Date a girl who reads

Date a girl who reads

Senin, 31 Oktober 2011

Dara Getting Maried 13 (Arghie)




Aku tak percaya, jika ada yang mengatakan bahwa waktu akan menyembuhkan luka, karena yang kutau, waktu tak memiliki kekuatan untuk itu, tapi yang benar adalah seseorang tak pernah menyembuhkan lukanya, seiring berjalan dengan waktu seseorang hanya menjadi terbiasa dengan sakit karena luka itu.

Aku tau pasti, di hari terakhir aku bertemu dengan Dara, aku sudah membuatnya terluka, Dara mungkin terbiasa dengan sakit yang dirasanya, dan mencoba mengurangi sakit yang dialaminya dengan cara mencari orang yang benar-benar mencintainya. Karena, kadang akan lebih nyaman menjalani hubungan dengan orang yang kita tau sangat mencintai kita, walau kadang tak memuaskan hati, tapi memperkecil rasa sakit akibat disakiti, orang yang sangat mencintai kita akan memberikan segala cintanya untuk kita.
Hidup ini rumit, kadang kala kita jatuh cinta pada seseorang yang belum tentu jatuh cinta dengan kita, seperti yang Dara alami atau aku kira begitu, Dara mengatakan dia mencintaiku, tapi kutakan padanya bahwa aku mencintai kakaknya, kisah yang rumit kan?menyakitkan buat Dara, dan juga buatku, yang begitu bodoh tak bisa membedakan yang mana yang namanya cinta yang mana hanya mengagumi, aku jatuh cinta dengan Dara tanpa kusadari, sementara aku mengagumi Jelita tapi kupikir aku mencintai, aku kebingungan dalam mengartikan apa yang hatiku rasakan, harusnya tak sesulit itu, tapi semua orang tau bukan, bahwa remaja itu sedikit idiot dalam memahami perasaan.
Hari ini, walau mungkin sangat terlambat, tapi aku tak ingin memperparah kesalahan yang pernah kubuat dan aku juga harus mencegah Dara untuk mengambil langkah. Di undangan konyolnya tertulis  ‘Some day my prince will come, Some day we’ll meet again and away to his castle we’ll go To be happy forever I know. Some day when spring is here. We’ll find our love a new And the birds bring will sing and wedding bells will ring. Some day my dreams come’Aku masih ingat itu adalah nyanyian Putri Salju yang sering dia senandungkan Dara saat bersamaku. Aku tau Dara mengharapkan aku sebagai pangerannya, dan aku takkan mengizinkan Dara memilih pangeran yang salah.
***
Aku menggengam kotak cincin mungil yang kusimpan dalam saku Tuxedo-ku, aku sudah mepersiapkan segala kemungkinan yang terjadi, aku benar-benar yakin akan bisa merubah pendirian Dara, untuk memulai kisah baru denganku dan meninggalkan siapapun pria yang akan dinikahinya, kedengarannya egois tapi apapun akan kulakukan untuk mewujudkan impian remaja Dara, yang juga adalah impian remajaku.
Ada kegugupan ketika aku membuka pintu mobil dan menginjakan kaki di lokasi pernikahan Dara. Ada keyakinan sekaligus keraguan dalam hatiku, bisakah aku meyakinkan Dara untuk kembali mengingat cinta lamanya, cinta yang kuyakin tak pernah bisa dilupakannya.
“Arghie?” seseorang memanggil namaku, agak tidak yakin dari nada suaranya
“Ya?” alih-alih menjawab, pria jangkung itu malah melayangkan tinjunya ke wajahku, aku hampir tumbang ke tanah, tapi aku berpegangan pada mobil, kusentuh wajahku, darah di hidungku mengalir. Sial!
“Berani banget loe injakin kaki ke sini? Loe mau ngapain ke sini? Jangan rusak hari bahagia Dara!”
Do I know you?”
“Garin!”
Mendengar nama itu membuat darahku mendidih, cowok pelarian Dara, aku tak menyangka akan menemukannya di sini. Bagaimana bisa? Terakhir kali kulihat wajahnya yang harus kuakui cukup tampan itu adalah ketika kulihat dia mencium Dara di kelas kosong, delapan tahun silam, saat aku ingin memperbaiki segalanya, ingin mengatakan pada Dara bahwa aku juga menyukainya, tapi si brengsek ini merusak segalanya, bagaimana bisa dia memukulku sementara akulah yang pantas melayangkan tinju ke mukanya. Jadi satu pukulan mendarat di wajahnya.
“Loe nggak tau bagaimana kecewanya Dara saat loe nolak dia” Garin membalas pukulanku.
