Ada
pertanyaan yang diajukan seorang teman beberapa tahun lalu yang membuat saya
kesulitan menjawabnya secara serius, jawaban yang saya berikan akan lebih baik
jika dianggap candaan. Tapi jika kamu tipe serius, maka itu akan terdengar
miris dan tragis. Pertanyaannya adalah: "Apa buku favorite siswamu?"
Saya cuma bisa bilang, "Buku wajah, karya Mark Zuckeberg."
Sesungguhnya kebanyakan siswa saya
menderita buta aksara. Ini masalah besar! Siswa SMA tidak bisa membaca? Jangan
salah paham, mereka sebenarnya bisa mengenali huruf, merangkainya menjadi kata
dan melafalkannya dengan benar. Tapi membaca bukan hanya kegiatan membunyikan
kata, namun mengerti dan memahami si kata. Bukankah nyaris tak ada bedanya bisa
melafalkan huruf namun tak mengerti artinya dengan sama sekali tak bisa
membaca.
Sebagai guru saya memahami hal ini.
Kebanyakan anak-anak usia sekolah tidak menaruh minat besar pada membaca.
Padahal menurut saya ini adalah kesalahan, karena― contoh sederhana saja, dalam
proses belajar misalnya, ‘kesalahan’ metode belajar dapat berakibat fatal.
Pernah dengar tentang solusi tak masuk akal agar pintar? Bakar bukunya, abunya
dicampur air dan diminum. Itu kelakar populer di kalangan anak-anak sekolah.
Banyak anak-anak memilih ingin pintar tapi tanpa pengorbanan. Untuk itu marilah
kita jawab pertanyaan berikut ini. Berapa banyak siswa yang memilih metode
menghafal alih-alih membaca perlahan guna memahami materi yang mereka pelajari?