Date a girl who reads

Date a girl who reads

Selasa, 13 November 2012

Confession of a Silly Drama Queen: Ta Da! Akhirnya Chacha dan Idea Ada Dalam Novel Remaja





        Awalnya mereka ada dalam imajinasiku, yeah aku mengkhayalkan mereka sebelumnya…Ooopsss sebenarnya tidak begitu juga…kupikir mereka ada di dunia nyata, kupindahkan ke khayalan dan yeah mereka ada dalam novel remaja sekarang!
Mini-Teenlit Just Idea (Judul awalnya, Confession of a Silly Drama Queen adalah nama Blogku yang ternyata lebih cocok jadi judul novelku :P) adalah tulisan iseng di pergantian kelas di jaman kuliah tahun 2008. Gara-gara kecanduan Facebook membuatku dapat ide untuk membuat sesuatu yang berbeda, menulis dengan cara tak biasa, sebuah cerita yang adalah kumpulan kegiatan dunia maya pasangan yang tengah dilanda tragedi romantis, yaitu patah hati.
Hingga Januari 2012 aku iseng mengikuti ajang Berfantasi Tidak Di Larang, dan Ta Da! Kejutan besar buatku, ceritaku jadi juara pertama dan Naskahku akan diterbitkan J Senang luar biasa buat aku yang sudah mulai menulis dari jaman SMA (Sebelumnya aku menulis beberapa Cerpen dan dua buah Novel; Secret Admirer dan Venus And Mars dalam bentuk tulisan tangan, kerjaan iseng di jam mata pelajaran Matematika hihi J )
Well, inilah sinopsis dari mini novel Confession of a Silly Drama Queen, tentang kisah sang Ratu Drama dan Calon Ahli Kimia :

Jumat, 09 November 2012

Andai Aku Jadi Ketua KPK: Akan Kugunakan Kekuatan Cinta untuk Menyembuhkan Indonesia



“Banyak yang dapat diperbuat dengan uang, tapi dengan cinta jauh lebih banyak lagi yang mampu kita perbuat”


Sebagai ketua KPK, cara yang saya tempuh dalam memberantas korupsi adalah dengan pendekatan cinta, sederhananya saya membagi dua caranya;
1.    Pencegahan Korupsi
KPK bekerjasama dengan lembaga pendidikan dengan cara menunjukkan cinta pada generasi muda. Ajak mereka untuk mencintai bangsa, tumbuhkan lagi rasa kebanggaan akan tanah air kita. Ajarkan mereka tentang kebaikan hati, kepedulian, belas kasih, hidup bersahaja, kerukunan, kejujuran, tanggung jawab, keikhlasan, dan berbagai hal dasar yang akan menjadikan mereka manusia yang manusiawi.  Beritahu mereka tentang pola hidup sederhana. Percayakan mereka bahwa materi bukan penentu kebahagiaan dalam kehidupan
Akar dari korupsi adalah masalah duniawi. Mari kita ajari lagi generasi muda bangsa kita dengan cara mensyukuri dan mencintai apa yang kita miliki bukannya melakukan apapun untuk mencapai keinginan.  KPK dan lembaga pendidikan harus lebih memfokuskan pada karakter anak terlebih dahulu. Bentuklah mereka sesuai karakter dan pribadi bangsa dan nantinya, dengan kematangan karakter yang telah mereka punya, pastilah akan membawa bangsa pada masa depan yang cerah dan bebas korupsi.
2.   Pemberantasan Korupsi
Sebaiknya para koruptor dimiskinkan lalu diasingkan, jauhkan mereka dari kehidupan duniawi, lalu,  dekatkanlah mereka dengan alam dan Tuhan.



Dengan cinta, marilah kita sembuhkan Indonesia.





Andai Aku Jadi Ketua KPK: Akan Kugunakan Kekuatan Cinta untuk Menyembuhkan Indonesia (Extended Version)




“Banyak yang dapat diperbuat dengan uang, tapi dengan cinta jauh lebih banyak lagi yang mampu kita perbuat”. Saya mungkin memulai tulisan saya dengan kalimat bernada gombal, tapi YA! Saya tidak sedang menulis kalimat romantis kacangan. Kalimat ini lebih saya tujukan untuk kita semua dalam memberantas korupsi. Serius! apabila saya menjadi Ketua KPK, yang saya lakukan dalam      upaya pemberanatasan korupsi adalah memulainya dengan pendekatan cinta.


Mungkin akan ada yang bertanya: “Menggunakan kekuatan cinta untuk memberantas kejahatan yang merampas kehidupan banyak orang? Jangan bercanda!”
Dan tanpa ragu sedikitpun saya akan menjawab: “Ya, tentu saja!”
“Bagaimana caranya???”

Rabu, 07 November 2012

(Bukan) Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (Tapi) Ibu Yang Luar Biasa



From Zooey Deschanel to Minerva McGonagall

Pernah membayangkan Zooey Deschanel menjadi Minerva McGonagall dalam Harry Potter?
Mungkin begitulah aku, si Quirky yang anehnya kok bisa menjadi guru!
***
            Teringat perkenalan awal sekitar tiga tahun lalu. Saya berdiri di depan kelas dan mengawali karier saya sebagai seorang guru. Mengenang hal itu membuat saya terharu. Setelah membahas nama dan latar belakang pendidikan, menceritakan sedikit kehidupan keluarga dan juga membicarakan hobi, salah seorang siswa menanyakan―entah serius atau candaan, mengenai status saya.
Maksud hati menjawab dalam nada canda dengan status ‘terverifikasi’ tapi dengan lantang saya mengatakan “Saya single…” yang diikuti dengan siulan dan keriuhan. Mencoba bersikap santai, saya memberi waktu mereka untuk menggaduh, tapi tak lama saya melanjutkan kalimat “…yeah single mom” dan mereka terdiam.

Kenapa saya menyebutkan diri saya single mom? Yeah saya belum menikah alias tanpa pasangan tapi harus dipanggil ibu. Saat itu usia saya 22 tahun. “Panggilan Bu Guru” nampaknya terlampau serius untuk gadis yang hanya lima tahun lebih tua dari sebagian besar siswanya yang waktu itu rata-rata berusia 17 tahun.
            Saya mengajar di SMA Negeri 1 Seteluk (Sebuah kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat, NTB) saat itu kami hanya punya tiga rombongan belajar dengan siswa yang kurang dari 25 orang di setiap kelasnya. Kabar kurang memprihatinkannya, sekolah kami masih menumpang di SMP dan kami masuk siang. Saat itu, saya mengajar untuk dua mata pelajaran, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (sesuai dengan latar belakang pendidikan saya) dan Sosiologi (karena sekolah kami tak memiliki guru berlatar belakang ilmu tersebut, tapi saya adalah pecinta cabang ilmu satu ini).
Sejujurnya saya mencintai pekerjaan saya, dan dalam mencintai atau untuk melakukan sesuatu disukai seakan sudah menjadi hukum alam bahwa kami harus mengorbankan hal lainnya―bukannya mengeluh, tapi saya harus berada jauh dari pusat kehidupan saya; keluarga, sahabat, dan hal-hal menyenangkan yang harus saya lepaskan demi pengabdian saya pada negara dalam tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Beberapa teman pernah bertanya “Kok mau sih jadi guru?” dan jawaban saya “being a teacher is the most worthy thing a person can be” (Persis seperti ucapan Lola di Film Confession of Teenage Drama Queen, film jaman saya SMA, dan ternyata kalimatnya saya gunakan bertahun-tahun kemudian) tanggapan mereka dari angkat bahu, menggeleng-gelengkan kepala hingga memutar bola mata.
Agak mengherankan juga karena…yang mereka kenal, saya adalah cewek quirky bukan tipikal seorang yang bisa digugu dan ditiru. Dengan mudah bila membayangkan Zooey Deschanel harus memerankan karakter Minerva McGonagall dalam film Harry Potter. Bayangkanlah, saya dengan tinggi 145 cm dengan suara kekanak-kanakan harus mengajarkan sekumpulan remaja, mengajar? Saya tidak bercanda ini serius!

Dan ternyata saya dihadapkan pada realita tentang tugas seorang guru, yang bukan hanya mengajar. Menjadikan siswa dari tidak tahu menjadi tahu, tapi tugas guru jauh lebih kompleks dari itu, karena ada tugas guru yang jauh lebih penting yaitu mendidik―baik di dalam maupun luar kelas, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah atau luar sekolah dengan tugas professional, tugas manusiawi, dan kemasyarakatan (Mengutip pendapat Daoed Yoesof). Apakah saya mampu? Apakah saya bisa?
Beberapa kali sempat berpikir ingin menyerah saja, tapi…manusia yang benar-benar manusia tidak pernah menyerah bukan? Salah seorang teman pernah mengingatkan tentang “Jika kamu tidak bisa mencintai sesuatu maka tinggalkan, dan jika kamu tidak bisa meninggalkan, maka cintailah!” ya ampun saya mencintai pekerjaan saya dan itu sungguh-sungguh. Namun, ada satu hal yang saya lupakan, bahwa cinta bukan berarti hanya menikmati, menyukai, atau menyayangi, tapi di lain waktu cinta itu adalah masalah konsekuensi. Bagaimana seseorang bisa mempertahankan cintanya dalam kondisi kritis sekalipun!

Siapa Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Itu? Bukan Saya! Saya Hanya Mencoba Menjadi Ibu Yang Luar Biasa!
Kata pahlawan tanpa tanda jasa itu artinya sungguh luar biasa, dan saya yakin saya tidak pantas untuk gelar itu. Selama ini yang saya lakukan― bisa dikatakan memang sesuai dengan aturan apa yang seorang guru harus lakukan. namun, dipikiran saya seorang guru hanya manusia biasa bukan pahlawan sepenuhnya. Kemampuan mereka terbatas, atau mungkin itu hanya berlaku bagi guru seperti saya, ya?

Jumat, 02 November 2012

Big Girl You Are Beautiful



Aku merindukan senyumanmu yang sebenarnya, bukan titik dua dan tutup kurung

          Pesan singkat di WhatsApp messanger-ku, dari seseorang yang berarti sekali bertahun-tahun lalu, membuatku mau tak mau memandang cermin ukuran badan yang berada di kamar tidurku. Aku menatap diriku di sana; cantik, menarik, dengan badan tinggi semampai, rambut ekor kuda dan senyum ceria. Aku mengerjapkan mata, dan semuanya berubah menjadi; seorang wanita bertubuh raksasa, gendut, jerawatan, dengan rambut Bob yang alih-alih modis untukku, malah makin memperjelas wajah chubby yang mengingatkan aku pada kartun favorite murid-murid TK-ku, yeah, benar Dora The Explorer, hanya saja aku tak punya sahabat seperti, Boots si monyet.