Kita
saling mencintai sudah begitu lama, dan kali ini kita membuat kesepakatan untuk
saling membodohi hati. Ini berat tapi tak bisa ditawar lagi, selalu ada yang
dikorbankan untuk apa yang kita inginkan. Lebih-lebih, untuk rencana kita di
masa depan nanti.
"Kita kadang saling berselisih,
tapi berjanjilah takkan mengubahnya menjadi benci." Aku memohon padamu
yang tak mau menatap wajahku. Kamu hanya menatap ke kejauhan, dengan tatapan
tajam yang kamu takutkan akan membuatku terluka.
"Kita harus berpisah, tapi
tentu saja kamu tahu bahwa cintaku untukmu di atas segalanya." Aku
meyakinkannya.
"Lalu bagaimana dengan rencana
menua bersama?" Kamu bertanya dalam nada marah yang tertahan.
Aku terdiam memikirkan rencana yang
kita susun bersama. Membangun pondok kayu di tengah hutan buatan milik kita. Pohon-pohonnya
adalah anak kita yang kita beri nama yang kita suka dan dipadu nama belakangmu
tentunya. Kita akan menjadikan tempat itu sebagai dunia milik kita. Setiap hari
aku akan mengajakmu merayakan pagi dengan sarapan lezat yang sangat kamu sukai.
Kamu akan membuat berbagai hal dengan keterampilan tanganmu mengubah kayu
menjadi aneka bentuk yang berguna; kursi, meja, rak, lemari buku, segalanya.
Di siang hari kita akan bersitirahat
di tempat tidur gantung bikinanmu, di halaman belakang kita―sambil membaca juga
mendengar musik yang kita suka, sesekali kita akan berdansa. Aku berjanji akan
menyenangkan perutmu dengan makanan bikinanku. Aku berjanji akan mencintaimu
lebih dan lebih dari waktu ke waktu. Aku berjanji akan merasakan sedih bersamamu,
merasakan bosanmu dan bergembira ketika itu maumu.
Di malam hari, kita akan bicara
banyak tentang apa yang kita pikirkan tentang apa yang kita rasakan. Kita akan
menikmati masa tua kita bersama. Jika aku meninggal, berjanjilah tetap setia,
seperti aku setia padamu. Ingatlah aku yang selalu mencintaimu.
"Tapi, sebelum saat itu.
Marilah kita menyepakati untuk saling mengkhianati." Ada keraguan dalam
kata-kataku, lidahku tak mampu mengucapkan kalimat sederhana itu dengan mudah.
Kamu tak menjawab dan akupun tak mau
mendengarnya. Jadi, kuputuskan untuk meninggalkanmu yang terluka. Kakiku nyaris
tak mampu menopang tubuhku, tapi aku mencoba terus melangkah, dan kamu yang
kutinggalkan tak berusaha berlari untu menyusulku. Tak apa jika kamu marah,
kita sama-sama tahu sulit bagi kita untuk saling menyakiti seperti ini.
Satu-satu hal yang kutahu, kamu
memotret punggungku untuk mengabadikan kepergianku. Suara kameramu seperti
salam perpisahan yang sangat menyakitkan.
***
Aku menerimanya, sayangku. Kamera
yang berisikan foto berbagai tempat di dunia yang kau potret untuk kado
pernikahanku. Semuanya indah, tentu saja. Bakatmu memang luar biasa. Lihatlah!
apa yang kau potretkan adalah; apa yang selalu ingin kulihat, tempat yang
selalu ingin kupijak, momen yang ingin kualami. Seperti sejak hari pertama kau
kirimi aku kamera ini, aku selalu melihat ulang foto-foto yang ada di sana. Tak
ingin kucetak, bukan tak ingin menjadikannya abadi. Hanya saja, aku ingin
pura-pura melihatnya melalui matamu yang indah.
Itu wajahku, wajah bahagia di hari
pernikahanku. Senyumku, salah satu hal yang membuatmu jatuh cinta padaku. Hanya
potretku, tanpa mempelai pria yang membuatmu cemburu. Aku tahu, itu karena kamu
begitu mencintaiku.
Nama kita, namaku dan namamu di
sebuah gembok merah berbentuk hati pada sebuah pagar di Albert Docks. Mana
kuncinya? kau buang ke sungai Mersey, karena kamu percaya kita takkan pernah
kehilangan cinta sejati.
Senyum lebarmu yang menunjukkan rasa
puas dan bangga di tangga depan Studio Abbey Road. Salah satu tempat yang ingin
kudatangi, tentunya. Banyak lagu cinta yang kamu nyanyikan untukku, pertama
kali terekam di sini.
Vondelpark, dengan segar rumput
hijaunya juga bunga liarnya. Tempat terbaik untuk berbaring dan membiarkan
pikiran melayang. Untukku, penggemar berat chesse
cake kamu memotretkan chesse cake
raksasa di lobby Swissôtel Zurich.
Apa benar, sepanjang jalan Zurich beraroma cinta karena 'polusi' phennylethilamine dari café-cafe cokelat
melayang di udara?
Dan aneka bianglala di tempat
berbeda; Perth, Santa Monica, Yokohama. Kamu tahu aku selalu menganggap benda
cantik itu sangat romantis. Sayang sekali, aku tak mungkin menerima lamaran
impianku di atas benda itu. Lalu, aneka makanan pinggir jalan di Nakhon Si
Thammarat adalah potret terburuk yang kamu abadikan. Kamu sengaja membuatku
kelaparan dengan Kari yang terlihat sangat lezat.
Lalu, ada tiga bayi Panda lucu dari
Sichuan membuatku gemas dan inginku untuk bisa memeluk mereka. Seandainya kita
bisa memiliki bayi bersama, itu sangat menggemaskan. Aku bahkan iri pada foto
keluarga monyet bulu perak dari Bukit Malawati. Seandainya mudah bagi kita
untuk menciptakan sebuah keluarga, sehingga kamu bahkan tak perlu ke Panama
untuk bermain di sungai dengan seorang gadis cilik di Sungai San Juan de
Pequeni. Sadarkah kamu ketika kamu memotret bocah Emberá itu? senyumannya
serupa dengan milikku. Harus kuucapkan terima kasihku padamu untuk foto indah dari
Gyeongsang Utara; seekor kumbang yang hinggap pada si cantik Sakura yang bermekaran.
Itu mengingatkanku pada kita.
Sewaktu-waktu kamu terbang dan
hinggap padaku untuk melepas rindu. Padahal aku tahu betapa lucunya alasanmu―meninggalkan
dia yang sekarat yang begitu mencintaimu. Kau bilang padanya, untuk menguatkan
sahabatmu menghadapi pernikahannya yang seperti bencana. Kamu tahu benar
alasanku yang dengan sengaja menikahi pria keparat, hanya untuk memiliki alasan
kuat untuk menggugatnya dan mengajukan perceraian setelah perkawinan berat yang
untungnya hanya sesaat.
Dan sekarang, cincin di jari manis
ini akan kulepaskan. Setahun sudah kita saling menipu dan membohongi mereka.
Kamu pasti merasa bersalah ketika
dia kalah melawan kankernya dan meninggalkanmu untuk selamanya. Itulah alasan
kau menikahinya, karena usianya tak lama. Dan kamu dengan setia menemaninya
berkeliling dunia hanya untuk membuat akhir cerita kalian terlihat indah.
***
Hari ini setelah putusan ceraiku
terkabulkan, aku tahu dengan pelukan hangatmu kamu akan menyambutku. Kita
menyongsong mimpi baru yang telah kita cita-citakan sejak dulu; hidup berdua di
pondok mungil dengan hutan buatan milik kita berdua. Dunia akan memandang kita
dengan ramah dan bangga, karena kita adalah sepasang perempuan yang berjuang
bersama untuk para penderita kanker, dan perempuan-perempuan korban kekerasan
dalam rumah tangga.
Twisted! Nggak nyangka kalau ternyata dua2nya perempuan, haha... Jempol.
BalasHapusthank u buat prompfnya mbak G :)
Hapus