Date a girl who reads

Date a girl who reads

Rabu, 09 Mei 2012

Resolusi




Hati-hati dengan resolusimu, bila benar-benar terjadi, kadang kamu malah ingin itu tak lebih dari sebuah mimpi.

04:12 AM, 01012011

            Mereka bertiga, menganggap diri seperti sekaleng soda, memang sedikit gila, karena…entahlah! Mereka menyebutnya dirinya; Caramel, Lime dan Fruity, untuk mewakili rasa, mewakili karakternya.

Tiga kaleng soda itu terguncang keras, akibat euphoria pesta, tak tahan tekanan mereka menumpahkan diri dan mengalir keluar. Masih tertawa-tawa dan melanjutkan pesta, di sebuah  kamar mewah hotel berbintang lima, di sebuah daerah wisata, sebuah pulau indah, objek wisata terkenal di Indonesia.
Di depan mereka  pitcher kaca berisi Coktail, dari rasa, seperti campuran Mansion, Tequila, dan Coca Cola, sementara kepulan asap perak beraroma mint beterbangan dan menari di udara. Mereka menjadi titik-titik yang membentuk segitiga tak sempurna, jatuh tertidur di lantai beralas karpet berbulu berwarna fuschia cerah. Musik memecahkan telinga, entah Pittbul atau Flo Rida terdengar menggila.
          “Sumpah, gue bosen!” Fruity menggerutu.dengan malas.
          “Kapan si, loe ngggak bosen?” Tanya Caramel, antara sadar tak sadar, setengah otaknya di khayalan setengahnya lagi masih melayang-layang.
          “Hidup loe sempurna, Nyet! Cuma elo doank yang nggak nyadar!” Lime menambahkan.
          “Sempurna apanya?” Fruity bertanya, bukan kepada siapa-siapa, hanya kepada dirinya. “Sempurna ketika lo hanya menjadi objek obsesif horny dan fantasi para buaya?” dia menghela nafas. “Sempurna…ketika lo dikenal sebagai putri si ini? bukan diri loe sendiri! Sempurna…ketika loe bahkan nggak tau jalan mana yang harus loe pilih! Sempurna…ketika elo tau bahwa loe salah jalan dan makin menyesatkan diri?” Fruity menangis, belum pernah dia merasa seperti ini, diantara kebingungan dan kebimbangan, di antara bintang-bintang yang melayang, kadang seseorang menemukan kesadaran.
          “Apa yang elo cari?” entah siapa yang bertanya, Caramel apa Lime
          “Damai” jawab Fruity singkat.
          Ada suara tawa serak yang khas, tawa Lime yang merdu dan manja.
          “Gue bahkan mau lakuin apapun untuk bisa jadi kayak loe!” Caramel angkat bicara, tapi bisa jadi kata-katanya berasal dari hati. “Loe tajir nyeeetttt! Loe cantik! Loe punya otak! Yang loe perluin cuma pura-pura! Pura-pura aja kalo bokap loe itu bukan bapak …bla..bla…bla…yang terhormat…tapi juga menjijikan! Yang perut gendutnya bikin rusak pemandangan, yang senyum bokisnya kayak senyum iblis. Loe nggak usah anggap dia ada, selama kehidupan loe sejahtera, selama nyokap loe yang masih digandengnya kemana-mana bukan selingkuhan-selingkuhannya!” Caramel terkekeh, dia bangkit, mengambil gelasnya yang kosong, meraih pitcher menumpahkan minuman di karpet alih-alih ke dalam gelasnya, mencoba sekali lagi dan setelah agak terisi, dia menyesap isi gelasnya, sedikit mengernyit ketika tearasa di lidahnya tapi seolah menikmati dengan sepenuh hati.
          “Dodol loe nyeeetttt!” Lime menimpali “Gue pengen dong jadi emak tiri sirih elo!hahaha” sebuah candaan atau pengharapan. “Elo tau kan selera gue? Bapak-bapak berkantong tebal! Dan bokap loe…hot! Masih sexy !”
          “Dasar nggak punya harga diri!” maki Caramel! “Duitnya yang Sexy! Matre!”
          Lime cuma tertawa, dan bangkit dari lantai, membakar rokok dan berdiri lalu berjalan mondar-mandir.
          “Loe nggak tau sih, rasanya gimana, kalo loe nggak jual diri loe nggak bisa tampil trendy, kalo loe nggak jual diri loe nggak bisa nikmati hidup kayak gini, loe pada nggak tau sih, gimana rasanya kalo cuma punya bokap pegawai negeri!” dia berbicara hati-hati, sementara air mata menetes di pipi. Fruity yang peka, memeluknya, menenangkannya dalam dekapan hangat seorang sahabat.
          “Drama!” Caramel mengejek, tapi jauh di dalam hati dia berharap bisa menjadi bagian dari kehangatan itu, bagian dari dekapan lembut menenangkan itu, bukan dekapan-dekapan nafsu dari suatu lelaki ke lelaki lainnya, entah pacar, atau teman atau bahkan kenalan semalamnya. “Gue pengen punya bayi…bayi gue sendiri” antara galau dan ngigau. “Supaya gue punya tanggung jawab, supaya hidup gue nggak sebebas ini” Fruity mendengarnya, kali ini dia menubrukkan diri pada Caramel, dan tertawa bahagia lalu berteriak.
          “Ini subuh taon baruan kan???” Fruity berubah seceria biasanya walau kepalanya seberat berton-ton pasir. “ Itu resolusi pertama!” dia berteriak lagi “Okay, sekarang giliran gue, re-so-lu-si gue!” Kali ini Fruity naik ke atas tempat tidur, sambil melompat-lompat dia memuntahkan segala keinginan terdalamnya “Gue mau tinggal jauh dari peradaban, jauh dari fasilitas haram bokap gue! Jauh dari loe pada, iblis sejiwa gue!hahahahaha, gue pengen mengabdi pada suatu tempat yang jauh, tempat gue merasa lebih berguna” Fruity terdengar bahagia. “Apa resolusi elo Tan?” tanya Fruity kepada Lime, dia memanggil Lime dengan sebutan Tan, pendekan dari Tante, Fruity menganggap gaya Lime mirip tante-tante girang kesepian.
          “Loe tau kan?” singkat Lime berkata.
          “Nyokap tiri sirih” teriak Caramel! “dasar nggak tau diri!”
          “Nyet! “ Lime memanggil Fruity “Kalo tiba-tiba loe jadi anggota suku primitif, sumpah gue pasti kangenin loe! Tapi kalo boleh jujur gue lebih suka kalo jadi cewek centil yang menggila di dance floor.”
          Dan diluar sana, beberapa bintang memilih berjatuhan untuk mengabulkan permintaan orang-orang yang mengharapkan keinginannya terkabulkan.

11:23 PM 31122011

            Hidup ini lucu, kadang kita menolak sesuatu yang pernah menjadi harapan kita, seperti tiga kaleng soda yang sekarang kosong itu; Caramel, tengah resah menatap pilu pada bayi malang di pelukannya, bayi perempuan cantik yang tidak berbapak. Fruity, tengah kesepian dan merindukan keramaian, dan Lime, antara gelisah dan merasa berdosa, tapi pada akhirnya tetap menerima lamaran ayah sahabatnya.

2 komentar: