Keterangan
Buku:
Judul : Und Friede auf Erden! (Dan
Damai di Bumi)
Penulis : Karl May
Penerjemah : Agus Setiadi dan Hendarto Setiadi
Desain
Sampul : Teguh Tri Edyan dan Deborah Amadis Mawa
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tanggal
Terbit : Jakarta, 2016
ISBN : 978-979-91-0991-0
Jumlah
halaman: 599
Blurb:
“Ternyata
selama ini saya hidup di tengah wabah yang mengerikan. Penyebabnya adalah
prasangka ….”
***
Inilah salah satu novel
paling gemilang karya penulis cerita petualangan terkemuka di dunia, Karl May
(1824-1912). Sedikitnya dari proses penulisan dan segi penceritaan, Dan Damai di Bumi! Boleh dibilang amat
berbeda dengan kisah-kisah petualangan Karl May sebelumnya, termasuk yang
pernah terbit dalam Bahasa Indonesia. Novel ini tidak lagi bertumpu pada data
pustaka, tapi petualangan Karl May selama berkunjung ke negeri-negeri Timur,
mulai dari Mesir, Pakistan, Sri Lanka, Semenanjung Malaya sampai Tiongkok,
Maret 1899 hingga Juli 1900. Dari segi penceritaan, novel ini juga jauh lebih
matang; tidak melulu mengandalkan aksi fisik, tapi juga mengolah pergolakan
batin tokohnya.
Dengan gaya bertuturnya
yang menawan, Karl May mengajak para pembaca untuk melihat lebih dekat sisi
kelam kolonialisme. Ia juga berhasil menghidupkan sikap toleran dan lapang dada
dalam perbedaan, baik budaya, agama, maupun warna kulit. Membaca Dan Damai di Bumi! Anda tidak hanya
terhibur tapi juga akan memperoleh semangat baru untuk menghadapi kehidupan
yang hingga kini msih diliputi rasa prasangka dan curiga.
Review:
Bawalah
warta gembira ke seantero dunia
Tetapi
tanpa mengangkat pedang tombak
Dan
jika engkau bertemu rumah-ibadah,
Jadikanlah
ia perlambang damai antarumat
Saya membaca novel ini nyaris satu
bulan lamanya. Tebal dan tidak praktis jika dibawa kemana-mana, sementara
hari-hari belakangan ini tuntutan pekerjaan tengah menyiksa. Sehingga,
setidaknya ada lima novel lain yang saya baca dan terselesaikan lebih dulu.
Selain itu karena bagi saya ini buku mahal, jadi saya tak mau melahapnya dalam
tempo singkat. Dinikmati perlahan dan mendalam. Dari Karl May saya belajar
bahwa dunia akan lebih baik jika manusianya mulai berprasangka baik dan
menganggap semuanya setara terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Kita sama
terlepas dari suku bangsa mana kita berasal. Kita tak berbeda jika saja kita
mau melihat dengan mata dan hati terbuka.
Karl May menampilkan sosok Charley
yang saya iri padanya karena dia telah melakukan perjalanan hebat mengelilingi
separuh bumi. Mari tebak berapa banyak pelajaran dan pengamalan yang Charley
miliki dalam hidupnya? Hebatnya Karl May sang penulis, tak pernah melakukan
perjalanan yang sesungguhnya, senjatanya adalah ensiklopedia, kamus, buku-buku
tentang geografi, etnologi, kamus ilmiah, peta dan laporan dari para pengelana.
May memiliki riset yang juara.
Karakter kesayangan saya dalam novel
ini adalah Sejjid Omar, pelayan sang Sihdi
atau Charley. Dia adalah seorang muslim yang baik, pembelajar gigih, dengan
kesetian pada tuannya yang tak diragukan. Hanya sayangnya, Sejjid Omar karena ‘diberi’ karakter pelayan sehingga entah kedunguan
atau saya anggap saja kepolosan tetap melekat padanya. Dalam bayangan saya Sejjid Omar lebih mirip seperti
perpaduan Sinbad dan Aladin. Dari Sejjid
Omar saya belajar tentang persamaan dan toleransi. Hal yang kita lupakan
belakangan ini. “Kita semua bersaudara.
Kalaupun kita berbeda iman, apakah itu berpengaruh pada tubuh kita? Bagaimana
mungkin diri kita ternoda melalui sentuhan yang tidak ada sangkut paut dengan
kepercayaan?”Itu hal pertama. Hal terpenting kedua yang saya pelajari
darinya adalah tentang kebijaksanaan seperti berikut ini; “Apa gunanya hukuman jika perbuatan masih terus diungkit?” Bukankah
ini pelajaran besar bahwa kesalahan bukan hanya berakhir pada proses sekadar memberi
hukuman dan pengampunan. Dan yang ketiga, tentunya ini pun sangat penting, “Dan kalau sang ibu tak sanggup mengajari
anak-anak, maka sang ayah juga takkan sanggup, sebab barang siapa mengambil
harem tanpa roh tentunya tak cukup pandai membagi-bagi kepandaiannya kepada
anak-anaknya?” Perhatikan cara Sejjid
Omar berbicara, dia tak memberi pernyataan tapi sebalik bertanya agar kita-kita
bersama untuk menjawabnya, artinya selalu terbuka kesempatan bagi orang lain
untuk tak selalu setuju dengannya.
Buku ini mengajak pembaca berkenalan
dengan berbagai karakter yang berasal dari suku bangsa di dunia yang berbeda;
Seperti Misionaris Amerika, Waller dan putrinya Mary yang pemahaman keliru
seperti yang ditangkap Waller memberi pelajaran untuk tidak menggunakan
prasangka dalam melihat dunia. Kelembutan Mary putrinya, berkali-kali
menyelamatkan sang ayah dari jurang masalah. Sepasang ayah-anak Fu dan Tsi yang bijak dan
berpengetahuan luas, Tsi sendiri adalah seorang dokter lulusan Eropa. Kemudian
ada Raffley dan Sang Gubernur dari Inggris. Serta sedikit tentang pemuka Adat
Melayu yang membuka anggapan pria Amerika dan Eropa terhadap negeri bagian
timur ini. Seperti yang terangkum dalam kalimat berikut: “Betapa berbeda pandangan saya mengenai orang Melayu dulu dan sekarang,
mereka orang terbaik di dunia, gagah, cerdas, bertenggang rasa, lembut, pemaaf,
tidak egois, adil, dan terutama ramah. Makin lama saya makin yakin bahwa kita
seharusnya mencontoh mereka!”
Untuk para matrealistis yang menilai
seseorang berdasarkan benda yang dimiliki saya rasa akan malu dengan kalimat
ini, “Mereka tidak miskin, hanya saja
kebutuhan mereka tidak banyak.” Buku ini bagus dan sarat pesan moral, saya
merekomendasikan buku ini untuk mereka yang menginginkan pelajaran untuk dapat
memiliki pandangan terbuka. Dan saya percaya bahwa, “Takdir selalu memilih
orang yang tepat, yang kemudian akan muncul pada waktu dan tempat yang tepat
pula.” Seperti halnya buku ini yang saya baca di saat saya melihat didepan mata
ketika manusia mulai saling menghancurkan karena prasangka.
Damai di bumi kepadamu......saya berbagi article tentang Duomo di Milan di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/03/milan-di-piazza-del-duomo.html
BalasHapusLihat juga video di youtube https://youtu.be/GkJmdx6yrAo