Date a girl who reads

Date a girl who reads

Selasa, 12 Juli 2011

Rizha Je t'aime




Saya sengaja tidak ingin berbicara dengannya malam ini..
Saya ragu dengan perasaannya padaku.


Saya sengaja tidak ingin berbicara dengannya malam ini..
Saya ragu dengan perasaannya padaku.

Apa yang membawa saya ke negeri timur jauh ini hanya sebuah naluri, naluri untuk memahami ketidakselarasan yang tidak bisa aku pelajari di negeriku, negeri cinta dengan eiffel yang menjulang serupa tangga bulan. dan bila dalam perjalanan ini saya bertemu dengannya, itu merupakan ketidak sengajaan yang indah. melebihi indahnya langit malam Mumbai atau senja di New Delhi. Sekarang aku tidak ingin bercerita tentang Asia atau Eropa, tapi tentang Dia, gadis dari negeri sembilan Matahri, dengan bulan biru bersinar di matanya.
Saya bertemu dengannya ketika usia saya masih begitu muda, ketika di negeri sembilan matahari itu cinta masih jadi sebuah mainan dan perkenalan dunia, tapi bagiku seperti apa yang jadi budaya di negeriku, aku sudah begitu paham apa itu cinta. L.O.V.E is passion, L.O.V.E is life dan L.O.V.E is ourself. Jadi detik itu juga ketika bulan biru bersinar di retina matanya, aku bedoa pada Jesus : Jadikan dia takdirku.
Aku tidak paham, apa perasaannya sebesar perasaanku. Kenapa setiap apa yang dia lakukan selalu membuatku semakin khawatir saja. dengan jarak ribuan kilometer yang kini membentengi kami, aku semakin gila kalau harus mengingat dia bisa saja bertemu dengan orang lain yang bisa menjaganya di dekatnya. Aku hanya bisa memberinya kesungguhan, apa itu cukup? Setiap detik aku habiskan di sini, tapi hatiku tidak pernah di sini, dia mengembara ke negeri sembilan matahari, menawarkan kehangatan dan kenyamanan padamu. Sabarlah putri berdarah unguku, aku akan datang secepatnya untuk menggandeng tanganmu menuju altar suci yang akan mengabadikan kita dalam sebuah kereta yang sama.
Minggu, 11 Juli 2011
Aku meminum kaleng bir terakhirku, apa yang sering aku lihat di profile Social Networkingmu membuatku semakin “gila”, siapa dia? siapa mereka? kenapa aku tidak bisa seberuntung dia atau mereka, bisa menemanimu dengan jiwa dan raga. Apa kamu cukup hanya dengan “kata-kata”ku saja,, karena sekarang baru ini yang aku bisa. Nanti kalau aku sudah menyelesaikan semua di sini, aku kan membawamu ke negeri cinta, melewati transisi Spring, Summer, Autumn, dan Winter. Kita akan berjalan di sepanjang jalanan Paris, melihat keindahan Saint Etiene atau Marseille, atau mengunjungi kastil-kastil di Monaco.
Setidaknya, jaga separuh hatiku ini sampai aku datang, aku tidak mau kamu berbicara dengan orang lain ketika aku sedang berbicara denganmu, aku tidak mau kamu sedikitpun melihat laki-laki lain dengan perasaan simapati atau apapun, karena aku meminta penyerahan hatimu sebesar aku menyerahkan hatiku untukmu. Aku melakukan ini untuk memastikan tidak ada satu detikpun dalam hidupmu untuk pria lain selain aku, karena aku sangat yakin : Kamu adalah Tulang Rusukku. Kamu paham bukan Putri, aku tidak hanya mencintaimu, tetapi memujamu, dan aku pastikan bahwa tidak seorangpun yang memiliki perasaan sebesar ini padamu selain aku, bahkan untuk setengahnya.
Coffee shop ini tinggal berisi beberapa orang saja, aku nyalakan laptopku. Aku ragu apa harusnya aku menghubungimu, aku sendiri bimbang apa disana kamu menungguku. Sebuah pesan singkat masuk ke E-Mailku, ternyata dari kamu, isinya membuatku memutuskan untuk tidak tidur malam ini : Remon, Je t’aime.. .
Aku ragu, apa aku harus membalas pesanmu ini.. atau.. terbang ke negerimu dengan penerbangan pertama, dan menyelipkan cincin di jarimu sambil berkata, Rizha, Je t’aime..
New Delhi, 11 Juli 2011
*) Sedikitnya data teknis membuat penulis mengeksplor isi hati tokoh utama untuk dijadikan fokus cerita, cerita ini berdasarkan sebuah cerita nyata teman Kompasianer yang sedang berhubungan dengan “Paris Boy”. Hope you’re lucky to be happy with him :)


Tulisannya si Yudha Agustian partner in crime-ku yang akhirnya turut serta dalam membebaskanku dari si kompeni dalam kisah ini, hahaha,versi aslinya ada di sini http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/07/11/rizha-je-taime/