“Okay, itu salah gue! Loe pikir gue nggak tau, Tapi loe ambil kesempatan kan buat deketin dia, gue tau loe nyium Dara di kelas kosong pas prom nite,gue liat dengan mata kepala gue sendiri” Satu pukulan lagi mengenai perutnya, aku merasakan Garin kesakitan.
“Loe pikir loe hebat bisa bikin seorang cewek kecewa?gue nggak suka loe bikin nangis cewek yang gue sayang!” dua pukulan sekaligus mengenaiku, di rusukku dan hatiku. Ada orang lain yang mencintai Dara lebih dari yang kukira, sesaat semuanya terasa berjalan melambat hingga beberapa orang datang untuk meleraikan perkelahian kami.
Ada Dara disana, lebih cantik dari yang bisa kuingat, dalam balutan gaun pengantin indah, dia menghampiri kami yang sama-sama sedang ditahan oleh dua orang pria yang pastinya menganggap bahwa kami dua orang tolol karena bertengkar untuk masa lalu yang terlewat, untuk seorang gadis yang takkan pernah memilih satu diantara kami, karena dia akan memilih yang lain.
Dara melangkah anggun bagaikan putrid negeri dongeng, tapi matanya menyiratkan kesedihan mendalam, ada bayi dalam pelukannya, seorang bayi perempuan aku mengetahui dari bando berpita pink di kepala mungilnya, bayi yang sangat cantik. Lengan-lengan kekar yang menahanku mulai melemah dan aku melepas diri, berdiri menghampiri Dara, tak hanya aku tapi Garin juga.
“Harusnya peristiwa ini terjadi delapan tahun lalu, bukan hari ini” kata Dara datar sedikit dan mengejek.
“Dan harusnya, kamu bersama pangeran yang kamu cintai untuk mengikat janji nanti” kataku cepat, Dara dan Garin menatapku tajam. “Dara…jangan ambil langkah salah!” katau lagi.
“Kamu tau Ghie…gadis kecil ini” Dara menunjukkan bayi mungil dalam pelukannya “Dia adalah harta paling berhargaku, peninggalan Jelita, Jelly udah nggak ada, udah ke surga,  maaf nggak sempat ngabarin…hey Baby Bells, say hello sama Om Arghie”
“Aku tau tentang Jelly, aku ke sini, untuk kamu, untuk memperbaiki apa yang harus aku perbaiki dulu.”
“Berani banget loe! Setelah loe ngecewain Dara sekarang loe dengan tanpa rasa bersalahnya datang dan minta dia buat loe, siapa elo, egois keparat?” Garin hendak memukul lagi, tapi beberapa orang segera menahannya.
“Garin, please…” Dara memoho “Terima kasih udah datang ke pernikahanku, yang akan aku batalin sebentar lagi, calon suamiku, memilih yang lain, aku mengerti dia memilih kebahagiaannya dan mengabaikan apapun yang dikatakan orang lain, well, aku bahagia untuknya. Aku cuma sedikit sedih tapi masih  bisa kuatasi, aku nggak patah hati, aku pernah patah hati, dan cukup patah hati hanya sekali, pelajaran terpentingnya adalah ketika kamu memilih menyerahkan hatimu pada seseorang maka kamu harus benar-benar tau apakah orang itu mau menerima hatimu, dan itulah kesalahanku dulu Ghie, kupikir kamu juga jatuh cinta seperti aku jatuh cinta ke kamu, ternyata apa yang kupikir cinta dari kamu itu nggak lebih dari sebetuk persahabatan dan toleransi yang bersifat mutual, kamu akrab denganku mau bertoleransi dengan cerita-cerita konyolku karena kamu jatuh cinta pada kakakku alih-alih padaku, menyedihkan, tapi sungguh aku tak menyalahkanmu aku hanya ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan padaku tentang apa yang dinginkan hatiku, mencintaimu.” Dara berlalu pergi dan aku hanya terpaku, aku ingin mencerna kata perkata yang dia ucapkan, kenapa sulit sekali bagiku untu memahaminya. Haruskah aku terus terlambat dalam hal cinta, delapan tahun sudah berlalu lama, haruskah hari ini kubuat berlalu juga?Aku mengejar Dara.
        “Dara tunggu”
        “Apa lagi?” Dara berbalik, dan mata besarnya memandangku” Arghie…”Dia menghela nafas lalu tersenyum padaku. “Boleh aku minta sesuatu?”
        “Apapun”
        “Tolong peluk aku sekali saja” Dara meminta dengan setengah memohon, kukabulkan keinginannya, kupeluk Dara yang juga memeluk bayi mungil yang tertidur dalam damai itu, dalam pelukan Dara siapaun akan merasa damai karena itulah yang kurasakan juga. “Cukup” dan aku melepaskan pelukanku, Dara tersenyum padaku.
        “Aku mengubah keputusanku Ghie, hari ini aku sadar, bahwa …sayangnya Garin, lebih dari sayangnya seorang saudara, dia yang ada di sana ketika aku kecewa karena cinta, cinta monyet kita, hahaha atau yang aku pikir begitu, aku masih ingat hari itu, itu hari yang merubahku. Hey, Thank you for curing me of my ridiculous obsession with love. “Dara berjinjit mencium pipiku dan pergi, tapi sebelum dia benar-benar pergi, aku menahannya, kumasukkan tangan ke saku tuxedo-ku, kurasakan lembutnya kotak beludru itu, walaupun pada akhirnya kita tak bisa bersama-sama, tapi setidaknya benda kecil ini, walaupun takkan pernah melingkari jari manisnya tapi aku ingin cincin ini akan mengingatnya bahwa dia salah, bahwa seharusnya dia tak perlu kecewa karena jauh di dasar hatiku, aku juga mencintainya. Kuletakkan kotak itu dalam genggamannya, dan aku berbalik arah, aku akan mengikuti upacara pernikahannya seperti para tamu lainnya, berdoa untuk kebahagiaanya walau hatiku terluka, aku pantas mendapatkannya, karena telah menyakitinya sejauh ini.
***
        Hari ini semua berakhir sudah, kita memilih jalan yang berbeda, mungkin sudah saatnya untuk membiasakan hati memahami rasa sakit yang mendera, walaupun sekarang Dara tau ternyata kita menyimpan rasa yang sama, tapi kita malah memutuskan memilih jalan yang berbeda, beruntung bagi Dara ada yang mencintainya lebih dari yang dia duga, walau hatiku tak mampu menerimanya. Semoga Dara mampu mengingat kenangan lama, cukup banyak waktu yang pernah kita habiskan berdua, yang buatku takkan pernah terasa terbuang percuma, aku ingin Dara mengingat waktu-waktu itu sebagai kenangan indah, dan Dara takkan mengingat bagian sakit dan kecewanya.
        Kulihat Dara berjalan di sana dengan digandeng ayahnya seperti dalam adegan di televise yang berjalan melambat dan mengaduk-aduk emosi, dan walau tampak sedikit berantakan, tampak Garin di ujung sana menunggunya, Dara pernah bercerita bahwa dia dan Garin sering dinikahkan Jelly di halaman belakang rumahnya, seperti sekarang hanya saja pastinya tidak ada tempat upacara yang dihias serupa altar, tamu sebanyak ini, dan musik, bunga, serta ornament lainnya.  Aku tak tau apa yang aku lakukan, tapi aku bangkit dari tempat dudukku dan melambaikan tangan pada Dara, kupikir melambaikan tangan bisa membuat kepergiannya terasa lebih mudah, kulihat Dara menatapku, aku meninggalkan tempat, waktu serasa berhenti berputar tapi tatapan orang-orang menyertai kepergianku, aku harus pergi dari sini, aku tak mau lebih lama menyiksa hati.
        Aku mendengar derap langkah kaki berlari, dan sebuah pukulan mengenaiku lagi, aku menyerah, tak bisa berbuat apa-apa lagi, lalu si pemukul melepas Tuxedo-nya, “loe pake punya gue, punya loe udah kena darah, sekali lagi loe siksa Dara, gue nggak segan-segan ngerebut Dara dari elo! Dara sayang loe kayak yang seharusnya, dan untuk gue Dara butuh waktu ngerubahnya dari sodara untuk jadi laki-laki yang pantas dicinta.” Garin memelukku sesaat lalu menepuk punggungku, benar-benar lelaki sejati, aku kagum pada kebesaran hatinya. Dia melangkah pergi, dan Dara menghampiri.
        “Arghie…bagaimana bisa kayak gini?” Dara menangis.
        “Aku nggak bermaksud merusak segalanya.” Aku menyesal
        “Aku tak mengerti apa yang terjadi di hari ini”
        “Kalau kamu mempercayaiku, bolehkan aku menebus kesalahanku dulu?”
        “Arghie …jangan bilang kalau ini cuma mimpi, dan kalaupun ini mimpi, aku nggak ingin terjaga lagi” Bagaimana caranya agar Dara yakin ini bukanlah mimpi, kucium bibirnya, pelan, lembut dan penuh cinta.
        “Terasa?” tanyaku
        “Masih seperti mimpi” katanya berlalu dalam gandengan ayahnya untuk menemuiku di ujung sana, aku harus bergegas sebelum segalanya buyar atau aku kehilangan kesempatan.

Sebelumnya


di sini Win

di sini Phillo

di sini Damar

di sini Garin

di sini Kiky

di sini Hero


Ending dari Dara


Akhir Sang Dara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar