Seandainya ini seperti pertemuan teman
lama, maka kejadian tak secanggung ini, tapi ini adalah pertemuan tak terduga
dengan orang yang kutemui begitu saja dan kupikir takkan kutemui lagi.
“Well,
terima kasih” Alfredo menatapku, ada rasa tak nyaman saat matanya bertemu
pandang dengan mataku.
“Untuk apa?”
“Karena telah membawa matahari bersama
dengan kedatanganmu” sebuah kiasan yang tak kumengerti, dia mencium tanganku,
bersikap sopan dan gentleman adalah
salah satu daya tarik laki-laki, tapi kini, aku tak ingin membahas hal ini
lebih jauh lagi.
“Aku datang untuk menyerah” aku sungguh
putus asa.
Dia tertawa sopan, seakan ini lelucon yang
perlu ditertawakan.
“Aku senang bertemu lagi denganmu…dan
mungkin saja …kita bisa mengulang pengalaman liburanku dulu.” Dia mengamatiku
yang berdiri kaku.” Tak mengira bertemu lagi denganmu…dan…”gaya bicara pelan
dan diperlambat.
“Bisakah kita menyelesaikan masalah ini
secepatnya?” aku sungguh tak sabaran.
“Satu-satunya masalah di sini adalah…bagaimana
bisa mimpiku semalam tadi langsung menjadi nyata di pagi hari? dan demi
kesopananku, izinka aku untuk mengundangmu sarapan” dia menggandeng tanganku,
dan membawaku keluar dari rangan itu menuju taman belakang, di sana seorang
pria yang kuyakini sebagai Mongardini senior telah menunggu.
***
“Putri De Lancey yang fenomenal” bicara
dalam nada datar yang misterius, suara beratnya nyaris terdengar sama dengan
suara Alfredo. “Duduklah…aku yakin tidak ada satu orangpun yang menolak untuk
sarapan bersama Mongardini, apalagi jika kepala mereka berada di bawah ancaman pistol”
Alfredo menarikkan kursi untukku. Mau tak
mau aku duduk di sana.
“Silahkan nikmati sarapanmu nona muda”Alfredo
berbisik di telingaku dengan nada menggoda, aku merasakan bibirnya menempel di
daun telingaku.
Mongardini menuangkan kopi untukku.
“Minumlah…tak beracun”Alfredo melemparkan
pandangan menggoda dari ujung meja. Sejujurnya aku membutuhkan kafein, jadi
bukan ide buruk jika aku mulai menyesapnya
“Turut berduka cinta yang sangat
terlambat…untuk ayahmu…sahabat lamaku…”kali ini Mongardini bicara sambil
mengeluarkan asap cerutunya.
“Terima kasih”
“Apakah…kau harus bersikap seformal ini
untuk sahabat lama ayahmu? Bersikaplah seakan kau adalah ….putriku” dia
menatapku lama “Kau…secantik ibumu….” Pada saat dia berbicara entah mengapa air
matanya menggenang. “Semoga dia damai di surga.”
***
“Terkejut melihatku di sini?” Alfredo
menatapku, sekarang dia berdiri di depanku di halaman belakang puri Mongardini.
Nyaris tak ada jarak antara diriku dan dirinya sekarang, ujung hidung kami
bersentuhan. “Oh…apa yang harus kukatakan?” wajahnya menjauh, alis kanannya
naik dan dia menampilkan ekspresi serius yang sedang berpikir keras.
“Apa
yang kalian inginkan?” aku memberanikan diri bertanya, saat ini hanya ada aku
dan Alfredo.
“Mungkin
berlibur di pulau pribadi, bersamamu” dia menyentuh pipiku. “Lihatlah dirimu”
dia menelitiku “Siapa yang mengira…bahkan akupun tidak, tapi kembali ke New
York dan melihat wajah sedihmu di halaman depan Koran pagi dalam liputan
kematian ayahmu, sungguh “ dia berdecak “Antara percaya dan percaya, kau gadis
itu?…gadis yang menari bak penari striptease
yang kutemui di club lokal ternyata…gadis
yang menjadi…” sekarang jarinya bermain di bibirku “Aku suka penampilan
eksotismu…I miss my one night lover…anehnya…”
dia tersenyum padaku yang ketakutan.
“Apa
yang kalian inginkan?” aku frustasi dan merasa dipermainkan.
“Mongardini…menginginkan
hal yang sangat berharga…”dia mengecup pipiku sekilas, aku bergidik.
“Bunuh
aku sesegera yang kalian bisa” aku memberanikan diri untuk mengatakannya.
“Aku
bisa mengirimkanmu ke neraka segera…tapi…bukan itu yang kami inginkan…atau…yang
aku inginkan… taukah kau…betapa mudahnya membodohi Mongardini tua dan membuang
jauh Mongardini muda? Serta mendapatkan bonekanya…” dia menatap mataku lama
tanpa kedipan, seakan iris matanya yang berwarna hijau kebiruan mengirimkan
mantera pada mataku yang pada saat itu begitu ingin kupejamkan. ”Bonekaku…” dia
tertawa sambil membelai wajahku. Aku ketakutan.
“Aku
tak mengerti.” Aku berbisik lirih.
“Dalam
hidup ini, ada hal-hal yang tak harus kita mengerti…hanya perlu dijalani. Memikirkan
bagaimana cinta dan benci menggerakkan dunia…bagaimana kesalahan berasal dari
ketololan, bagaimana menciptakan kejahatan dari sebuah kebohongan” dia
memainkan ujung rambutku dan mengecupnya. “Taukah kau…betapa mudahnya
menggenggam hidup, membagikan peran untuk para budak yang otaknya telah
kumanipulasi?” dia terkekeh. “Pilihanmu tak banyak, sayang…” dia mengecup
bibirku pelan. Aku memejamkan mata, bahkan rasanya sepahit luka. Aku ingin
bicara tapi tak punya kuasa untuk membuka suara.
“Dengarkan
aku!” dia berbisik “Mudahkan aku untuk memainkanmu…Marionette-ku….atau kau lebih suka mati terkoyak seperti domba
tercabik serigala?” dia terkekeh, wajah tampannya seperti monster yang
mengerikan.
Aku
hendak bicara tapi yang terdengar hanya gemuruh nafas dan debaran jantungku
yang begitu keras.
“Violetta
De Lancey… baik buatmu untuk bersedia menjadi bonekaku…ikuti mauku…”
“Apa
yang harus kulakukan? bukankah lebih mudah membunuhku dan menghilangkan rasa
takutku?” aku memberanikan diri bicara, suaraku yang bergetar sungguh terdengar
begitu menyedihkan, tapi kutau rasa iba tidak ada dalam hatinya…oh…tapi monster tak punya hati.
“Mongardini
tua tak pernah mengirimkan perintah untuk menembak mati putri De Lancey, dia
hanya meminta untuk membawa putri De Lancey ke purinya, padanya, entah untuk
apa…Namun, sungguh polos dan patuhnya Mongardini muda, saat pesan dari ayahnya
dia telan mentah-mentah… Tak pernah dia tau bahwa aku mengubah pesannya, aku
ingin dia gagal, dan yeah dia gagal, dia tak membunuhmu! Dia merasa bersalah
karena tak patuh pada perintah ayahnya, lalu menghilang seperti pengecut,
membawamu serta” dia berbicara dalam nada yang mengalir, begitu mudahnya dia
berbicara seakan dia membicarakan hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan
nyawa. Oh Tuhan tragedi itu nyaris menewaskan Emile. ”Aku tak pernah menduga …
bahwa dia takkan tega membunuh seorang wanita …” Dia terkekeh “Mongardini kecil
yang payah, alih-alih membunuhnya seperti mauku dia malah jatuh cinta pada korbannya
“ matanya membelalak padaku “ Gadis murahan sepertimu?” tawa mengejeknya
membuatku seolah tak berharga. “Katakan padaku, apa yang terjadi diantara
kalian? Ada kisah cinta seperti apa? Mengingat adik bodohku itu nyaris tak
pernah berhubungan dengan wanita! Sungguh terkejut ketika kutau dia pada
akhirnya jatuh cinta pada gadis yang seharusnya dia bunuh”dia tertawa makin
keras ”Sungguh lelucon bodoh” dia menggelengkan kepala antara percaya dan tak
percaya “Katakan padaku Violetta!”nadanya dingin dan dalam, tak sesuai untuk
wajah tampan menawannya.
Aku
tau ini tak mungin bisa dijelaskan dengan mudah, sebuah kisah cinta singkat di
saat Massimo membawa lari tawanannya. Takkan ada yang percaya tentang kehidupan
lalu apalagi tentang reinkarnasi dan segala yang terjadi diantara aku dan dia. Kisah
Venus dan Mars akan terdengar seperti dongeng bodoh.
“Rupanya
kau mendengar pemberitaan media massa yang memang punya indera setajam anjing
pelacak…Akupun bingung bagaimana bisa mereka mencium kisah cinta diantara kami?
Well, kami di pondok kecil di tengah
hutan…”Aku mencoba menjawab dalam nada biasa, aku tak ingin lagi frustasi dan
takutku membuatnya merasa berkuasa.
“Kudengar
setelah para polisi menemukanmu, para wartawan menggeledah pondok itu dan
menemukan banyak bukti romantis di sana, kurasa salah satu kondom bekas
tertinggal di sana” dia terkekeh “Oh….mungkin kalian meninggalkan banyak lilin
beraroma lavender sisa candelight dinner?”
“Oh…” aku memutar bola mataku “Aku
mencium ada sibling rivalry di sini”
aku mencoba menggunakan nada mengejek, aku puas saat suaraku terdengar cukup sempurna
saat aku mengucapkannya.
“Apapun
yang kau katakan, aku hanya ingin satu…tujuanku tercapai. Kehadiranmu di sini
akan menjadi magnet untuknya pulang…”Dia berbicara pelan dan sedikit tak yakin.
“Awalnya aku hanya ingin dia gagal dalam bertugas, dan yeah dia gagal total,
tapi …untuk kali ini, ketika kesempatanku datang…Kau yang adalah umpanku,
justru membawa dirimu sendiri untuk menyerah…Sekarang aku tak ingin
menggagalkan rencanaku sendiri. “Senyum culas menghiasi wajahnya.
“Apa
yang akan kau lakukan?”Aku menantangnya.
“Mau
mempertaruhkan orang lain untuk keselamatanmu?”Penawaran ataukah ancaman?
“Apa
maksudmu?”Kecurigaan mulai merasukiku.
“Aku
tau kau sebatang kara…tapi kau juga punya perasaan yang berharga, jika kau mati
muda, itu terlalu mudah, tapi jika aku membunuh klan Weingarden karena aku tak
berhasil menjinakkan kepalamu apakah kau
cukup tega?” jarinya bermain di wajahku, tatapan matanya mengintimidasiku.
Aku
masih tak mengerti apa yang dikatakan suara merdu yang berasal dari lidah iblis
ini.
“Sudah
cukup dia mendapatkan seluruh cinta ayahku sejak kecil dulu, sudah cukup tahta
Mongardini buatnya. Aku bahkan nyaris tak dianggap dalam keluarga ini. Sayang…aku
bukan sampah, untuk kali ini aku takkan mengalah, jika gadis yang kusukai juga
mencintainya, aku takkan membiarkannya...baik buatmu untuk mengikuti
permainanku. Bertunangan dan menikah, segera…dengan begitu Massimo akan
menderita, buat adikku patah hati, buat dia membencimu, buat dia menderita
sedikit demi sedikit. Demi aku, demi nyawamu, demi nyawa tak berdosa karenamu,
dan juga demi nyawa adikku yang kau cintai, demi nyawanya yang berharga” Matanya
seperti menghipnotisku hingga aku berencana untuk setuju melakukan apa yang
Alfredo Mongardini ini mau.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar