Aku tak percaya, jika ada yang mengatakan bahwa
waktu akan menyembuhkan luka, karena yang kutau, waktu tak memiliki kekuatan
untuk itu, tapi yang benar adalah seseorang tak pernah menyembuhkan lukanya,
seiring berjalan dengan waktu seseorang hanya menjadi terbiasa dengan sakit
karena luka itu.
Aku tau pasti, di hari terakhir aku bertemu
dengan Dara, aku sudah membuatnya terluka, Dara mungkin terbiasa dengan sakit
yang dirasanya, dan mencoba mengurangi sakit yang dialaminya dengan cara
mencari orang yang benar-benar mencintainya. Karena, kadang akan lebih nyaman
menjalani hubungan dengan orang yang kita tau sangat mencintai kita, walau
kadang tak memuaskan hati, tapi memperkecil rasa sakit akibat disakiti, orang
yang sangat mencintai kita akan memberikan segala cintanya untuk kita.
Hidup ini rumit, kadang kala kita jatuh cinta
pada seseorang yang belum tentu jatuh cinta dengan kita, seperti yang Dara
alami atau aku kira begitu, Dara mengatakan dia mencintaiku, tapi kutakan
padanya bahwa aku mencintai kakaknya, kisah yang rumit kan?menyakitkan buat Dara,
dan juga buatku, yang begitu bodoh tak bisa membedakan yang mana yang namanya
cinta yang mana hanya mengagumi, aku jatuh cinta dengan Dara tanpa kusadari,
sementara aku mengagumi Jelita tapi kupikir aku mencintai, aku kebingungan
dalam mengartikan apa yang hatiku rasakan, harusnya tak sesulit itu, tapi semua
orang tau bukan, bahwa remaja itu sedikit idiot dalam memahami perasaan.
Hari ini, walau mungkin sangat terlambat, tapi
aku tak ingin memperparah kesalahan yang pernah kubuat dan aku juga harus mencegah
Dara untuk mengambil langkah. Di undangan konyolnya tertulis ‘Some day
my prince will come, Some day we’ll meet again and away to his castle we’ll go
To be happy forever I know. Some day when spring is here. We’ll find our love a
new And the birds bring will sing and wedding bells will ring. Some day my
dreams come’Aku masih ingat itu adalah nyanyian Putri Salju yang sering dia
senandungkan Dara saat bersamaku. Aku tau Dara mengharapkan aku sebagai
pangerannya, dan aku takkan mengizinkan Dara memilih pangeran yang salah.
***
Aku menggengam kotak cincin mungil yang kusimpan
dalam saku Tuxedo-ku, aku sudah mepersiapkan segala kemungkinan
yang terjadi, aku benar-benar yakin akan bisa merubah pendirian Dara, untuk
memulai kisah baru denganku dan meninggalkan siapapun pria yang akan
dinikahinya, kedengarannya egois tapi apapun akan kulakukan untuk mewujudkan
impian remaja Dara, yang juga adalah impian remajaku.
Ada kegugupan ketika aku membuka pintu mobil dan
menginjakan kaki di lokasi pernikahan Dara. Ada keyakinan sekaligus keraguan
dalam hatiku, bisakah aku meyakinkan Dara untuk kembali mengingat cinta
lamanya, cinta yang kuyakin tak pernah bisa dilupakannya.
“Arghie?” seseorang memanggil namaku, agak tidak
yakin dari nada suaranya
“Ya?” alih-alih menjawab, pria jangkung itu
malah melayangkan tinjunya ke wajahku, aku hampir tumbang ke tanah, tapi aku
berpegangan pada mobil, kusentuh wajahku, darah di hidungku mengalir. Sial!
“Berani banget loe injakin kaki ke sini? Loe mau
ngapain ke sini? Jangan rusak hari bahagia Dara!”
“Do I know you?”
“Garin!”
Mendengar nama itu membuat darahku mendidih,
cowok pelarian Dara, aku tak menyangka akan menemukannya di sini. Bagaimana
bisa? Terakhir kali kulihat wajahnya yang harus kuakui cukup tampan itu adalah
ketika kulihat dia mencium Dara di kelas kosong, delapan tahun silam, saat aku
ingin memperbaiki segalanya, ingin mengatakan pada Dara bahwa aku juga
menyukainya, tapi si brengsek ini merusak segalanya, bagaimana bisa dia
memukulku sementara akulah yang pantas melayangkan tinju ke mukanya. Jadi satu
pukulan mendarat di wajahnya.
“Loe nggak tau bagaimana kecewanya Dara saat loe
nolak dia” Garin membalas pukulanku.
“Okay, itu salah gue! Loe pikir gue nggak tau,
Tapi loe ambil kesempatan kan buat deketin dia, gue tau loe nyium Dara di kelas
kosong pas prom nite,gue liat dengan mata kepala gue sendiri” Satu
pukulan lagi mengenai perutnya, aku merasakan Garin kesakitan.
“Loe pikir loe hebat bisa bikin seorang cewek
kecewa?gue nggak suka loe bikin nangis cewek yang gue sayang!” dua pukulan
sekaligus mengenaiku, di rusukku dan hatiku. Ada orang lain yang mencintai Dara
lebih dari yang kukira, sesaat semuanya terasa berjalan melambat hingga
beberapa orang datang untuk meleraikan perkelahian kami.
Ada Dara disana, lebih cantik dari yang bisa
kuingat, dalam balutan gaun pengantin indah, dia menghampiri kami yang
sama-sama sedang ditahan oleh dua orang pria yang pastinya menganggap bahwa kami
dua orang tolol karena bertengkar untuk masa lalu yang terlewat, untuk seorang
gadis yang takkan pernah memilih satu diantara kami, karena dia akan memilih
yang lain.
Dara melangkah anggun bagaikan putrid negeri
dongeng, tapi matanya menyiratkan kesedihan mendalam, ada bayi dalam
pelukannya, seorang bayi perempuan aku mengetahui dari bando berpita pink di
kepala mungilnya, bayi yang sangat cantik. Lengan-lengan kekar yang menahanku
mulai melemah dan aku melepas diri, berdiri menghampiri Dara, tak hanya aku
tapi Garin juga.
“Harusnya peristiwa ini terjadi delapan tahun
lalu, bukan hari ini” kata Dara datar sedikit dan mengejek.
“Dan harusnya, kamu bersama pangeran yang kamu
cintai untuk mengikat janji nanti” kataku cepat, Dara dan Garin menatapku
tajam. “Dara…jangan ambil langkah salah!” katau lagi.
“Kamu tau Ghie…gadis kecil ini” Dara menunjukkan
bayi mungil dalam pelukannya “Dia adalah harta paling berhargaku, peninggalan
Jelita, Jelly udah nggak ada, udah ke surga, maaf nggak sempat ngabarin…hey
Baby Bells, say hello sama Om Arghie”
“Aku tau tentang Jelly, aku ke sini, untuk kamu,
untuk memperbaiki apa yang harus aku perbaiki dulu.”
“Berani banget loe! Setelah loe ngecewain Dara
sekarang loe dengan tanpa rasa bersalahnya datang dan minta dia buat loe, siapa
elo, egois keparat?” Garin hendak memukul lagi, tapi beberapa orang segera
menahannya.
“Garin, please…” Dara memoho “Terima
kasih udah datang ke pernikahanku, yang akan aku batalin sebentar lagi, calon
suamiku, memilih yang lain, aku mengerti dia memilih kebahagiaannya dan
mengabaikan apapun yang dikatakan orang lain, well, aku bahagia
untuknya. Aku cuma sedikit sedih tapi masih bisa kuatasi, aku nggak patah
hati, aku pernah patah hati, dan cukup patah hati hanya sekali, pelajaran
terpentingnya adalah ketika kamu memilih menyerahkan hatimu pada seseorang maka
kamu harus benar-benar tau apakah orang itu mau menerima hatimu, dan itulah
kesalahanku dulu Ghie, kupikir kamu juga jatuh cinta seperti aku jatuh cinta ke
kamu, ternyata apa yang kupikir cinta dari kamu itu nggak lebih dari sebetuk
persahabatan dan toleransi yang bersifat mutual, kamu akrab denganku mau
bertoleransi dengan cerita-cerita konyolku karena kamu jatuh cinta pada kakakku
alih-alih padaku, menyedihkan, tapi sungguh aku tak menyalahkanmu aku hanya
ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan padaku tentang apa yang
dinginkan hatiku, mencintaimu.” Dara berlalu pergi dan aku hanya terpaku, aku
ingin mencerna kata perkata yang dia ucapkan, kenapa sulit sekali bagiku untu
memahaminya. Haruskah aku terus terlambat dalam hal cinta, delapan tahun sudah
berlalu lama, haruskah hari ini kubuat berlalu juga?Aku mengejar Dara.
“Dara tunggu”
“Apa lagi?” Dara
berbalik, dan mata besarnya memandangku” Arghie…”Dia menghela nafas lalu
tersenyum padaku. “Boleh aku minta sesuatu?”
“Apapun”
“Tolong peluk aku
sekali saja” Dara meminta dengan setengah memohon, kukabulkan keinginannya,
kupeluk Dara yang juga memeluk bayi mungil yang tertidur dalam damai itu, dalam
pelukan Dara siapaun akan merasa damai karena itulah yang kurasakan juga.
“Cukup” dan aku melepaskan pelukanku, Dara tersenyum padaku.
