(Adrian)
***
Dongeng hanyalah dongeng, yang kau
bacakan untuk putri kecilmu agar dia menyerah dan berhenti terjaga. Dongeng mungkin hanyalah dongeng, tapi
bagaimana jadinya bila dongeng yang kau jalani adalah bagai hidupmu di dunia
nyata?
Masih ingatkah pada suatu kisah,
tentang gadis cantik nan pemberani bernama Clara, yang melakukan petualangan
melawan Raja Tikus, ditemani ksatria yang dikutuk menjadi sebuah boneka, si
Nutcracker? Ingatkah kau? Tapi sayangnya, ini bukan tentang Clara, Nutcracker
dan Raja Tikus. Ini lebih dari sekedar dongeng sebelum tidur.
Suatu malam…Sang Gadis yang cantik,
terjaga dari tidur lelapnya, tersadar begitu saja, dia seperti merasakan bahwa
ada yang tengah berada dalam bahaya, ada peperangan jauh di dalam sana. Tapi
ini bukan peperangan antara Raja Tikus yang dibantu oleh sekutunya. Hanya
peperangan dalam diri seorang lelaki, yang disayanginya. Sang lelaki memecahkan
emosi, melawan hati nurani, terlalu frustasi karena harus melawan diri sendiri.
Lebih karena harga diri yang begitu tinggi, juga iri serta dengki, dan jangan
lupakan satu hal, bagian terpentingnya, sebuah tempat terindah, tahta berharga
di sudut hati wanita yang dicintainya. Terlalu rumit untuk dimengerti mustahil
dipahami, bagaikan sebuah tragedi.
Seperti sikap takut dan pengecut si
Raja Tikus, lelaki itu menghilang, dan digantikan oleh seseorang. Pria muda
berwajah indah berhati ksatria, prajurit gagah berani yang akan melindungi sang
buah hati. Sepotong diri sang lelaki memang meminta ksatria pemberani itu untuk
melindungi sang putri, dia memohon hingga sang ksatria bersedia menjaganya,
membawa si putri lepas dari mimpi, berjuang membebaskan diri dan diizinkan
untuk menemukan jati diri.
Tapi apa mau dikata, Gadis Jelita dan
Ksatria muda dibiarkan bersama, keduanya tak bisa dicegah saling jatuh cinta.
Sang lelaki kembali, bukan seperti lelaki yang dulu pergi, ini dirinya yang lain lagi. Pulang
dalam keadaan penuh murka dan amarah, mencari sang Ksatria untuk mencabut
nyawanya, bukan karena apa-apa, tapi karena ingin melindungi putrinya, dari
cinta yang tak semestinya, yah…itu menurutnya.
***
Aku melihat dengan mata kepalaku betapa lancang dan beraninya lelaki muda itu mencium putriku, di depan pintu rumahku, di bawah hukum dan perlindunganku. Ini lewat tengah malam, dan tak kutemukan putriku tidur lelap di bawah selimut hangatnya. Saudaraku tersayang sepertinya memberi putriku kepada tangan yang salah. Jangan lagi bicarakan cinta, sudah kukatakan bahwa aku takkan pernah lagi bisa untuk mempercayainya!
Aku berdiri di
ujung tangga, dalam balutan piyama sutra nyaman, memposisikan diri sebagai
seorang ayah dari seorang gadis remaja. Aku memandang keterkejutan dan
kebahagiaan yang meluap manakala putriku melihat sosokku. Dia berlari secepat
kakinya mampu melangkah, dia memelukku lalu menumpahkan banyak air mata.
“Papa…” hanya
itu yang dibisikkannya dalam isakan tangis yang memilukan.
“Papa disini”
hanya itu yang bisa kuakatakan.
“Papa, jangan
pergi-pergi lagi, janji”Isaknya lagi.
“Takkan pernah
sayangku” janjiku dari hati.
Merasakan
peluknya benar-benar kenikmatan, putriku, akhirnya aku bisa berada bersamamu,
hanya kita, aku dan kamu tanpa saudaraku, tanpa dia yang merasa sebagai ayahmu,
dia sang pencuri raga yang hina yang memposisikan diriku sebagai monster laknat
penuh dosa.
***
Putriku
memejamkan mata, menutup harinya yang sempurna. Aku mulai melangkah mencari
sang pemuda hina. Untuk melakukan pembalasan, memberinya pelajaran berharga,
aku tak kuasa melihatnya melakukan hal yang tak kusuka, menciumnya seakan
putriku perempuan murahan. Penuh dendam kutuntut sebuah balasan.
Dia di sana,
sang pemuda. Memandangku seakan tak percaya. Aku tau di dalam diriku, makhluk
lain berontak, mencegahku menumpahkan amarah. Keduanya sama saja.
“Pak Adrian”
dia memanggilku, yah itu namaku, tapi itu juga nama yang dikenalkan padanya
oleh saudaraku.
Aku
memandangnya tanpa bicara, kedua orang pria tinggi tegap, orang-orangku, abdi
setiaku, memegangi kedua tangannya, menahan tubuh lemahnya gar bisa berdiri
menahan sakit dan luka. Darah mengalir dari sela mulutnya, aku tau perihnya
yang terasa menyiksa, aku harus memberikannya rasa sakit yang akan dikenangnya
selamanya, agar dia juga merasakan bagaimana sakitnya hatiku, karena
keberaniannya menyentuh putri kesayanganku.
Satu dua kali
kuhantamkan lagi tinju keras pada dagunya, kuharap ada yang retak, kuharap bisa
merusak wajahnya agar tak lagi bisa memikat apapun dengan pesonanya. Kuabaikan
protes dalam benakku. Malang, takkan ada yang bisa kau lakukan, kau yang ada
dalam diriku, dan pria muda penuh darah di depanku, aku lakukan apapun yang
menjadi mauku. Hingga ketika pemuda itu bersimbah darah dan tak lagi memiliki
kuasa, aku dan kaki tanganku meninggalkannya teronggok tak berdaya dalam kamar
sempit rumah kotrakannya yang murah.
cerita yang benar benar tak terduga. keren! :D
BalasHapusheheheheh pembacanya harus dibikin penasaran biar ga bosen
BalasHapus