#GPUxiJak |
Blurb:
"Aku tak
percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding
toilet."
Keterangan
Buku:
Judul : Corat-Coret di Toilet
Penulis :
Eka Kurniawan
Desain Sampul : Eka Kurniawan
Setter Isi :
Fitri Yuniar
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit : April 2014
ISBN :
978-602-03-0386-4
Review:
Perhatian:
Saya sebagai pembaca terlalu payah dalam menilai buku tapi saya yakinkan bahwa
sulit sekali bagi saya untuk tak menikmati setiap buku yang saya baca.
Ada selusin cerpen dalam
antologi ini yang akan saya bahas satu persatu.
- Peter Pan
Membaca judulnya,
menggelitik pikiran saya. Peter Pan adalah salah satu tokoh kesayangan saya dan
saya begitu mencintai kisah petualangannya. Berdasar tokoh J.M Barry tersebut
rupanya Eka menciptakan tokoh yang alih-alih melawan Kapten Hook, apa yang
dihadapi Peter Pan di sini adalah sang Diktator. Tak ada Tinkerbell atau Wendy,
yang ada hanya si tuan Putri.
Peter Pan milik Eka
rupanya ‘tak ingin dewasa’mungkin lebih karena ketika ‘dewasa’ maka
idealisme-nya bisa jadi menghilang. Sentuhan tumbangnya Orde Baru dan kelahiran
Reformasi kental sekali dalam cerita ini.
- Dongeng Sebelum Bercinta
Memasukkan dongeng
Alice in Wonderland dalam cerpen yang diceritakan tokoh Alamanda (mengingatkan
saya pada tokoh dari Cantik itu Luka) untuk mengulur-ulur kewajibannya sebagai
istri. Saya yang terlalu cepat mengambil kesimpulan berpikir bahwa sepertinya
adanya keinginan Eka untuk membuat mungkin versi dystopia dari cerita anak-anak
popular ke dalam cerpen-cerpen ini. Dan
saya sebagai pembaca jatuh cinta pada si gembel yang mahir mendongeng dan
bercinta.
- Corat-Coret di Toilet
Seperti mengejek
saya yang lebih sering ‘curhat’ di dinding media sosial dibanding berbicara
dengan mereka yang bisa mendengarkan. Karena seringnya kadang yang mendengarkan
belum tentu bisa dipercaya. Suka idenya. Salah satu cerpen favorit saya.
- Teman Kencan
Tokoh di cerpen
ketiga agaknya mirip si gembel yang pandai mendongeng juga si Peter Pan. Ringan
dan ringkas, ending-nya segar.
- Rayuan Dusta untuk Marietje
Setting-nya
menarik, tahun 1869. Tentang tentara Belanda yang sedikit frustasi di Hindia
Belanda hingga berdusta demi membuat perempuan bernama Marietje terkesan.
- Hikayat si Orang Gila
Akhir tragis, selalu membuat
pembaca cengeng semacam saya menangis.
- Si Cantik yang tak Boleh Keluar Malam
Eka kembali
memasukkan dongeng anak-anak, kali ini Beauty and The Beast juga ‘dongeng’
remaja Romeo dan Juliet. Ending-nya? khas Eka pokoknya!
- Siapa Kirim Aku Bunga?
Kembali mengangkat setting
jaman kolonial Belanda. Cerpen ini favorit kedua saya setelah Corat-Coret di
Toilet. Tentang gadis penjual bunga dan Kontrolir Henri, manis diawal bikin
meringis di akhir. Eka di sini agak sadis.
- Tertangkapnya si Bandit Kecil Pencuri Roti
Si bandit kecil membuat polisi
kebingungan. Si bandit kecil perlu disayang.
- Kisah dari Seorang Kawan
Tentang kawanan mahasiswa dengan
kisah kelam masing-masing.
- Dewi Amor
Eka sering sekali
menulis yang semacam ini, kegilaan karena cinta, dan sebagai pembaca saya sih
tak bosan dengan pola ini.
- Kandang Babi
Cerita tentang
Edi Idiot yang terusir dari ‘Kandang Babi” ke “Kandang Monyet.” Satir yang
miris tapi cukup menghibur.
Kesimpulan
dari semuanya adalah, Eka keren sebagai penulis cerpen tapi saya lebih suka
karya Eka yang berupa novel. Mungkin ini hanya masalah selera, karena pada
dasarnya saya lebih menikmati membaca novel dibanding cerpen karena, lebih
mendalam. Sama seperti kecintaan saya lebih kepada fiksi dibanding non fiksi,
walau saya tipe pembaca yang membaca jenis buku apa saja.
***
“Aku
sekarang percaya, bahwa pengalaman membaca di perpustakaan online bisa sangat menyenangkan.”
“Akupun
percaya bahwa ketika kamu mencintai kegiatan membaca, buku-bukulah yang
seringnya datang menuju padamu.”
Dan inilah pengalaman asik saya membaca buku dengan iJakarta. Ketika tahun
2015 berakhir sejujurnya saya dilanda kecemasan. Sekalipun saya berhasil
melampaui tantangan membaca dari goodreads juga dari popsugar, ada ketakutan
bahwa saya tak bisa lagi mengikuti tantangan membaca di tahun berikutnya.
Sedikit curhat, saya sesungguhnya
kesulitan memenuhi kebutuhan membaca saya karena pertama harga buku di luar
jangkauan saya, kedua-pun di tempat tinggal saya enam tahun terakhir ini tidak
memiliki toko buku juga tak ada yang namanya rental buku. Jangan bertanya
tentang perpustakaan, di perpustakaan sekolah tempat saya mengajar, bahkan buku
wajibnya pun sangat kurang. Saya pribadi ikut sana-sini mencari cara agar kami
bisa menambah koleksi perpustakaan kami. Alhamdulillah, dalam rangka ulang
tahun Gramedia lalu juga memeriahkan HUT penerbit KPG, sekolah kami mendapat
hadiah buku. Saya juga getol minta sumbangan buku ke sana kemari lewat program
pertukaran buku.
Biasanya jika saya berhasil membeli
buku, itu lebih karena ada duit berlebih, seringnya honor menulis. Prinsipnya
begini, untuk bisa menulis ya perlu banyak membaca dan untuk merayakan tulisan
yang berhasil ditulis, saya perlu menghadiahkan diri sendiri dengan … hadiah
apa yang lebih berharga dari sebuah buku? Namun, kadang kala buku harus dijual
lagi untuk membeli buku lainnya. Saya bercita-cita mengoleksi buku-buku, namun
apa daya, buku itu ‘pergi’ tak suka dimiliki saya *lalu sedih*
Awal tahun 2016 saya nekat saja
mencantumkan jumlah 50 buku yang akan saya baca dalam tantangan membaca
goodreads, belum kepikiran buku apalagi yang akan terbaca nanti. Dalam benak
saya mungkin akan mengulang membaca buku-buku yang terbaca sebelumnya (saya
mengulang serial Harry Potter sih tahun itu, itu karena memang ada agenda wajib
membaca Harry Potter setiap tahunnya) namun ada seorang temat dari komunitas
penimbun buku yang membagikan postingannya tentang buku yang dibacanya via
iJak. Cusss, saya langsung download aplikasinya, kebetulan buku Cantik itu Luka
dari Eka Kurniawan adalah buku yang mula-mula saya unduh ketika itu.
Di pikiran dangkal saya, sesuatu yang
gratis seringkali berbanding terbalik dengan kualitas. Namun ternyata itu tidak
berlaku dengan iJakarta, ada banyak buku bagus incaran yang menunggu giliran
dibaca oleh saya. Otak serakah saya tadinya mau mengunduh semuanya, tapi tentu
saja aturan tiga buku sehari sangat bijaksana. Benar kata Zappa, begitu banyak buku begitu sempitnya waktu.
Sejauh ini di Ijak saya sudah mengunduh 313 buku, walau yang terbaca hingga
kini baru 94 buku (setidaknya saya sudah berhasil melampaui tantangan membaca
lima puluh buku di tahun ini) Saya harus katakana saya adalah penggemar berat
tantangan membaca, jadi tak salah saya ikut ambil bagian dalam ajang ini
(semoga saya beruntung)
Membaca di Ijak sangat nyaman,
apalagi saya membacanya di tablet ukuran 10 inch. Koleksi buku-bukunya juara,
banyak buku incaran yang akhirnya bisa terbaca antara lain; Cantik itu Luka,
Handle With Care, Pulang, The Secret Garden, Novel-novel Amore, Amba,
novel-novel Sophie Kinsella juga Paulo Coelho, Novel-novel Ilana Tan juga Ika
Natassa termasuk buku ke 72 yang saya baca tahun ini, Corat-Coret di Toilet
yang dengan senang hati saya ulang kembali demi memenuhi tantangan ini.
Terima
kasih saya sampaikan pada penerbit Gramedia yang sudah menjadikan buku-buku
terbaiknya menjadi koleksi Ijakarta. Akhirnya pembaca tak bermodal macam saya
bisa tetap melanjutkan kegemarannya. Terima kasih pula buat para donator. Dan
di sekolah, saya merekomendasikan buku-buku di Ijakarta untuk dibaca siswa,
itulah kenapa saya sering kali membagi review buku yang saya baca di media
sosial. Sampai kapanpun saya masih mau berusaha ngomporin orang-orang buat doyan baca.
Semoga
dengan keberadaan Ijakarta, makin memperluas minat baca masyarakat. Sukses
selalu Ijakarta dan Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar