Date a girl who reads

Date a girl who reads

Sabtu, 18 Februari 2012

Warna-Warni Dunia Putri


Hal yang paling menyenangkan dari menjadi seorang remaja adalah…
Kamu mulai bisa menentukan warna-warni untuk duniamu sendiri
***
          Julia Robert mengatakan “masa remaja menghantamku!” sementara Charles Dickens bilang “masa remaja itu masa terindah juga masa terburuk” Tapi aku punya definisi berbeda tentang masa remaja, karena aku sedang menjalaninya, buatku masa remaja adalah saat yang tepat untuk menentukan warna-warna apa saja yang akan kamu pilih untuk mewarnai hidupmu!

Nasib, takdir, ataupun kesempatan yang nantinya akan kita jalani menurutku seperti sekotak pensil warna, begitulah, dan tugasku mulai sekarang adalah menentukan warna-warnanya, jika hidupku sebuah kanvas putih maka aku harus mulai memilih, aku hanya tak ingin hidupku terlalu hitam putih, buatku itu sungguh mengintimidasi, terlalu signifikan, terlalu benar salah, aku suka memandang sesuatu yang indah, dan keindahan akan kutemukan melalui banyak warna.
***
          Aku sangat menyukai gelak tawa seusai sekolah, saat kami berjalan pulang bersama, aku dan teman-temanku selalu berjalan melewati sebuah studio foto kecil, dan semuanya dimulai dari bisik-bisik yang berubah menjadi gossip yang akhirnya sampai ditelingaku,  salah satu temanku mengatakan bahwa ada cowok keren yang baru saja bekerja di studio foto yang selalu kami lewati sepulang sekolah, dia seusia kami.
          “Unyu-unyu!” kata Nina
          “Cool” kata Pipiet
          “Perfect” kata Mila
          Dan apa kataku “dia…cukup menarik”
          “Tapi jangan ada yang jealous dan envy saat tuh cowok jadi pacar gue” kata Tita, dengan senyum misteriusnya.
          Well, perkataan Tita tak terlalu menjadi masalah, karena… awalnya tak terlalu tertarik, tapi setelah berkali-kali curi pandang saat melewati tempatnya bekerja membuatku ketagihan, hahaha sesekali ketika apes itu menyerangku, aku malah tersandung saat…alih-alih melihat jalan di depanku, tapi sibuk melirik kearah cowok yang sehari-hari lebih suka memakai t-shirt berwarna biru, baiklah, kusebut dia Biru.
          Kupikir  si Biru cukup menarik, karena…. cowok keren banyak, tapi cowok ini menurutku sedikit berbeda dari kebanyakan karena lagi-lagi info dari teman-temanku membuatku mulai tau tentang si Biru, dia mau bekerja part time untuk membantu keluarganya, ayahnya telah tiada…dan kupikir dia cukup dewasa karena mau mulai untuk bertanggung jawab diusianya yang begitu muda.
          Terlalu dangkal bila aku bilang bahwa aku tertarik karena si Biru punya tampang dan juga sikap cool yang bikin cewek-cewek penasaran tapi…yeah begitulah, tapi aku suka melihat sorot mata teduhnya saat menghadapi sekumpulan cewek cekikikan yang selalu punya alasan baik yang konyol maupun tak masuk akal untuk menuju studio foto itu, aku suka bagaimana caranya menghadapi kami tanpa merasa risih karena tatapan mata  menggoda dan tingkah centil teman-temanku sejujurnya sungguh menunjukan betapa labilnya kami sebagai remaja, ah sudahlah, remaja adalah remaja kadang kami bersikap seakan tak punya logika. Tapi aku tak mau mengatakan bahwa aku mulai jatuh cinta, aku hanya…katakanlah terpesona, dan pesona itu berwarna …biru cerah.
***

               Aku hanya terlambat mengakuinya! Okay, aku menyukainya, dan sayangnya aku tersadar tiba-tiba tepat setelah Tita mengatakan…
               “Gue jadian!” katanya dengan girang, dan pipinya merona merah muda, di saat itulah aku kecewa, tapi tak ingin kutunjukkan, teman yang baik haruslah bahagia ketika temannya bahagia, tapi bagaimana? Apa aku harus membohongi rasa?
               Awalnya berniat untuk melupakannya, tapi…setiap kali melihatnya sepulang sekolah, aku tau aku tak pernah bisa benar-benar menghentikan otakku untuk terus memutar fantasi romantis, tapi…sudahlah, dia bersama sahabatku, ada rasa cemburu, dan cairan bening yang menetes di hati saat Pipiet mulai bercerita kisah cintanya membuatku yakin, cemburu itu berwarna Kuning.
***

             Tak mampu mengkhianati sahabat tak sanggup mengingkari rasa, aku memilih menjadi pengagum rahasia, mengirimi si Biru SMS dan berlindung di balik dunia maya, berpura-pura dan bersembunyi dari realita. Walau pada akhirnya si Biru dan Mila memilih mengakhiri kisah, tapi…sebagai “sahabat tempat curhat tak terlihat” aku merasa terluka, karena…si Biru hanya berbicara mengenai Mila, Mila, dan Mila, ada kecewa tapi…setidaknya aku dekat dengannya walau hanya dalam sandiwara penuh rahasia yang berwarna Jingga.
***
             Akhirnya di dunia mayapun aku menyerah, mencoba lagi melupakannya, aku tak terlalu peduli, apalagi di sana dia mulai merajut kisah dengan kakak kelasku, lagipula ada juga cowok lainnya, yang sialnya adalah sahabat si Biru! Lingkaran pertemanan membuatku berteman dan akrab dengan si Biru, pada akhirnya, tau kenapa dia mendekatiku, disaat aku bersama sahabatnya???
             “Put…Mila apa kabar?”
             Dia hanya ingin tau tentang Mila saja! Begitu besarnya rasa untuk Mila, seperti warna Merah yang menyala-nyala.
***
          Entah bagaimana prosesnya tapi yang aku ketahui, aku mulai menjauh dari sahabatnya, dan si Biru mulai menjauh dari pacarnya, awalnya karena topik Mila…tapi kemudian kedekatan kita berubah menjadi saling tukar menukar perhatian, apalagi dalam pembicaraan kami mulai saling berbagi harapan, hingga… kejadian di malam itu, saat alunan lagu romantis yang dinyanyikan di konser band lokal yang kami saksikan, tiba-tiba saja si Biru menghentikan euphoria khas remajaku yang sedang menikmati lagu demi lagu, si Biru menyentuh tanganku dan semuanya hening di telingaku…saat dia menatapku, dan mengatakan….
          “I Love You!” Well, aku tak tau bagaimana warnanya yang jelas seperti warna ledakan kembang api di akhir konser malam itu, yang berujung ledakan kekecewaan di hatinya, aku menolaknya tepat setelah dia bilang “are you gonna be my girl?” beberapa waktu kemudian, tepat di hari ulang tahunku! Apakah aku membohongi diri dengan menolaknya? Entahlah! Hanya ada rasa ketidak percayaan saja, kupikir dia masih belum sungguh-sungguh melupakan Mila lagipula… alasanku tepat! Aku belum siap pacaran!
          Kita tidak berakhir dengan perang dingin, seperti es batu yang membeku, penolakanku, menjadikan kita… malah memiliki hubungan lebih baik dari sebelumnya, karena… di masa depan kami ingin menekuni bidang yang sama Fotografi, kami bemimpi ingin menjadi fotografer professional, memiliki cita-cita itu adalah hal yang hebat, tentu saja, dan taukah kamu apa warna cita-cita? Hijau Tosca yang indah!

***
          Sekolah dan banyak kegiatan membuat kami fokus dengan kehidupan masing-masing, komunikasiku dengan Biru memang tak selancar dulu. Aku ingin fokus pada sekolahku, dan ketika aku memutuskan untuk memperdalam bahasa Inggrisku di Kampung Pare, lama tak ertemu karena jarak yang jauh aku mulai bersama teman-teman baru, tapi…walau begitu si Biru tak bisa benar-benar hilang dari ingatanku, di waktu-waktu tertentu aku suka berbicara tentangnya dengan teman-teman lainku; menceritakan siapa si Biru, bagaimana si Biru dan bagaimana dia menarik ulur hatiku, fiuuuuh tapi teman-temanku juga menikmati curhatku, tak kusangka, salah satu temanku yang juga adik kelasku tertarik dengan si Biru, dan…bodohnya aku! Aku membiarkan dia berkenalan dengan si Biru, awalnya hanya memberikan nomor handphone-nya, setelah itu………………hatiku berubah abu-abu setelah pulang dari Kampung Pare dan mengetahui si adik kelasku jadian dengan si Biru, huh…seperti ada lebam biru di sudut hatiku.
***
                 Mungkin sudah saatnya untuk melepaskan rasa yang berkali-kali tak kucoba sangkal dan hindari, jadi enough is enough segalanya berlalu bersama birunya Januari, segala sedih dan galau hati seharusnya pergi… mungkin Biru bukan warna yang tepat untukku, mungkin aku perlu warna lainnya…yang mungkin lebih indah bila kucampur dengan warna-warna yang telah kupunya, Sekarang aku ada di lembar kedua tahun ini, Februari, banyak warna merah muda di sini… aku masih di sini, menunggu warna baru yang akan lebih tepat untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar