Date a girl who reads

Date a girl who reads

Senin, 02 September 2019

[Review] Harry Potter dan Si Anak Terkutuk: Terkutuklah Dia yang Ingin Mengubah Masa Lalu



Data Buku:

Judul: Harry Potter dan Si Anak Terkutuk
Penulis: J.K Rowling, John Tiffany, & Jack Thorne
Alih Bahasa: Rosi L. Simamora
Editor: Nadira Yasmine
Gramedia Pustaka Utama
🌟4/5
📆 1-3 September 2019 


Wara

Menjadi Harry Potter memang sulit dan sekarang pun tidak lebih mudah ketika ia menjadi pegawai Kementerian Sihir yang kelelahan, suami, dan ayah tiga anak usia sekolah.

Sementara Harry berjuang menghadapi masa lalu yang mengikutinya, putra bungsunya, Albus, harus berjuang menghadapi beban warisan keluarga yang tak pernah ia inginkan. Ketika masa lalu dan masa sekarang melebur, ayah dan anak pun mengetahui fakta yang tidak menyenangkan: terkadang kegelapan datang dari tempat-tempat yang tak terduga.

Berdasarkan cerita asli baru karya J.K. Rowling, John Tiffany, dan Jack Thorne, naskah untuk Harry Potter dan si Anak Terkutuk aslinya dirilis sebagai “edisi latihan khusus” bersama pementasan perdana di West End London pada musim panas 2016.

Drama ini mendapat ulasan positif dari para penonton dan kritikus teater, sementara naskahnya segera menjadi bestseller global. Naskah definitif dan final ini berisi dialog drama, juga materi tambahan.


Resensi:




Beruntung, saya terlambat membaca buku ini dan adalah saat yang tepat ketika membaca buku ini ketika saya baru saja menyandang status sebagai orangtua agar saya lebih memahami sudut pandang Harry, bocah lelaki, yang bersamanya saya sebagai pembaca seakan tumbuh dan melewati masa remaja. "Albus Severus, kau dinamakan seperti dua kepala sekolah Hogwarts. Salah satunya adalah Slytherin dan dia adalah orang paling berani yang pernah kutemui." Saya ingin membuka ulasan ini dengan apa yang Harry katakan untuk menenangkan kekhawatiran putranya jikalau ia terseleksi ke Slytherin alih-alih Gryffindor. Sedari awal seakan dengan tanpa sengaja dititupi, nampaknya, kisah ini adalah imajinasi terliar para pembaca yang ingin penulis puaskan. 


Bayangkan saja, putra Harry berakhir di Slytherin, bersahabat karib dengan putra Draco Malfoy yang tak bisa dipungkiri meletakkan kekagumannya pada Rose yang adalah putri dari Hermione dan Ron.

Hermione sendiri menjadi Perdana Menteri Sihir dan suaminya Ron mengelola toko Lelucon. Sementara Harry, nampak semembosankan Bartholomeus Crouch. Apakah jabatan Kepala Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir harus selalu memiliki hubungan buruk dengan putranya? SEHARUSNYA Harry belajar dari tragedi keluarga Crouch.

Albus & Harry
Ketika James Potter memiliki tiga sahabat, Harry dengan dua sahabat, sementara Albus hanya memiliki Scorpius seorang, ini membuat saya meyakini bahwa semakin bergerak zaman semakin sulit untuk berteman. Jelas sekali pola pertemanan tiga generasi hampir serupa, perjalanan Hogwarts Express. Menyandang gelar putra Harry Potter dan pewaris kekayaan Malfoy baik Albus maupun  Scorpius tak bisa dikatakan menarik maupun populer. Di awal keduanya terlihat merasa terbebani akan nama belakang yang mereka miliki.

Bakat Albus adalah mempermalukan diri sendiri sementara Scorpius digosipkan sebagai putra Voldemort jelas merupakan kombinasi sempurna bagi mereka untuk tak mendapat tempat di Hogwarts. Sekolah terasa menjemukan hingga mereka melakukan pemberontakan. 


Ada fase di masa remaja tertentu yang harus kita akui, bahwa kita pernah marah dan membenci orang tua kita. Siapa kita yang bisa memilih terlahir di keluarga mana? Albus merasakan itu dan sesungguhnya Albus sendiri bukan ingin memberontak, Albus hanya ingin membetulkan salah satu kesalahan Harry. Albus ingin menyelamatkan Cedric Diggory dari kematian. Dengan mencuri Pembalik Waktu dari Kementerian, alih-alih menghidupkan Cedric kembali. Albus dan Scorpius malah membunuh Neville Longbottom juga Harry Potter bahkan Ron dan Hermione tidak menikah, tak pernah ada Rose dan Hugo. 

Delphini Diggory/Riddle
Persis seperti yang Albus katakan, "Ayahku telah membuktikan kau tidak perlu menjadi dewasa dulu untuk dapat mengubah dunia penyihir." Dunia tergelap menjadi kenyataan hanya karena ketololan dua remaja tanggung yang terpikat pada sosok yang menurut saya sebagai pembaca sok tahu adalah si anak terkutuk sesungguhnya. Memikat adalah keahlian si anak yang diwarisi dari ayahnya yang memiliki keahlian yang sama. Keduanya pun sama-sama tak mengenal cinta. 



Saya harus berhenti bercerita, jika tidak saya terpaksa membocorkan bagian-bagian penting yang membuat calon pembaca buku ini berang. 

Harry Potter dan Si Anak Terkutuk adalah pengobat kerinduan para fans pembaca Harry Potter, itu kabar baiknya. Kabar buruknya, jika kalian hanya penonton filmnya, emosi yang dimasukan dalam setiap kalimat pembangkit nostalgia dalam buku ini akan terasa sia-sia. Bahkan, walau di halaman-halaman terakhir buku ini dilengkapi dengan pohon keluarga dan lini masa dari Harry Potter, itupun akan terasa percuma.


Saya selalu mengagumi sihir J.K Rowling yang mampu menghidupkan imajinasi dan memanjakan fantasi pembaca, hanya saja sayangnya, terjemahan yang kurang luwes menjadikan beberapa bagian terasa sulit dicerna. Mungkin karena kami adalah pembaca yang sebelumnya dibuat terlena oleh kepiawaian almarhumah Listiana Srisanti dalam meramu dan mengalihbahasakan. Selain itu tentu saja karena Harry Potter dan si Anak Terkutuk bukanlah novel tapi naskah drama, bayangkan saja kita sedang disajikan sebuah tontonan.
 
Draco & Scorpius

Pada akhirnya saya harus mengatakan , jika serial Harry Potter 1 hingga 7  mengajarkan tentang kekuatan cinta ibu, maka Albus Severus melalui kisahnya mengajarkan dahsyatnya cinta ayah. Dan, menyetujui Draco Malfoy di halaman 153, "Menjadi orangtua adalah pekerjaan yang paling sulit di dunia-tapi mereka salah-tumbuh besar lebih sulit lagi. Kita semua lupa betapa sulitnya hal itu." Terlepas apakah kalian pengagum Harry Potter ataupun tidak, tapi sulit sekali untuk tak tergoda pada buku ini mengingat deretan prestasinya berikut ini; Australian Book Industry Award (ABIA) Nominee for International Book (2017), Goodreads Choice Award for Fantasy (2016), Waterstones Book of the Year Nominee (2016)


1 komentar: