Date a girl who reads

Date a girl who reads

Kamis, 28 Juni 2012

Mbak, Izinkan Aku Membalas Budi


Feat : Sekar Mayang

Sore itu adik iparku, Putri, berkunjung ke rumah. Sudah lama kami tak berjumpa. Sejak pertengkaran terakhir antara suamiku dengannya - yah, sekitar dua tahun yang lalu - baru kali ini dia berani menampakkan wajah. Aku tak ingin memperkeruh suasana, kuterima dia dengan tangan terbuka.

“Apa kabar mbak?” tanyanya.

Dia tersenyum lalu merangkulku, pipinya ditempelkan ke pipiku dengan kikuk. Kami memang tak terlalu akrab.

“Baik,” jawabku. “Kamu, apa kabar, Put?” tanyaku sambil membantunya duduk di kursi kayu  di ruang makan.

Dia tak menjawab, hanya menatap sekeliling ruangan, sudah lama dia tak pulang, aku membiarkan dia bernostalgia terhadap tempat yang pernah dia sebut rumah.

“Bagaimana kabarmu, Put?”

Obrolan Jam Satu Pagi



Hidup menjebakku, dan kali ini entah keberapa kali. Tapi jebakan awal yang paling kuketahui adalah aku terlahir dari…bolehkah kukatakan bahwa wajahku terlalu metropolitan untuk tinggal di kecamatan? sebenarnya aku terlahir dari keluarga dengan ekonomi tak memadai, tapi bisakah dibayangkan, bahwa…wajahku anugerah yang Tuhan berikan, dengan wajah rupawan, hidupku cukup dimudahkan, tapi kadang juga bisa menjebakku ke dalam kesulitan. Seperti belakangan ini.

“Oh ya?” gadis di depanku menunjukkan ekspresi skeptis, alis kirinya lebih tinggi, dan sekarang dengan cepat dia menyesap kopinya. Kupikir kegiatan menyesap kopi akan menutupi sebagian ekspresinya. Gadis didepanku memang memiliki alasan untuk tak percaya di depanku.

“Jadi?” dia mengangguk “boleh ganti topik yang tidak sensitif?”sebelumnya kami berbicara tentang aktivitas seksualnya, namanya Amara. The girl next door. Kurang dari sebulan aku pindah kos baru, dan tebak siapa penghuni kamar sampingku, cewek lajang yang kupikir jalang. Apakah penilaianku salah? Saat ini pukul satu dini hari dan kami masih saling berhadap-dan hadapan hanya dibatasi tembok sebatas paha dewasa yang memisahkan kamarku dengan kamarnya.

Salahkah penilaianku karena gadis itu hanya menggunakan camisole Fuschia dan boxer pelangi? Salahkah penilaianku bahkan setelah semua penghuni kos yang semuanya berumah tangga pada tidur semua dan dia tidak keberatan ngobrol denganku, dan tak menolak tawaran rokokku?

Selasa, 26 Juni 2012

Para Orang Tua Harus Membantu First Lady dan Disney untuk Memerangi Obesitas Pada Anak-anak


Sehat Versus Sampah! itu cuma soal pilihan

Pernah menonton film the Game Plan Produksi Disney? mungkin beberapa adegan dalam film ini memberi kita sedikit pelajaran.

Salah satu adegan
 di Film The Game Plan
Joe Kingman : “Tonight's Tuesday. We're going to carbo-load…Twenty-twenty-sixty ratio.”
Peyton Kelly : ”What?...“Hey, do you have any Jell-O? I want some Jell-O.”
Joe Kingman : “Like I said, please don't touch. …Fingerprints. I don't like fingerprints….Stand right here, don't do anything…I'm not giving you 28 grams of empty carbohydrates….We do not do simple sugar in this house.”
Peyton Kelly : “ But I'm a kid and kids love sugar. I mean, the simpler the better.”
Joe Kingman : “Well, my dad never let me have sugar.”
Peyton Kelly : “ Oh, is that why you never smile?”
Joe Kingman : “Mmm….Listen, you better eat your food…before it gets cold.
Peyton Kelly : “But it's as big as a mountain.”
Joe Kingman : “Listen, if you're going to make the pros, you have to get your appetite up. Let's go. Eat.”


            Sebuah obrolan di dapur saat sang ayah, Joe Kingman yang baru jadi “ayah” mendadak harus mempersiapkan makan malam keluarga. Sedikit lucu menurutku, mana kala Joe yang “cerewet” tentang kebersihan (bahkan dari sidik jari) harus kerepotan menghadapi si kecil Peyton yang seperti anak-anak pada umumnya tak bisa diam di tempat, apalagi saat Peyton mendadak meminta Jell-O, sesuatu yang tak mungkin ada di lemari es sang petarung lapangan Football.

Sabtu, 23 Juni 2012

Susu Kaya Inovasi Tetap Halal dan Bergizi Tinggi



Aku selalu suka akhir pekan. Sama seperti nyaris setiap orang dimuka bumi. Berbaring lama di tempat tidur sehabis ibadah Subuh, baca berita dari aplikasi Indonesia News “si pintar miniku” dan mendengarkan musik, mungkin lagu-lagu lama kesukaanku. Sebuah kebahagian akhir pekan yang sederhana. Milk and Toast and Honey dari milik Roxette mengingatkanku untuk sarapan, tinggal seorang diri membuatku melupakan seperti apa “kehidupan yang sebenarnya”, kehidupan di rumah.
Aku mungkin akan melompat cepat dari tempat tidur begitu melihat jam sudah pukul sembilan dan aku akan menyambar Susu cair Frisian Flag dari kulkas karena perutku sudah memaksa untuk diisi. Susu minuman favorite-ku sejak dulu, tanpa Susu apalah artinya hidupku? darimana kuperoleh energiku? Agak berlebihan memang tapi sejujurnya dengan pekerjaan yang kujalani (menjadi Guru SMA dengan waktu mengajar minimal 24 jam seminggu, mengerjakan administrasi mengajar, menyusun soal, memeriksa ulangan, hingga memikirkan masa depan siswa di kemudian hari) dan jam tidur yang harus kukurangi (aku benci begadang tapi hobi menulisku membuatku harus mencuri waktu) Susu membuatku tetap “hidup”.

Sabtu, 09 Juni 2012

Friend Or Foe (Chapter Three)




Beberapa pelayan yang disewa Robert keluar dengan segera ketika pintu dapur dimasuki dengan langkah buru-buru oleh Nala dan Marion. Nala membelakangi Marion yang ragu-ragu untuk menyentuh pundaknya yang bergetar. Kemarahan, kesedihan, dan rasa gusar yang tak tertahankan membuat Nala merasa lemah tak berdaya. Dari cermin Marion melihat wajah sahabatnya dalam ekspresi yang sulit dilukiskan. Sementara Nala yang mengetahui kehadiran Marion, pada mulanya lebih suka mengabaikan, tapi dia tahu itu tak berguna. Sekian lama Nala menyimpannya, dan mungkin inilah waktunya untuk dia menumpahkan segalanya – seperti dia menumpahkan sisa Wine yang dia tumpahkan ke wastafel dengan gelasnya begitu saja.

Friend Or Foe (Chapter Two)


Biasanya Nala selalu mempunyai alasan bagus untuk menikmasti pesta. Tapi tidak untuk kali ini. Dia berharap dia takkan memasuki pintu apartemen Robert. Apartemen mewah itu sejujurnya mengintimidasi harga diri Nala. Menunjukkan kesuksesan sahabatnya sebagai pengacara muda hebat.

Tidak mengherankan, Robert adalah seorang yang jenius di bidangnya. Dia punya otak brilian, sebuah keistimewaan ‘tak adil’ yang di dapat dari darah Yahudinya. Sementara Nala, ia masih tetap si sugar daddy. Nala hidup dalam sokongan ayahnya yang berlimpah materi. Putus dari Dalton, Nala pulang ke dalam kemewahan payahnya di LA. Payah, karena segala benda yang digunakannya bukanlah miliknya. Payah, karena ia harus menjilat ayahnya yang munafik dan tak tahu malu untuk sekedar mendapat beberapa ribu dolar setiap minggunya. Ayahnya seorang pria mesum yang hobi mengoleksi perempuan plastik murahan. Nala membencinya, namun memerlukan uangnya. Tapi kini Nala kembali, kembali pada hidup yang pernah ditinggalnya pergi. Kembali ke New York, tempat dia pernah menghindari diri dari kemunafikan hidup saat idealisme tinggi remaja merajainya.

Friend Or Foe (Chapter One)


Dari balik kaca sebuah Coffee Shop, terlihat dua  orang perempuan berusia diakhir dua puluhan. Mereka terlihat akrab, tapi terlihat begitu berbeda. Namun sebenarnya mereka bersahabat erat. Marion dan Nala. 

Marion tipikal wanita karier yang serius. Tinggi kurus, berambut merah yang ditata dengan potongan layer sederhana, berwajah oval dengan warna mata hazel. Keanggunan Inggris terlihat jelas dalam dirinya, berkacamata kotak yang menampilkan aura cerdas, dan binar optimis terpancar dari matanya. Berbanding terbalik dengan Nala, bertampang unik yang didapat dari nenek moyang campuran, setengah Kaukasia juga setengah Asia. Nala lebih mirip seperti gadis dengan senyum malas-malasan dalam halaman utama majalah Fashion, terlihat indah namun tak memiliki cita rasa, seolah kepribadiannya yang bermasalah terlihat seperti buku yang terbuka.