Aku pernah ditinggalkan
sekali
Merasakan sakitnya
perih, Menahan luka yang pedih
Terima kasih karena
sudah menemani
Dan menjagaku dari sepi
***
Sepanjang malam hujan, dan yang
menenangkan Joe menyelimutiku dengan pelukan hangatnya semalaman, itu membuatku
benar-benar merasa nyaman.
Entah
inibenar-benar terjadi atau hanya perasaanku saja. Aku pikir beberapa hari
kebersamaanku dengan Joe membuat iri sang pagi.
Bunyi
rintik sisa-sisa tangisan langit membawaku dari dunia mimpi, ke dunia nyata
yang indah. Dunia dimana ketika aku terjaga kutemukan seseorang yang kucinta.
Ada
rasa tak percaya saat menatap teduh wajah rupawannya. Saat nafasnya menyanyikan
simfoni yang indah. Saat wangi tubuhnya memberikan kedamaian di jiwa. Well, aku mulai terdengar seperti
gadi-gadis dalam drama penuh romansa.
Ada
berjuta kata ingin kuucapkan, tapi tak ingin kusampaikan, aku benar-benar
menyebalkan!!!
“Boleh
aku mengucapkan selamat pagi dan mendapatkan sebuah ciuman untuk bibirku ini?”
Joe membuka mata dan langsung membuatku merona.
***
Kembali
ke rumah, tak lagi bisa bersama dalam radius yang nyaris tak berjauhan seperti
di liburan singkat seminggu kemarin. Ada rasa yang berbeda ketika Joe mengantarkanku
sampai ke gerbang depan. Entah mengapa aku tak ingin dia pergi. Apakah pengaruh
cinta harus berlebihan seperti ini??? Oh God, mulai malam ini dan seterusnya
akan selalu ada Kubuang jauh-jauh rasa tak enak di hati.
***
Joe
tak datang semalam, aku benar-benar dibuat tak nyaman karena kerinduan yang
mendalam.
Ketukan
di pintu kamar, pasti Joe! Pikirku…cepat-cepat kubukakan pintu, tapi sayangnya
hanya wajah tengil adikku yang menyebalkan yang memandangku bosan, memberiku
kotak kecil berpita.
“Dari
Joe kayaknya” katanya singkat, sambil menguap dan menggaruk kepalanya dia
berlalu begitu saja tanpa menunggu aku berkata sesuatu.
Segera
kubuka kotak itu dan menemukan dua anak kunci di dalamnya. Aku menebak keduanya adalah kunci rumah
Joe. Dan ada sebuah kartu kecil bertuliskan "My Room, 10.00 PM". Isi pikiran Joe saat ini membuatku curiga.
Tapi entah mengapa, itu malah membuat pipiku memerah.
Apa
isi pikiran Joe, membuatku curiga, tapi entah mengapa, membuat pipiku memerah.
Orang tua Joe tak ada di rumah, ayahnya sedang ada di luar kota, dan ibunya
kali ini ikut serta.
***
Dapatkah kau dicintai?
Dapatkah kau mencintai?
Pantaskah kau dicintai?
Pantaskah kau
mencintai?
Apa
ini serupa pesan? Entahlah. Tapi
kalimat-kalimat itulah yang kutemukan tertulis di sebuah kartu kecil. Kartu itu
tertempel di pintu depan rumah Joe
Aku memasukkan anak kunci lalu kuputar
perlahan. Kubuka pintu dengan hati-hati. Jangan sampai aku terkejut dengan Joe
yang akan mengagetkanku dari balik pintu.
Sepi. Tak ada teriakan, apalagi tepuk tangan.
Aku yakin ini hanya perasaanku saja. Kudengar suara musik. Terdengar
mendayu-dayu. Huh!!!
Kubuang jauh-jauh isi otakku itu. Entah lagu
apa itu. Suaranya indah, tapi benar-benar membuatku merinding. Nampaknya aku
mulai menakuti diriku sendiri dan membuat otakku menjadi pening. Sebenarnya
yang ada hanyalah hening belaka!
Aku coba mengingat, ini bukan malam jum'at,
tapi minggu malam. This isn't Hallowen
not April Mop. And definatelly not my birthday! Jadi Joe tidak punya alasan
apapun untuk memberi kejutan untukku.
Kutatap
lantai, kelopak mawar membentuk jalanan menuju tangga ke lantai atas. Joe,
benar-benar sukses membuatku penasaran, dan tebak! Sebuah kartu, aku
memungutnya, dan membaca sebuah pesan di sana.
Apa
yang kau tahu tentang cinta???
Kesakitan
yang menyenangkan
Kerinduan
yang menyesakkan
Kenikmatan
yang menyakitkan
Dan
Kecanduan
yang membahayakan
Entah
darimana dia mendapat kutipan, tapi yang jelas ini sama sekali tak terdengar
romantis.
***
Aku terus berjalan mengikuti kelopak
mawar merah itu, diujung tangga kutemukan lagi sebuah kartu.
Banyak alasan
mencintaimu
Salah satunya karena
kumampu
Juga untuk membuat yang
lain cemburu
Bahkan, dia yang telah
menjadi abu
“Joe!” Sebenarnya aku ingin berteriak
memanggil namanya tapi yang kubisikkan tak lebih dari helaan nafas ketakutan. Aku
mencoba berpikir dari sudut pandang Joe. Semoga ini hanya kejutan konyol,
dimana nanti crew TV dan entah
apalagi akan keluar dan bertepuk tangan. Kupercepat langkahku, di ujung tangga
kutemukan lagi kartu yang sama tapi dengan pesan berbeda.
Ada
satu hal yang harus kuucapkan dengan berani:
Aku
mencintaimu
Tak
pernah menyesal bertemu denganmu
Tak
pernah menyesal meninggalkanmu.
Aku tak bisa memahami semuanya, kubuka
pintu dengan bergetar, pikiranku tak karuan nafasku memburu cepat, aku tak mau
ditakuti pikiranku yang terdalam.
Kamar itu gelap, tak ada cahaya, aku
mencari tombol listrik untuk menerangi ruangan itu. Aku masih berharap Joe
dengan tampang jahilnya meneriakan “Kejutan!!!” lalu memberiku pelukan dan
menertawakan ketakutanku. Bahkan ketika lampu menyala tak ada dia di sana,
hanya kamarnya yang seperti biasa.
Tak tahan, aku berteriak! “Joe! Nggak
lucu! Kalo dalam hitungan tiga kamu nggak keluar. Aku pulang, ini beneran,
bukan gertak sambel doank!” aku yakin aku akan menangis. Kebingungan dan
ketakutakan, yang kulakukan hanya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan,
sampai mataku melihat sesuatu, keping DVD dan tulisan PLAY ME. Dan yeah, kutemukan Joe di sana, dibalik layar kaca TV
Plasmanya.
“Hai Bells” dia memanggilku dengan
lafal yang lain, bukan lafalnya tapi…seperti Dave. Dia tersenyum, tangan
kanannya melambai padaku. Dia agak gugup kurasa, aku tau dia kesulitan untuk
berkata-kata. Dia terlihat gelisah, tapi akhirnya dia menghadap kamera dan
bicara, dengan air muka yang tak biasa.
“Bells,
bolehkah aku mengatakan betapa aku mencintaimu?” entah mengapa ketika
mengatakannya, matanya berkaca-kaca.
“Ya, aku juga mencintaimu” bisikku
lirih
“Aku
selalu mencintaimu, bahkan sedari dulu, jauh sebelum Dave mengungkapkan cinta
padamu, Dave tahu aku menyayangimu, tahu aku mencintaimu, tapi mengabaikan
segala perasaanku.” Dia terhenti, mengambil nafas lalu melanjutkan. “Tapi,
aku harus tahu diri, siapapun akan memilih Dave, Dave punya segalanya, dan aku
bukan siapa-siapa…selalu yang nomor dua, setelahnya, menyakitkan! Dan
pertanyaanya, kapan hidup itu tak pernah menyakitkan?” aku mendengar
suaranya bergetar dan menjadi parau.
“Bells…aku
mencintaimu, tapi juga menyayangi Dave sahabatku. Pernah kupergi, meninggalkan
kalian berdua, untuk menikmati kisah cinta… tapi aku tak pernah menyangka. Dave
memiliki batas usia di dunia yang begitu muda, kamu dan aku merasa kehilangan.
Kita kehilangan sepotong hati kita, bagian terpenting dari diri kita. Demi
Tuhan aku tak pernah membenci Dave karena memilikimu, tidak sekalipun, Yang
kusesali adalah bahwa kamu terlalu lama bersedih setelah dia pergi. Bahkan saat
aku kembali datang menemani dan berusaha mengobati” Disaat itu baik mataku
maupun di mata indahnya bergulir bening air mata.
“Bells,
aku menikmati kebersamaan kita. Aku menikmati proses penyembuhan lukamu. Tapi
aku tahu bagi wanita hati itu hanya satu, tak mampu mengisi dua cinta dari dua
orang yang berbeda. Yang satu harus pergi agar yang lainnya bisa mendiami”
Lama Joe tak berkata apa-apa, tapi akhirnya dia bicara juga.
“Bells,
kupikir kubenar, tapi ternyata kusalah. Kupikir aku bisa menjadi pengganti Dave
tapi ternyata aku takkan pernah bisa” tangisnya pecah menjadi butir airmata
yang kini mengalir lebih cepat dipipinya, dia tak mengapusnya membiarkannya
mengalir, membiarkan suaranya semain serak dan tercekat ketika bicara. “Aku makhluk laknat! Kupikir ini cinta! Tapi
bukan juga, maaf…”dia terdiam lagi seperti menikmati tangisnya, kali ini
dia menatap ke langit-langit seolah dengan begitu airmatanya takkan tertumpah,
tapi ya mengalir juga, seperti air mataku yang kini menderas.
“Bells,
maaf…”
Aku tak tahu apa yang harus dimaafkan
“Bells,
maaf…”
Aku tak tahu dimana letak kesalahannya
“Mungkin
aku gila, tapi tak mengapa, aku sudah terlanjur berdosa, dan sekarang, biar
kutanggung semua…” dia menangis, dan aku juga, tak pernah melihat Joe
terlihat sesedih ini, tak pernah mengira aku akan menangis lagi
“Bells,
aku memilih meninggalkanmu. Murni karena aku mencintaimu, sengaja kutinggalkan
kamu saat kamu sudah benar-benar mencintaiku… agar aku bisa…membuatmu lebih
mencintai aku dibanding sahabatku” dia terdiam, dan aku menghentikan
rekaman itu, kuulangi lagi kucerna kata perkata dalam tayangan lambat“Bells-aku
memilih-meninggalkanmu-murni-karena-aku-mencintaimu,-sengaja-kutinggalkan-kamu
saat-kamu-sudah-benar-benar-mencintaiku,-agar-aku-bisa…membuatmu-lebih-mencintai
aku-dibanding-sahabatku” Aku mengerti kemana arahnya bicara. Airmataku
tertumpah deras tak kuasa untuk kutahan lagi.
“Aku
sengaja membuatmu datang lebih lambat, agar aku tak sempat terselamatkan”
Aku menahan tangisku, kugigiti
jemariku, tak ingin berteriak dan memang tak kuasa berteriak
“Terima kasih
untuk semua rasa yang sangat indah, maafkan aku”
Gambarnya terhenti hanya tulisan singkat bertuliskan
Temui aku di
tempat kita menikmati sepotong senja, I
Love You my Belle
Dengan sisa keberanian kuseretkan
langkah. Menuju balkon tempat terakhir bersamanya menikmati pelangi, dia di
sana, tak berdiri, hanya tergantung pada sebuah tali.
:::THE END:::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar