“Pangeran kodok elo datang, Al” seorang
cowok bertubuh jangkung dengan tampang jail, seenaknya saja menowel tubuh Alana
“Cipok gih! Biar jadi manusia! Tampang si kodok ngorek aja lebih oke daripada
cowok elo, gimana ceritanya elo bisa pacarin Kodok berkaca mata itu?” setelah
itu tawa penuh ejekan mengakhiri sebuah kisah cinta, Alana, tak bisa apa-apa
selain ikut tertawa dengan teman-teman se-gank-nya,
sementara Atilla, melangkah secepat kakinya bisa membawanya pergi dari tempat
dia baru saja dipermalukan, hari itu sebuah kisah cinta berakhir tanpa kata,
tapi dalam hati Atilla dan Alana, mereka merasakan ada sesuatu yang patah dan
berdarah, yang rasanya membuat mereka begitu menderita.
***
Alana
Lebih
dari satu semester lalu, aku berada dalam siksaan perang dingin yang membuatku
menggigil! Ada rasa tak tahan ingin dan ingin mengakhirinya, tapi bagaimanapun
juga aku tak mau terlihat seperti pecundang! Apa aku harus mengalah pada hati
dan siap jadi bahan ejekan teman-temanku lagi? rasanya sungguh menyakitkan
membohongi perasaan demi sebuah pertemanan, ikatan aneh ini layakkah disebut
teman? Saat aku harus bersama mereka, tersesat di jalan yang salah hanya demi
kejayaan masa SMA, tergabung dengan sekelompok pemuda bermasalah memang terasa keren
tapi ….ini membuatku terpaksa membohongi nurani.
Aku
melihatnya di sana, melangkah seperti biasa, menuju perpustakaan, sementara aku
masih di sini duduk di kantin, tertawa dan melakukan apa saja yang kami
suka…tapi tak aku nikmati, sesungguhnya … masalahnya, aku adalah bagian dari
kelompok ini, sial! Seharusnya sejak awal aku tak boleh ambil langkah ini,
sengaja melakukan permainan hati, demi sebuah candaan tak bermoral, demi sebuah
taruhan.
Aku
masih ingat kata-kata Nugi saat itu “Al, kalo elo bisa pacarin si juara umum
sekolah, selama satu semester ke depan elo yang jadi bosnya” dan akhirnya, si
gadis tomboy ini, melakukannya, memenangkan pertaruhan tapi mengorbankan
perasaan, pada akhirnya…dilemma antara cinta dan solidaritas persahabatan, tapi
sekali lagi harus kupertanyakan! Inikah persahabatan?
Atilla
Harusnya sejak semula aku tak percaya
begitu saja, ketika Alana menggoda, Alana adalah Alana, kami berbeda! Dia gadis
sejuta masalah, dan aku seseorang yang diharapkan untuk masa depan cerah, tapi…aku
menyerah ketika dia menawarkan rasa…
Seandainya aku bisa seperti mereka,
tertawa-tawa tanpa memikiran rumus Fisika atau Kimia, tanpa kacamata dan
menguasai ilmu Sejarah, siswa SMA yang normal adalah mereka, dan aku hanya si
kutu buku payah! Pantas saja aku mudah diperdaya dalam sandiwara.
Alana
Mengenang
masa lalu …tidak baik untuk kejiwaanku, setidaknya itulah menurutku, sekarang.
Yeah mengenang pangeran kodok berkacamata yang berdiri tak jauh dari tempatku
duduk bersama kawananku itu, membuat mood-ku rusak parah, pecahan-pecahan
kenangan tentangnya memenuhi otakku saat ini, apalagi ketika sosoknya sedekat
ini denganku, tapi sejak peristiwa itu, dia seperti tak melihatku, aku tak
lebih dari makhluk transparan penasaran di matanya! Sebenarnya aku tau …aku
bisa membaca otaknya. Otaknya seperti gasing dalam raga bekunya, okay kita
sudah cukup lama menipu diri kita sendiri, dan yeah selamanya begitu. Ini
salahku dan takkan termaafkan, memang menghargai orang lain bukanlah sifat
alamiku, setidaknya bila dulu aku sedikit saja mau jujur pada hati, tak
mengikuti keinginan sesat para sahabat, mau sedikit bertoleransi pada nurani,
juga mau melumerkan kepala batuku…mungkin saat ini aku tak sedang menatapnya,
tapi disisinya menggenggam tangannya.
Atilla
Kalau
perasaan begitu penting…kenapa begitu banyak orang yang mengabaikannya? Menganggap bahwa ia tak memilikinya.
Padahal akupun tau apalagi dirinya, bahwa dia merasakannya, tapi dia memilih mengabaikannya, terus menerus
menipu diri. Tapi aku adalah lelaki, memilih untuk tak dicintai daripada tak
dihargai!
Alana
Seandainya setiap orang bisa membagi
cintanya pada orang yang tepat maka hanya akan ada sedikit kisah cinta yang
berakhir dengan perang dingin. Seandainya yang kucintai adalah lelaki
sejati, bukan cowok melankolis parah tentunya Valentine ini akan berakhir romantis,
bukannya membuat sudut hatiku menangis!
***
“Al, ex-boy friend elo tuh!” riuh suara di sudut kantin dari sekelompok biang
rusuh sekolah membuat banyak mata mulai memandang ke arah mereka.
Alana, si cewek manis tengah berperang
dengan batinnya, haruskah dia mengakhiri segalanya ataukah memperbaiki keadaan?
Tapi…ketika sebuah ide kriminal khas pem-bully
sekolah muncul dari salah satu otak teman se-gank-nya…mau tak mau Alana, mengikutinya, Alana, mungkin gila dan
lebih suka menipu diri dan hatinya.
“Al, pengen ngasih hadiah Valentine
untuk si Froggy, nggak?” cowok keriting bongsor bertampang bandel menyerahkan
sebuah bola baseball. Alana tetaplah
Alana dia tau maksud temannya dan dia juga tau harus memilih yang mana, dan
pilihannya adalah melawan hatinya, karena ia meraih bola baseball dari tangan kekar temannya, lalu menuliskan sebuah kalimat
dengan spidol bertinta merah “HAPPY VAL’S DAY FROGGY!” dan melemparkannya
kepada seorang cowok berkacamata yang berada sekitar lima meter di depannya,
yang sejenak terkejut karena bola itu menghantam kepalanya seketika.
Si cowok yang dijuluki Froggy, menatap
gadis yang melempar bola itu, dia bisa membaca isi hati gadis itu hanya dari
matanya, dia menggeleng perlahan saat menatap ke dalam mata orang yang
melemparinya. Tapi dengan segera dia mengalihkan situasi, dengan memungut bola
di lantai dan membaca kalimat singkat disana, dia tersenyum sesaat, lalu
mengantongi bola mungil itu, dan dia menganggap itu memang kado Valentine
untuknya, minimal menurutnya, itu terlempar dari tangan gadis yang dicintainya,
dan diketahui juga masih mencintainya.
:::THE END:::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar