Seperti yang kamu
inginkan, seharusnya aku hanya mengucapkan selamat malam
Bukannya… selamat
tinggal
***
“Maaf. Aku harus pergi Beth. Aku harus
meninggalkanmu sendiri.” Kata-kata itu terasa pahit dilidahku.
“Tapi apa alasannya?” wajahnya
membuatku tak sanggup untuk menatapnya lebih lama.
“Aku harus meraih mimpiku.”
“Dengan cara meninggalkanku?” ada isak
dalam suaranya. “Apa salahku?” bisik lirihnya membuatku sedih.
“Kesalahanmu hanya satu, terlalu
mencintaiku, yang tak pantas untuk diberi cinta sebesar itu” Aku tak berani
menatap matanya yang kini kuyakini pasti berkaca-kaca. Mata indah itu indah,
andai saja tanpa air mata. Mata itu indah, karena aku tak hanya melihat dirinya
yang sebenarnya di sana, tapi juga segala hal yang kubutuhkan darinya.
“Tapi kenapa? Tolong katakan, mengapa
aku tak boleh mencintaimu seperti yang seharusnya, kamu pantas dicintai, lebih
daripada ini.” Sekarang dia memelukku erat, seakan takut kehilangan, sebenarnya,
aku takkan menghilang, aku hanya akan berada jauh dari jarak pandangnya. Aku mengerti
kekhawatirannya, jadi aku membalas pelukannya dan membelai lembut rambutnya,
lalu menghadiahkannya sebuah ciuman hangat di puncak kepala. Setelah cukup
meresapi pelukan itu, aku melepaskannya dengan canggung.
“Please…baby
don’t say good bye, baby just say good night.” Lalu dia mengecup ringan
pipiku, rasanya hangat tapi tak nyaman, seperti goresan luka saat bibir itu
menyentuh kulitku.