“Aku mengubah
keputusanku Ghie, hari ini aku sadar, bahwa …sayangnya Garin, lebih dari
sayangnya seorang saudara, dia yang ada di sana ketika aku kecewa karena cinta,
cinta monyet kita, hahaha atau yang aku pikir begitu, aku masih ingat hari itu,
itu hari yang merubahku. Hey, Thank you for curing me of my
ridiculous obsession with love. “Dara berjinjit mencium pipiku dan
pergi, tapi sebelum dia benar-benar pergi, aku menahannya, kumasukkan tangan ke
saku tuxedo-ku, kurasakan lembutnya kotak beludru itu, walaupun pada akhirnya
kita tak bisa bersama-sama, tapi setidaknya benda kecil ini, walaupun takkan
pernah melingkari jari manisnya tapi aku ingin cincin ini akan mengingatnya
bahwa dia salah, bahwa seharusnya dia tak perlu kecewa karena jauh di dasar
hatiku, aku juga mencintainya. Kuletakkan kotak itu dalam genggamannya, dan aku
berbalik arah, aku akan mengikuti upacara pernikahannya seperti para tamu
lainnya, berdoa untuk kebahagiaanya walau hatiku terluka, aku pantas
mendapatkannya, karena telah menyakitinya sejauh ini.
***
Hari ini semua berakhir
sudah, kita memilih jalan yang berbeda, mungkin sudah saatnya untuk membiasakan
hati memahami rasa sakit yang mendera, walaupun sekarang Dara tau ternyata kita
menyimpan rasa yang sama, tapi kita malah memutuskan memilih jalan yang
berbeda, beruntung bagi Dara ada yang mencintainya lebih dari yang dia duga,
walau hatiku tak mampu menerimanya. Semoga Dara mampu mengingat kenangan lama,
cukup banyak waktu yang pernah kita habiskan berdua, yang buatku takkan pernah
terasa terbuang percuma, aku ingin Dara mengingat waktu-waktu itu sebagai
kenangan indah, dan Dara takkan mengingat bagian sakit dan kecewanya.
Kulihat Dara berjalan
di sana dengan digandeng ayahnya seperti dalam adegan di televise yang berjalan
melambat dan mengaduk-aduk emosi, dan walau tampak sedikit berantakan, tampak
Garin di ujung sana menunggunya, Dara pernah bercerita bahwa dia dan Garin
sering dinikahkan Jelly di halaman belakang rumahnya, seperti sekarang hanya
saja pastinya tidak ada tempat upacara yang dihias serupa altar, tamu sebanyak
ini, dan musik, bunga, serta ornament lainnya. Aku tak tau apa yang aku
lakukan, tapi aku bangkit dari tempat dudukku dan melambaikan tangan pada Dara,
kupikir melambaikan tangan bisa membuat kepergiannya terasa lebih mudah,
kulihat Dara menatapku, aku meninggalkan tempat, waktu serasa berhenti berputar
tapi tatapan orang-orang menyertai kepergianku, aku harus pergi dari sini, aku
tak mau lebih lama menyiksa hati.
Aku mendengar derap
langkah kaki berlari, dan sebuah pukulan mengenaiku lagi, aku menyerah, tak
bisa berbuat apa-apa lagi, lalu si pemukul melepas Tuxedo-nya, “loe pake punya
gue, punya loe udah kena darah, sekali lagi loe siksa Dara, gue nggak
segan-segan ngerebut Dara dari elo! Dara sayang loe kayak yang seharusnya, dan
untuk gue Dara butuh waktu ngerubahnya dari sodara untuk jadi laki-laki yang
pantas dicinta.” Garin memelukku sesaat lalu menepuk punggungku, benar-benar
lelaki sejati, aku kagum pada kebesaran hatinya. Dia melangkah pergi, dan Dara menghampiri.
“Arghie…bagaimana bisa
kayak gini?” Dara menangis.
“Aku nggak bermaksud
merusak segalanya.” Aku menyesal
“Aku tak mengerti apa
yang terjadi di hari ini”
“Kalau kamu
mempercayaiku, bolehkan aku menebus kesalahanku dulu?”
“Arghie …jangan bilang
kalau ini cuma mimpi, dan kalaupun ini mimpi, aku nggak ingin terjaga lagi”
Bagaimana caranya agar Dara yakin ini bukanlah mimpi, kucium bibirnya, pelan,
lembut dan penuh cinta.
“Terasa?” tanyaku
“Masih seperti mimpi”
katanya berlalu dalam gandengan ayahnya untuk menemuiku di ujung sana, aku
harus bergegas sebelum segalanya buyar atau aku kehilangan kesempatan.
Sebelumnya
di sini Phillo
di sini Damar
di sini Garin
di sini Kiky
di sini Hero
Ending dari Dara
Akhir Sang Dara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar