk Miss Violetta Carenina De Lancey, putri tunggal dari
Vladmir De Lancey, multi jutawan yang baru saja meninggal karena serangan
jantung yang begitu mendadak. Kehidupan pribadi keluarga De Lancey yang sangat
tertutup tiba-tiba seperti terbuka lebar saat gadis muda menangisi jenazahnya,
putri tunggalnya, untuk pertama kali hadir ke hadapan publik yang selama ini
bertanya-tanya tentang kehidupan pria pemurah yang banyak menyumbangkan
hartanya untuk masa depan anak terlantar di dunia ketiga, korban perang,
penderita kanker hingga beasiswa pendidikan.
Miss De Lancey, meninggalkan New York
beberapa saat setelah kelahirannya yang menewaskan ibunya, untuk hidup bersama
saudara ibunya, Soraya Jenner di sebuah pulau eksotik di Indonesia, dan
sekarang dia kembali dengan segala keglamouran
yang bisa dia nikmati dengan warisan ayahnya. Hadir dengan tiba-tiba dengan
membawa pesona bidadari tropisnya, Violetta De Lancey akan membuat publik jatuh
cinta padanya, atau mungkin juga dia takkan jauh berbeda dengan para sosialita
hedonis seusianya yang akan menciptakan skandal…bla…bla…bla…
Tak ingin meneruskan membaca, aku melipat Koran dan
menatap tajam pada Soraya, tatapan yang berarti aku membutuhkan jawaban atas
segala kebingunganku.
“Dear…”
“Katakan segala hal yang tak kalian ingin untuk kuketahui
sebelumnya, rahasia atau apapun namanya! Aku selalu ingin tau kenapa aku dibawa
pergi jauh dari ayahku”. Aku berkata cepat, seakan ketika mengatakannya lidahku
terasa bergesek dengan benda tajam yang menyakitkan, hingga baik untukku mengatakannya
dengan segera.
“Kami menyayangimu, dan ingin menyelamatkanmu, harus
kukatakan. …” ada jeda karena sebuah keraguan yang kuyakini alasannya. “Aku bukan
saudara ibumu, aku hanya pelayan untuk keluargamu” suaranya bergetar saat
mengucapkan kalimat itu. “Aku hanya bertugas membawamu jauh untuk
menyelamatkanmu”
“Dengan membawaku pergi jauh? Menyelamatkan hidupku?” Ada
apa ini? Bahkan di saat terakhir yang bisa kita lalui bersama, sebuah rahasia
seperti diungkapkan begitu saja, tanpa peduli apa aku siap menerimanya.
Tapi seketika seolah apa yang
terjadi selama ini memberikan semua jawaban yang kubutuhkan. Sejujurnya aku tau
bahwa hidupku seperti sebagian mimpi dan kenyataan, aku selalu merasa antara
sadar dan tak sadar, dalam keadaan trance,
dalam kekacauan mimpi dan halusinasi di tengahku terjaga. Aku tau ada yang tak
beres dengan diriku, hingga bukan salahku, ketika hidupku dipenuhi hal yang
menjijikan, kehancuran moral, pelarian pada kehidupan liar, berlindung di bawah
alkohol dan obat. Sekuat tenaga Soraya menjagaku tapi begitu mudah bagiku untuk
menghancurkan diriku. Seperti naluri alami, seperti sesuatu yang harus
kujalani. Masa muda diantara kebingungan dan kekalutan, aku bahkan nyaris tak
tau dimana aku harus berdiri, dan ke arah mana harus melangkahkan kaki.
“Kami menyayangimu” Soraya bangkit dari tempat duduknya,
menghampiriu, membelai rambutku lalu mencium keningku. “Aku menyayangimu…. Ibu dan
ayahmu tanpa sengaja menemukanku di jalanan, suatu hari beberapa bulan sebelum kelahiranmu,
saat itu aku hanya gelandangan kotor yang memiliki kemampuan melihat apa yang
tak terlihat, dan…yeah… kedua orang tuamu mempercayai apa yang dilihat kedua mataku. Aku adalah cenayang yang kini
kehilangan kemampuan setelah melihatmu yang hidup di masa lalu” Soraya menghela
nafas “Orang tuamu berpikir, aku bisa menyelamatkanmu, tapi sayang itu diluar
kuasaku.” Soraya menggeleng.
“Apa yang kau lihat?” aku menyambar pertanyaan dengan cepat
“Kutukan masa lalu untuk masa depanmu” dia mengatakannya
dalam nada rendah yang nyaris seperti bisikan itu nyaris membuatku ketakutan. Aku
ingin tertawa karena tak percaya, tapi sebenarnya hatiku meyakini kata-katanya.
“Kutukan apa?” ini
membuatku antusias dan mulai menghubungkan kenehan yang terjadi selama ini. Aku
mulai percaya tentang keanehan dalam bentuk mimpi yang menyerupai realita itu
mendatangiku nyaris setiap waktu, yang semakin lama terasa semakin dekat dan
nyata.
“Sudah waktunya dear…kau
sendiri yang harus mencari jawabannya, mengurai rumit jalan ceritanya, susah
dikatakan tapi inilah kutukan yang harus…kuharap kau bisa menyelamatkan dirimu,
sendiri tanpa aku, aku menyayangimu selalu” sekali lagi Soraya menciumku, aku
melihat air matanya menetes, ingin kuhapus tapi tak sanggup, karena aku sendiri
bahkan tak sanggup menghapus air mataku.
Aku menyayanginya, walau aku
telah begitu banyak membuatnya tersiksa, aku menyayanginya walau tak ada
hubungan apapun diantara kita, karena kadang ikatan darah bisa di dapat dari
mereka yang menyerahkan hati dan kesetiannya pada kita, kukira aku bisa
memilikinya sebagai pengganti orang tua, tapi sekarang, aku tau kami harus
berpisah.
Soraya tergila-gila dengan
pulau tropis, dengan suasana, pantai dan romantismenya. Aku tau aku telah
menyita hidupnya selama ini. Inilah waktu yang tepat untuk berpisah, waktu yang
tepat untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku akan merindukan
seseorang yang dulu pernah kupikir ingin kubenci.
:::Bersambung:::
Gambar : Kitty Gallanaugh
aku baru baca nih padahal di tagnya udah lama hehe lanjut ah :D
BalasHapus