Keterangan Buku:
Judul :
Semusim, dan Semusim Lagi
Penulis :
Andina Dwifatma
Editor :
Hetih Rusli
Desain Cover : Rio
Tupai
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan :
I, April 2013
Tebal : 232 halaman
ISBN :
978-979-22-9510-8
--
Pemenang Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012 --
“...ditulis
dengan teknik penceritaan yang intens, serius, eksploratif, dan mencekam.”
(Dewan
Juri Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012)
Surat Kertas Hijau
Segala
kedaraannya tersaji hijau muda
Melayang
di lembaran surat musim bunga
Berita
dari jauh
Sebelum
kapal angkat sauh
Segala
kemontokan menonjol di kata-kata
Menepis
dalam kelakar sonder dusta
Harum
anak dara
Mengimbau
dari seberang benua
Mari,
Dik, tak lama hidup ini
Semusim
dan semusim lagi
Burung
pun berpulangan
Mari,
Dik, kekal bisa semua ini
Peluk
goreskan di tempat ini
Sebelum
kapal dirapatkan
Sitor
Situmorang, 1953
Dari
sebuah sajak, seorang penulis memindahkan suatu baris dan menjadikannya suatu
judul, lantas melanjutkannya dengan kalimat demi kalimat, yang akhirnya
terbentuk menjadi roman ini. Saya kira itulah cara yang baik untuk merayakan
keberadaan kata, di tengah dunia yang lebih sering tak sadar bahwa kata itu
ada, sehingga menyia-nyiakannya. Namun menulis bukanlah satu-satunya cara,
karena masih ada cara lain untuk merayakannya, yakni membacanya. —Seno Gumira
Ajidarma
***
Dibacanya
tak lama, tak sampai sehari juga kelar. Yang menyebalkan dari membaca adalah
kadang kepala ini sering menjadi sok,
sengaja membagi dua sudut berpikirnya; sebagai penulis dan sebagai
pembaca.
Sebagai penulis saya mencoba
mereka-reka bagaimana si penulis menyusun kisahnya, saya menganggap Andina
Dwifatma adalah seorang penimbun fakta, pecandu trivia, pengoleksi kutipan yang
untuk menjadi novel seolah caranya menyusun seakan dia hanya menyusun puzzle
yang direkatkan dengan imajinasinya.
Sebagai pembaca saya menemukan bahwa
sekilas citarasa Haruki Murakami melekat. Keluarga disfungsional, anak yang
dibesarkan oleh buku dan limpahan informasi tanpa filter agama, moral,
nilai-norma. Kesepian, keterpurukan, dan ketiadaannya harapan yang selalu
disangkalnya. Si aku mencoba mempercayai hanya pada apa yang hanya ingin
dipercayainya.
Mengenai karakter. Si aku adalah...
banyak penulis menurut saya juga menjalani hidup seperti apa yang si aku alami.
Meletakkan kepercayaan berlebihan pada apa yang dibacanya, pada informasi yang
dianggapnya benar ( entah itu berlaku hanya bagi saya pribadi, ya ya ya saya
tumbuh besar derngan membaca apa saja dan cenderung mudah percaya pada apa yang
saya baca dibanding orang asing yang saya temui di dunia nyata) tapi jika
seseorang mampu menciptakan karakter semacam itu artinya ada banyak orang
semacam itu di luar sana. Si aku hanya dia yang seharusnya mendapatkan cinta
yang berhak didapatkannya. Ini nanti berkaitan dengan pesan yang dibawa buku
ini.
Tentang karakter kesukaan saya
Muara, adalah nama karakter yang seandainya dia nyata, dia adalah orang yang
dengannya saya ingin bertukar perasaan (Terbaca pendekatan emosionalnya
-_-) Muara dia yang akan membicarakan
Bob Dylan, menceritakan sejarah musik blues, berkaos dengan wajah Rabinranath
Tagore. Saya sungguh meluangkan waktu untuk bertukar topik menarik dengan
lelaki yang juga digambarkan dengan
sangat menarik.
Sejak awal ketidakwarasan si aku
sudah tampak, tapi arah menuju pada kegilaannya disajikan dengan serius dan
eksploratis seperti kata Dewan Juri Sayembara Menulis DKJ. Novel ini layak
juara, hanya saja... kenapa harus menyelesaikan novel itu begitu segera? dan
mengapa surealis yang hadir di tengah-tengah 'agak mengacaukan' sisa cerita?
Dan memang isi buku 'menceritakan'
tentang kutipan dari Darmanto Jatman; "Semua anak ada ibu-bapaknya,
kecuali impian. Semua pasangan ada jantan ada betinanya, kecuali
kenyataan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar