Citra Rizcha Maya & Selsa Rengganis
Jika cinta itu masih
milik kita
Pada akhirnya kita
pasti akan bersama
***
Dering telepon itu membangunkanku,
membuyarkan mimpiku, tentang satu-satunya sosok wanita yang aku rindukan. Di
layar teleponku, gambar wanita itu berkelap-kelip, (jangan tanyakan mengenai
foto wajahnya, aku mengambilnya di akun jejaring sosialnya), seolah-olah dia
baru saja keluar dari dalam mimpiku. Yah telepon darinya, dan tidak ada alasan
untukku tak mengangkatnya, dia bahkan sering menelponku di waktu-waktu tak
biasa, kapanpun maunya, memang, akan selalu ada waktu untuknya, walau kadang
tak mendengarnya bicara, hanya suaranya memuntahkan isi perutnya, saat dia
terlalu mabuk sepulang pesta, atau saatnya menangis karena hal-hal yang tak
pernah kumengerti, karena dia tak pernah mau membagi sedih, dia akan ceria
ketika dia berbicara tentang hal-hal yang disukainya, itu adalah obrolan yang
paling kusuka, aku mencintai caranya tertawa, seakan aku melihat wajahnya
tertawa di depanku, bukannya kita terpisah ruang dan waktu.
“Damar, gue jetlag parah, but surprise!
I’m home! By the way, happy Valentine Day! Love You, jam makan malam gue
tunggu! Please…lewatin malam
Valentine ini sama gue ya. Okay, Lovemissubye”
Dia bahkan tak menunggu jawabanku,
karena pada saat itu aku bahkan belum mencerna kata-katanya, antara percaya dan
tak percaya akhirnya dia kembali juga, pulang. Dan dalam hatiku, aku sudah
mengatur rencanaku untuk menemuinya, dia takkan berdusta, ini 14 Februari
bukannya tanggal 1 April.
***
“Happy Vals Day” dia mengucapkan untuk
yang kedua kalinya hari ini, tapi kali ini secara langsung dan diberi tambahan
kecupan kecil di pipi. Budaya barunya membuatnya berani, dalam diriku masih ada
sedikit ragu, apalagi selama ini kita tak pernah bertemu.
“Happy Vals Day Brilly”aku membalasnya,
tanpa ciuman, hanya sebuah tatapan dalam ke mata indahnya yang membuatku
terpesona, betapa aku merindukannya, dan masih antara rasa percaya tak percaya,
akhirnya aku melihatnya di depan mata, tampak berbeda, lebih dewasa, lebih mempesona.
“Apa kabar?” kali ini aku menjabat tangannya
Dia
tak menjawab dengan kata-kata tapi dengan ekspresi wajah, dia menunjukkan tawa
lebar khasnya yang masih kuingat jelas. Aku tau sejak dulu, dia selalu bersikap
seolah semuanya baik-baik saja, dia selalu menunjukkan wajah bahagia. Aku tau
wajahnya berdusta seperti yang selalu dilakukannya, seperti juga aku yang
selalu berpura-pura untuk tertipu kebohongannya. Bagaimana bisa dia selalu
memakai topeng bahagia seperti dulu? Brilly, ternyata waktu memang tak banyak
merubah dirimu…
***
Walau
saat berkomunikasi via perantara kami sungguh akrab, tapi saat bertemu muka,
ada kegugupan aneh yang kurasa menyiksa. Seusai makan malam dalam diam, kami
duduk di sofa merah yang menghadap ke arah TV plasma sambil menikmati sparkling wine kesukaannya, tapi
segalanya …tiba-tiba merubah segalanya manakala otakku memutarnya lagi, kenanganku
delapan tahun lalu di tempat yang sama dengan suasana berbeda seolah
menyaksikan memory itu melalui layar
televisi, saat Brilly masih gadis polos dengan wangi gula-gula, bukan wanita
dewasa dengan wangi parfum yang menggoda.
Tubuh kami masih basah karena
kehujanan sepulang sekolah, dan sepanjang hari itu kami tertawa-tawa hingga
lelah. Brilly mengajakku pulang ke apartement-nya, seperti biasa, sepi, orang
tuanya lebih mencintai pekerjaan dibanding putri satu-satunya.
Hari iu kami cukup mendapat banyak
masalah di sekolah, kami harus sembunyi dari para pengagum Brilly, dan akupun
juga harus begitu, ikut serta bersembunyi bersamanya, karena, tebaklah! apa yang paling dibenci cowok berusia belasan
yang tengah jatuh cinta? Cowok lain yang paling dekat dengan pujaan hatinya,
dan aku adalah orang terdekat Brilly.
Kami berbaring di lantai yang
dilapisi karpet berbulu tebal yang nyaman, sambil menikmati cokelat-cokelat
yang kudapat dari adik-adik kelasku yang pemalu, jadi ketua OSIS berarti kamu
juga jadi idola bagi para cewek cupu, walau tak sekeren para atlet baske, tentunya.
Aku masih ingat apa yang dikatakan
Brilly hari itu.
“Gue nggak sabar untuk jadi dewasa,
jadi bebas, dan bisa pergi serta melakukan apa saja yang gue suka”
“Gue pengen selamanya elo kayak
gini, biar elo nggak tinggalin gue” itu yang aku katakan, tapi siapa kami saat
itu? aku cuma sahabatnya, yang dipilihnya karena aku berguna untuknya saat
menghadapi ulangan ataupun butuh contekan instant untuk PR yang dikerjakan
sebelum sekolah dimulai. Sementara Brilly, dia Queen Bee sekolah, kadang aku
tak percaya, aku bisa seakrab ini dengannya, kadang juga merasa bersalah saat
aku memasukkannya ke dalam fantasi romantis khas pemuda puber.
Saat itu dari jendela kaca besar
kami melihat gerimis hujan di luar sana, dan dari stereo terdengar lagu favorite
Brilly kala itu, When You Say Nothing At All-nya Ronan Keating, kemudian tanpa
kusadari Brilly berbalik dan bergerak mendekatiku, lalu menciumku, tepat
dibibir, aku masih ingat bagaimana rasa ciuman itu, berasa seperti cokelat yang
baru saja kami makan “Happy Vals Day, Damar!” ucapnya singkat. Itu kejadian
paling tak terlupakan dalam hidupku, karena itulah hari terakhir aku bertemu
dengannya sebelum dia mengikuti ibunya ke luar negeri, setelah perpisahan
dengan ayahnya, setelah itu kamitak
pernah bertemu sama sekali , walau tak pernah putus komunikasi lewat
telepon, email, ataupun jejaring sosial, dan juga…melalui koneksi hati
***
“Gimana
hidup elo?” Pertanyaan dengan kesan canggung yang kaku.
“Fuckin’ Funtastic” katanya sambil
berderai tawa manja, aku tau dia ingin mencairkan suasana.
Aku
tak bisa mengalihkan pandangan saat dia terlihat begitu jelita, aku ingin
memeluknya dan melepaskan segala rasa yang ada, semuanya, sekarang.
“
Menikmatinya?...errr…hidup elo… maksud gue…!”
“Bisa
berhenti bersikap seakan kita orang yang baru ketemu? Gue benci ngeliat elo
bersikap kaku!” dia meninju bahuku.
“Segalanya
baik-baik saja Bril?” entah mengapa aku mempertegas lagi pertanyaanku.
Brilly
terdiam, melepaskan pandangannya dari wajahku, dan memilih memandangi Stiletto-nya
yang berhak 17 centi.
“Elo
tau semuanya Dam, gue cerita kan?” dia menyesap Wine-nya dalam satu tegukan
cepat. “Hidup gue berantakan! Gue merindukan pulang, gue kangen banget sama
elo” dan tiba-tiba saja dia memelukku, lalu menangis di bahuku.
Kubiarkan
dia menangisi apa yang harus ditangisinya, setelah puas menangis dia melepaskan
diri dari pelukanku, lalu mencabut tissue
dan mulai menghapus air matanya, walau basah, wajahnya tetap mempesona.
“Gue
nggak pengen pergi…gue nggak pernah pengen” dia terisak “Tapi harus” dia
menghela nafas “Dan segalanya berantakan disana” dia menangis lagi, aku menariknya
ke dalam pelukanku, membiarkan dia menumpahkan apa yang menjadi beban batinnya.
“Gue
menggila, dan menjadi sesuatu yang bukan diri gue sendiri, mungkin gue belom
pernah cerita tentang masalah ini…” dia terisak “…gue malu Dam…” Aku mengusap
kepalanya, aku merasakan wangi shampo-nya seperti perpaduan mint dan chamomile.
“Jangan
rusak Valentine-nya dengan menangis” aku mencoba menghiburnya.
“Boleh
bikin pengakuan?”Dia menatapku, seakan meminta persetujuan” Baiklah gue mau
bilang secara terang-terangan, sejak dulu gue suka sama elo, okay?” diucapkan
secara cepat hingga nilai rasanya terasa hambar, seandainya dia mau
mengucapkannya perlahan, seakan lidahnya menikmati kata per katanya. “Ini
tiba-tiba, tapi yang gue tau, cuma elo yang selalu ada buat gue bahkan saat
kita pisah, saat gue dengan kehidupan liar gue di sana dan elo dengan masa
depan cerah dengan jalan yang lurus-lurus saja.”
“Kedengarannya
hidup gue membosankan” aku tak pandai berkomunikasi apalagi dalam keadaan
seperti ini.
“Damar,
dengerin gue! Gue berasal dari keluarga disfungsional, elo tau, dan setelah
nyokap gue kawin lagi dengan selingkuhannya, segalanya tak lebih baik” saat
mengatakannya dia menahan tangisnya, dia memaksa diri memandang langit-langit.
“Gue mengalami pelecehan seksual dari bokap tiri gue, dan sampai akhirnya gue
nggak tahan, tapi nyokap nggak percaya sama gue, gue pengen pulang, balik
kemari, tapi elo tau bokap gue kawin lagi, gue sendiri tanpa siapa-siapa, usia
gue masih muda, cuma elo yang ada, walau gue nggak pernah cerita tentang
hal-hal yang gue biarin aja jadi rahasia.”
Aku
mengangguk, hanya itu yang bisa kulakukan pada saat dalam dadaku ada rasa iba,
sekaligus sakit hati atas orang-orang yang menyakitinya.
“Gue
nggak tau harus bagaimana!” itu kalimat terakhir yang diucapkannya. “Pulang
kembali ke sini adalah langkah berani, menurut gue! Gue nggak punya siapa-siapa
lagi selain elo! Sebentar” Brilly bangkit dan berjalan menuju meja, dan
mengambil sesuatu di sana, setelah itu dia kembali dan membawaan sebuah scrapbook.
“Harusnya
gue ngasih ini delapan tahun lalu” dia tersenyum walau wajahnya masih basah
karena air mata.
Aku
menerimanya, dan membalik-balik halamannya, foto-foto kami di masa lalu, saat
tawa ceria masih milik kami bersama.
“Dulu…gue
tau bahkan kalopun elo nggak bilang tapi dari segala yang loe lakuin ke gue
adalah nunjukkin kalo elo sayang sama gue, hari ini gue datang, ditengah
keputusasaan hanya untuk tau satu hal, apa Valentine gue delapan tahun lalu,
bakal jadi Valentine gue sekarang, karena dulu gue belum sempat mengatakannya,
tapi jika tidak…”
“Bril…”
lidahku kelu, dan segalanya terasa begitu cepat, belum sempat terolah di
kepalaku.
“Dam,
gue cuma pengen mencoba mencari peruntungan dimasa lalu, makanya gue kembali, gue
pengen tau apa masih ada cinta atau tidak dimuka bumi?” Brilly terdengar serius
ketika mengatakannya.” Orang kayak elo nggak akan bilang, tapi..anggap aja kalo
gue cuma pengen muasin rasa penasaran dengan berwisata romantis ke masa lalu,
sebelum gue… menikah” dia memperlihatkan cincin dijari manisnya. “Ada seseorang
disana yang nunggu, tapi gue pengen pulang, untuk cinta yang tak sempat gue
ucapkan, supaya gue nggak nyesal” dia menangis.
Aku
tak yakin, seakan ini sebuah permainan
“Seandainya
gue denger kata ajaib itu dari bibir orang yang gue harap mengatakanya sejak
dulu” dia sungguh-sungguh dan menatap dalam pada mataku “Mungkin gue bisa
ngerubah langkah, agar nggak ada sesal dimasa depan”
Aku
mengerti sekarang, dan merengkuhnya sekali lagi lalu berbisik “If I tell you I love you, can I keep you
forever?”
:::Happy Valentine Day:::
Gambar : Google
casino keren bgt cerita nya so sweet..
BalasHapus