Pita
anak nakal! Mereka selalu bilang begitu! Tapi Pita sih nggak sedih, Pita cuma
merasa semua anak-anak boleh nakal. Kaaaan....orang gede juga nakal. Ayah
pernah bikin mama menangis, ayah nakal! Tante Uwi dan tante Ica ngomongin mama
yang jelek-jelek, mereka nakal juga, kan? Tapi kenapa hayo kalo orang gede yang
nakal nggak pernah dapat hukumannya? Karena orang gede malu tau! Masa bikin
aturan tapi dapat hukuman.
Praang!!! Gelas susu yang belum
sempat Pita minum pecah. Pita ingin susu tapi mama bilang nanti. Pita sudah
minta tolong ke tante Ica dan tante Uwi tapi mereka sedang sibuk nonton. Jadi,
Pita memutuskan untuk bikin susu sendiri. Ambil bangku buat raih kotak susu di buffet dan ambil satu-satunya gelas yang
bersih, tapi Pita tak sengaja ketika siku Pita nyenggol gelasnya. Pita cuma
sedang atur keseimbangan biar tak jatuh dari bangku.
“Tuh kan Pita!” omel tante Uwi “Udah
dibilangin kalo minum jangan pake gelas kaca, nah kan pecah!” wajah tante Uwi
sekarang berubah seram. Pita lalu membayangkan kepala tante Uwi punya tanduk
dan dari sudut bibirnya tiba-tiba ada taring.
“Pita nakal!” teriaknya, pasti sebentar lagi
tante Uwi ambil sapu tapi dengan cepat Pita lari dan dari kejauhan Pita mendengar
suara tante Uwi teriak dan nyalahin mama Pita.
Kasihan
mama. Padahal ya, mama Pita sekarang lagi repot. Harus rawat adik Pita, Leoni
yang lagi pilek dan rewel. Belum lagi mama Pita muntah-muntah terus, soalnya
Pita mau punya adik lagi. Pita berdoa, semoga adiknya yang sedang diperut mama
adalah adik cowok. Soalnya Pita udah punya adik cewek dan adik cewek itu nggak
asyik! Cengeng dan suka merengek, uh juga manja!
Pita sembunyi di sebelah sofa tua
tempat kakek sering membaca kalau sedang berkunjung ke rumah. Di sinilah
benteng pertahan Pita. Pita menyimpan barang-barang berharga miliknya. Gambar
rumahnya yang dapat tanda paraf dari ibu guru, koleksi karet penghapusnya dan
kemeja ayahnya. Ayahnya jarang pulang, jadi kalau Pita kangen, Pita sembunyi di
sebelah sofa sambil memakai kemeja itu. Pita selalu berpikir itu cara ayah
memeluknya dari jauh.
“Kalau Pita bandel terus sudah Pita
dititip aja di rumah ape Odeng dan ape Ibo!” Itu suara tante Ica. Tante Ica dan
dan tante Uwi sedang ngobrol di sofa. Pita menutup mulut, dia ketakutan. Ape Ibo
dan ape Odeng itu seperti tante Uwi dan tante Ica dalam versi lebih tua, jadi
mereka itu tantenya mama dan saudara-saudaranya. Dan ya ampun mereka galaknya
luar biasa. Mereka cerewat dan tua, mereka bau minyak angin dan rambutnya
putih. Mereka....mengingatkan Pita akan nenek sihir di dongeng Hensel and
Gretel. Ape Ibo dan Ape Odeng itu memang punya rumah mungil yang cantik dan
hobi bikin kue, tapi tetap saja....huh! pokoknya Pita nggak mau dititip di
sana!
“Kalau Pita semakin bandel, ya sudah
dititip di sana aja!” itu ancaman buat Pita, dalam hati Pita berjanji jadi anak
baik. Tapi Pita kadang nggak berniat bandel, hanya kadang banyak hal salah dan
itu bikin seolah semuanya adalah gara-gara Pita. Seandainya Nisfi nggak sedang
sakit cacar. Pita akan senang dititip dan main sama Nisfi, seandainya tante Ivo
dan Mbimbi nggak pindah rumah. Seandainya! Sekarang Pita benci kata seandainya.
***
“Mulai hari ini Pita janji jadi anak
baik! Nggak nakal nggak bandel.” Pita sungguh-sungguh berjanji dalam hati sebelum
dia berangkat ke sekolah TK-nya.
“Maaf sayang, mama nggak bisa
antarin Pita ke sekolah, Leoni demam lagi.” Kata mama sambil memasukan bekal ke
dalam ransel Pita. “Pita mama titip ke mamanya Gina, ya? Nanti mamanya Gina
datang jemput Pita. Pita bisa berangkat bareng Gina dan Mamanya”
Gina?
Gina yang gembul dan punya hobi cemberut itu nggak suka dengan Pita. Gina
selalu ketakutan kalau ada Pita, mamanya selalu meminta Gina untuk membagi
makanannya dan Gina nggak suka itu. Selain itu Gina selalu bilang kalau Pita
itu pembohong! Pita bilang kalau selain Nisfi Pita punya seorang sahabat, anak
laki-laki bernama Jan. Setahu Gina anak laki-laki teman main Pita adalah
sekelompok anak nakal bernama Rizvan, Madon, juga Ical dan Abang, beneran lho nama
panggilannya Abang, karena dia adalah kakaknya Ical dan dia murid paling gede
di sekolah.
“Jadi,
kamu masih nggak percaya kalau aku punya teman namanya Jan?” kata Pita ketika
jam istirahat dan mamanya Gina menyuruh mereka bermain bersama.
“Nggak!”
Gina tidak tertarik.
“Kenapa
kamu nggak percaya?” tanya Pita.
“Karena
nggak ada yang namanya Jan, di sini!”
“Pita!
Main yuk!” sekelompok anak laki-laki mengajaknya bermain bola. Pita janji jadi
anak baik hari ini, kalau main bersama mereka Pita nanti ikut nakal. Pita nggak
mau dimusuhi anak-anak cewek.
“Pita
mainnya sama Gina dulu, ya.” Jawab Pita dan anak-anak cowok pergi. “Gina, mau
kalau Pita ajak main sama Jan?” mata Pita berbinar-binar saat membicarakan Jan.
Menurut Pita, Jan anak yang baik sekali.
“Nggak,
nggak ada Jan!” teriak Gina.
“Gina,
Jan itu ada dia, malah ngajarin Pita nyanyi.” Pita sungguh-sungguh ingin
membuktikan keberadaan Jan.
“Nggak
percaya!” teriak Gina
“Pita
bisa nyanyiin lagu yang diajarin Jan kalau kamu mau.”
“Coba
kalau bisa!” Gina menantang.
“Ozewiezewoze, wiezewalla, kristalla,
Kristoze, wiezewoze, wieze-wies-wies-wies-wies.” Pita menyanyikannya dengan
riang tapi Gina terlihat kebingungan.
“Pita
tukang bohong!” Gina berteriak dan pergi meninggalkan Pita. Tinggal Pita
sendiri yang berjalan ke arah belakang sekolah, ke tempat bangunan tua jaman
Belanda. Biasanya ada Jan main di sana. Di gudang tempat buku-buku lama di
tumpuk juga mainan-mainan rusak di simpan. Gudang ini adalah surga bagi Pita.
“Jaaaaaaan.”
Panggil Pita dan tak lama, anak laki-laki berambut merah berjas hujan kuning
muncul dengan wajah setengah mengantuk dan ada cengiran di wajah pucatnya yang
berbintik-bintik.
“Gina
bilang aku bohong!”Wajah Pita kesal
“Kamu
nggak bohong.”Jan tersenyum untuk menenangkan Pita.
“Tapi...”
“Aku
suka kamu jadi temanku! Hey aku punya hadiah untuk kamu.” Jan
membongkar-bongkar kardus dan mengeluarkan sebuah buku tebal dan berdebu. Jan
meniup debunya dan mereka bersin bersamaan. Suara bersin Jan terdengar lucu,
dan mereka tertawa. Pita menerima buku yang diberikan Jan dengan wajah bingung.
“Terima
kasih Jan. Tapi....kenapa Jan memberikan Pita buku ini?” Pita memutar buku itu,
sampul depan dan sampul belakang berwarna cokelat kusam. Bukunya juga berat dan
Pita tidak mengerti kata-kata di buku itu.
“Baiklah!”
Jan duduk di samping Pita dan mengambil buku dari pangkuan Pita. Jan membuka
halaman paling akhir dan menunjukkan pojok bawah buku yang dipenuhi tulisan
kecil dan rapat. Tahukah kamu apa yang Pita lihat di sana? Jan menggambar wajah
Pita! Wajah mungil Pita yang sedang tersenyum, dan Pita pun tersenyum.
“Mau
lihat yang lebih hebat?” tanya Jan.
“Yaps!”
Pita mengangguk-angguk bersemangat.
Jan
menahan halaman-halaman buku dengan ibu jari kanannya lalu membiarkan lembar
demi lembar terlepas satu persatu dan gambar Pita dalam berbagai ekspresi,
terlihat seperti dalam film animasi hitam putih.
Pita
tertawa-tawa gembira dan berseru hore berkali-kali. Tapi diluar sana semua
orang panik, sejak istirahat Pita tak terlihat di halaman sekolah. Pita juga
tidak masuk kelas Pita tidak tahu semua orang cemas mencari Pita, sekolah sudah
usai dan Pita belum ditemukan!
Akhirnya
Pak Ardi menemukan Pita di gudang sekolah dan Pita segera dipertemukan mamanya yang
cemas. Mama terlihat marah tapi tak bicara, di perjalanan pulang Pita cerita tentang
Jan dan hadiahnya, tapi mama seperti Gina mereka tak percaya Jan ada, itu
membuat Pita sedih, tapi itu tak lebih buruk karena sekarang Pita dihukum, Pita
dititip di rumah ape Odeng dan ape Ibo.