Date a girl who reads

Date a girl who reads

Selasa, 30 Desember 2014

Cerpen: Menggapaimu.


Setelah hujan, pasti ada pelangi. Tapi, kini tak lagi. Di dalam cinta dan mimpi segala sesuatu pasti bisa terjadi. Sayangnya tak seperti yang kuinginkan. Ananta pergi dan tak kembali. Sedih, tapi lelah untuk terus menangisi. Perih sampai tak yakin apa masih bisa terobati. Kata mereka ada pedih yang harus kita alami, tapi jika aku boleh meminta, jangan berikan aku kehilangan sedalam ini.
Aku menunggunya, selalu. Walau dia tak pernah memintaku. Di saat terakhir yang kuingat dia hanya menatapku dengan tatapannya yang sendu. Dan dia pergi, tanpa mengucapkan selamat tinggal, karena mungkin dalam hatinya tahu, ucapan itu hanya akan terasa menyakitkan karena mematikan harapan untuk bisa berjumpa lagi. Tap, dia juga tak mengatakan sampai jumpa lagi, mungkin dia hanya tak ingin membuatku tersakiti apabila seandainya kita tak bisa benar-benar berjumpa lagi. Tapi dalam hati, aku yakin dia pasti kembali, pasti, yah suatu hari nanti.
                Hingga semalam di dalam mimpi dia berkata sesuatu yang nyaris tak bisa kupercaya... dia berjanji untuk pulang, di saat langit berwarna kelabu. Dia memang pulang, kembali padaku tapi bukan seperti dia yang dulu, dia kembali menjadi debu. Oh Tuhan aku masih ingat hari itu.
“Mama mau kamu menyimpan sedikit diri Ananta.”
Guci itu diletakkan di tanganku. Awalnya nampak ragu ketika guci itu berpindah tangan. Bagiku, itu tak ada pengaruhnya. Aku tetap merasakan kesakitan ketika menerimanya. Sakit itu di sini, di dalam hatiku. Ketika yang berdiri di depanku - alih-alih Ananta- adalah Ananda, saudara kembarnya.
 “Ananta, seharusnya pulang awal Desember ini. Tapi, maaf dalam keadaan seperti ini.”
 Ananda menghela nafas, agak panjang dari biasanya.
Maaf, aku baru bisa mengatakannya padamu." Suaranya terdengar serak. "Kecelakaan pesawat telah merenggut nyawa Ananta."  
Akhirnya dia  berkata sesuatu tentang Ananta. Aku memandang Ananta seperti dalam adegan lambat film hitam putih. Ananda merogoh sakunya. “Harusnya Ananta memberikkanmu ini.” Kotak mungil beludru merah berisi cincin berlian.
Saat itu aku seperti melihat diriku tersenyum dalam tangisku, di dalam hatipun aku merasakan. Setidaknya dia pulang, setidaknya di sana dia tak pernah berhenti mencintaiku, tapi ternyata waktu berlalu dan aku tak lagi bisa menerimanya dengan semudah itu.

Senin, 29 Desember 2014

[Novel Reviews] Eleanor and Park: Kisah Cinta Remaja Tahun 80-an yang Menawan



Judul Buku                           : Eleanor & Park
Jenis Buku                            : Fiksi
Penulis                                  : Ranbow Rowell
Alih Bahasa                          : Sofi Damayanti
Desain dan Ilustrasi Cover   : Expert Toha
Penerbit                                : Phoenix
Cetakan                                : I November  2013
Tebal                                    : 422 halaman
ISBN                                     : 978-602- 7689-49- 7



Eleanor itu gendut. Dirinya pun berpikir dia begitu... Sebenarnya dia tidak segendut yang dipikirkannya. Pikirnya, pasti aku tidak semenjijikan itu.
Bono, vokalis U2, bertemu dengan istrinya di SMA, kata Park.
Begitu pula Jerry Lee Lewis, jawab Eleanor.
Aku tidak bercanda, Park meyakinkan.
Tentu, Eleanor menambahkan, kita ini 16 tahun.
Bagaimana dengan Romeo dan Juliet?
Dangkal, bingung, lalu mati.
Aku mencintaimu, Park mengatakan.
Karena itulah..., jawab Eleanor.
Aku tidak bercanda, katanya.
Kamu memang tidak boleh becanda....
***

            Sebagai pembaca saya kecewa dengan cover yang tidak menunjukkan isi buku. Eleanor terlihat genit sementara Park terlihat seperti anak jalanan pemberontakan. Itu berbanding terbalik dengan apa yang diceritakan di halaman-halaman dalam buku ini. Kekecewaan saya yang kedua adalah pada terjemahan yang membuat saya kesulitan, buku remaja yang ringan tetapi terlalu sulit dicerna karena kurang luwesnya penerjemah dalam mengadaptasi buku ini. Hanya saja karena buku ini adalah buku terbaik pilihan pembaca Goodreads, okay tidak ada salahnya memaksa diri untuk membaca habis buku ini, dan yah, ceritanya menarik, walau saya menolak untuk membicarakan akhirnya.
Ada dua karakter yang menjadi judul dari buku ini yang saya bahas, tapi perlu saya ingatkan jangan kacaukan imajinasi dengan menganggap kedua tokoh novel ini sama dengan sepasang remaja di sampul depan bukunya.