Garin
Sejak tiba di sini, belum sekalipun aku menemui
Dara, aku pulang untuk menghadiri pernikahannya, seandainya bukan atas desakan
mama, mungkin aku tak ingin menginjakan kaki di sini, karena sebenarnya
pernikahan ini membuatku patah hati, mama sangat berbahagia dengan pernikahan
ini, buatnya ini adalah hari yang sangat penting, karena mama menyayangi
Dara, Dara seperti anak perempuan yang tak pernah dimilikinya seandainya aku
bisa sebahagia mama dalam merayakan pernikahan Dara.
Pernikahan ini begitu tiba-tiba dan aku tak
pernah menduga, kupikir aku masih punya waktu, aku berencana menyelesaikan
pendidikanku terlebih dahulu, pulang ke Indonesia dan bekerja di sini,
mengatakan bahwa aku mencintai Dara dan menikahinya, tapi aku memang selalu
menunda-nunda, hingga akhirnya seseorang menggantikan posisiku untuk menikahi
Dara, yang tersisa hanya penyesalan yang tak berguna. Aku menguatkan hati
dengan mengatakan, “walau kamu takkan kumiliki seperti disaat ini tapi aku
takkan menyesali, karena sesuatu yang berarti adalah pernah belajar untuk
mencintai”
Aku mengitari taman
belakang rumah ini, rasanya ingin kembali ke masa lalu, saat aku yang
menggandeng tangan Dara dan menikahinya, sejujurnya aku tak percaya dengan pria
bernama Dudi, aku melihatnya seolah-olah bukanlah dia pria yang tepat untuk
Dara, walau aku tak berani terlalu berbangga diri mengatakan akulah yang tepat
untuknya. Seandainya boleh merubah keadaan, seharusnya hanya akulah yang boleh
menikahi Dara, aku pernah menikahinya dulu dan harusnya aku juga yang
menikahinya sekarang.
Ada baiknya aku tak
disini, mungkin seharusnya aku pergi, rasanya pedih kalau harus memaksa diri
menguatkan hati, harusnya aku tak menembus batas benua hanya untuk menyakiti
diri sendiri.
Kuputuskan untuk pergi
kemana saja, aku bisa kembali nanti setelah semuanya usai, kurasa aku bisa
menerima bila semuanya sudah terlewati, tapi entah mengapa tangisan Dara
delapan tahun silam kembali menghantui ketika muka seorang pria dengan tampang memuakkan
karena dia hanya mengingatkanku akan pria-pria beruntung yang mematahkan hati
para wanita tapi akan tetap dicintai apapun keadaannya, wajahnya yang seperti
John Mayer menyulut emosiku, pria itu, delapan tahun lalu adalah seorang cowok
yang membuat Dara tergila-gila dan pada akhirnya hanya menyisakan lara karena
terluka dan kecewa, Arghie, kalo tak salah itu namanya, dia muncul begitu saja
tanpa terduga, ketika aku ingin meninggalkan tempat ini, dalam hati ingin
melampiaskan yang pernah terjadi, walau sepertinya sudah basi, tapi si brengsek
ini pastinya layak mendapat beberapa pukulan sebagai pelajaran, beruntung bila
aku bisa mematahkan hidung Pinokio-nya!
“Arghie?” aku memanggilnya, aku hanya ingin
meyakinkan diri, aku tak mau jika salah orang.
“Ya?” jawabnya, dan aku langsung melayangkan
tinjuku untuknya, tepat mengenai hidungnya, dia limbung dan menghantam mobil,
dia berpegangan pada mobil mahalnya, pria seperti ini membuatku benar-benar
muak, karena tampang mereka mengintimidasi dan nasib baik mereka membuat iri.
“Berani banget loe injakin kaki ke sini? Loe mau
ngapain ke sini? Jangan rusak hari bahagia Dara!”
“Do I know you?”tanyanya sombong
“Garin!”
Mendengar namaku, kuyakin membuat darahnya
mendidih, aku masih ingat tatapan tajamnya yang marah di malam itu, saat aku
dan Dara keluar dari aula sekolah, tak hanya sampai disitu, aku tau dia juga
mengikuti kami saat kami melewati prom nite sepi di kelas
kosong yang pada akhirnya malah menjadi tragedy, aku yakin ketika aku berdansa
dan mencium Dara, Arghie juga melihatnya, dan aku berani bertaruh kenangan yang
kembali teringat itulah yang menjadi alasan untuknya mendaratkan satu pukulan
di wajahku, apa maunya? Dasar womanizer parah, dia menyukai
kakaknya tapi cemburu buta ketika Dara yang ditau menyukainya bersamaku, dia
hanya tak ingin kehilangan fan, kurasa.
“Loe nggak tau bagaimana kecewanya Dara saat loe
nolak dia”Aku tak tahan kuhadiahkan sebuah pukulan sekali lagi, dia harus tau
betapa tersakitinya Dara kala itu.
“Okay, itu salah gue! Loe pikir gue nggak tau,
Tapi loe ambil kesempatan kan buat deketin dia, gue tau loe nyium Dara di kelas
kosong pas prom nite,gue liat dengan mata kepala gue sendiri” Satu
pukulan lagi mengenai perutku, sial, aku merasa kesakitan.
“Loe pikir loe hebat bisa bikin seorang cewek
kecewa?gue nggak suka loe bikin nangis cewek yang gue sayang!” aku membalas
dengan pukulan yang dua kali lebih keras, tak lupa kukatakan tentang perasaanku
yang sebenarnya tentang Dara padanya, aku ingin dia tau bahwa ada orang lain
yang lebih mencintai Dara yang lebih pantas untuknya. Beberapa orang
berdatangan untuk meleraikan keributan yang kulakukan aku tak peduli, aku
merasa ada baiknya walaupun terlambat, aku ingin agar dia merasakan sakit yang
pernah dirasakan Dara, walau sakit fisik tak sama rasanya dengan hati yang
menderita.
Diantara orang yang berdatangan ada Dara disana,
dia lebih cantik dari wanita manapun di dunia ini, terakhir kali aku
meninggalkannya dia adalah gadis tercantik di malam prom nite, dan sekarang dia
adalah pengantin tercantik, , dia menghampiri kami yang sama-sama sedang
ditahan oleh dua orang pria yang pastinya menganggap bahwa kami dua orang tolol
karena bertengkar untuk masa lalu yang terlewat, untuk seorang gadis yang
takkan pernah memilih satu diantara kami, karena dia akan memilih yang lain.
Dara melangkah anggun bagaikan putri negeri
dongeng, tapi matanya menyiratkan kesedihan mendalam, ada bayi dalam
pelukannya, bayi yang ditinggalkan Jelita, sebuah tanggung jawab besar, dan aku
tau hati mulia Dara, takkan menyianyiakan titipan Jelita untuknya, aku tau
seperti apa kedua saudara itu, Dara hampir membenci Jelita gara-gara cinta
butanya pada Arghie, seorang pria yang sama sekali tak pantas untuknya, karena
Dara pantas mendapatkan orang yang lebih baik, orang yang sangat mencintainya.
“Harusnya peristiwa ini terjadi delapan tahun
lalu, bukan hari ini” kata Dara datar sedikit dan mengejek.
“Dan harusnya, kamu bersama pangeran yang kamu
cintai untuk mengikat janji nanti” kata si Arghie tak tau malu, dia mencoba
membujuk Dara, aku menatapnya tajam. “Dara…jangan ambil langkah salah!” katanya
lagi.
“Kamu tau Ghie…gadis kecil ini” Dara menunjukkan
bayi mungil dalam pelukannya “Dia adalah harta paling berhargaku, peninggalan
Jelita, Jelly udah nggak ada, udah ke surga, maaf nggak sempat ngabarin…hey
Baby Bells, say hello sama Om Arghie”
“Aku tau tentang Jelly, aku ke sini, untuk kamu,
untuk memperbaiki apa yang harus aku perbaiki dulu.”
“Berani banget loe! Setelah loe ngecewain Dara
sekarang loe dengan tanpa rasa bersalahnya datang dan minta dia buat loe, siapa
elo, egois keparat?” Aku benar-benar marah dan hendak memukulnya lagi, tapi
beberapa orang segera menahanku.
“Garin, please…” Dara memohon, aku
melihat matanya berkaca-kaca, aku tak pernah tahan melihat air mata di mata
indah itu. Dara menatap Arghie lagi, dia tersenyum padanya“Terima kasih udah
datang ke pernikahanku, yang akan aku batalin sebentar lagi, calon suamiku,
memilih yang lain, aku mengerti dia memilih kebahagiaannya dan mengabaikan
apapun yang dikatakan orang lain, well, aku bahagia untuknya. Aku
cuma sedikit sedih tapi masih bisa kuatasi, aku nggak patah hati, aku
pernah patah hati, dan cukup patah hati hanya sekali, pelajaran terpentingnya
adalah ketika kamu memilih menyerahkan hatimu pada seseorang maka kamu harus
benar-benar tau apakah orang itu mau menerima hatimu, dan itulah kesalahanku
dulu Ghie, kupikir kamu juga jatuh cinta seperti aku jatuh cinta ke kamu,
ternyata apa yang kupikir cinta dari kamu itu nggak lebih dari sebetuk
persahabatan dan toleransi yang bersifat mutual, kamu akrab denganku mau
bertoleransi dengan cerita-cerita konyolku karena kamu jatuh cinta pada kakakku
alih-alih padaku, menyedihkan, tapi sungguh aku tak menyalahkanmu aku hanya
ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan padaku tentang apa yang
dinginkan hatiku, mencintaimu.” Dara berbicara dalam kata-kata yang
begitu dewasa tapi juga sangat menyayat hati, dan Dara-pun berlalu pergi, aku
terpaku, Dara tak jadi menikahi dudi, sudah kuduga pasti ada yang salah dengan
Dudi, dan dugaanku benar.
“Dara tunggu” teriak
Arghie dia mencoba menahan Dra
“Apa lagi?” Dara
berbalik, dan mata besarnya memandang arghie” Arghie…”Dia menghela nafas lalu
tersenyum padaku. “Boleh aku minta sesuatu?”
“Apapun”
“Tolong peluk aku
sekali saja” Dara meminta dengan setengah memohon, Arghie melakukannya, sial,
dia pasti menikmati pelukan dari Dara, aku benci melihat hal ini di depan
mataku. Dara menatapku, dia tersenyum padaku, lalu menghampiriku, dan
menggenggam erat tanganku.
“Aku mengubah
keputusanku Ghie, hari ini aku sadar, bahwa …sayangnya Garin, lebih dari
sayangnya seorang saudara, dia yang ada di sana ketika aku kecewa karena cinta,
cinta monyet kita, hahaha atau yang aku pikir begitu, aku masih ingat hari itu,
itu hari yang merubahku. Hey, Thank you for curing me of my
ridiculous obsession with love. “Dara lalu mengajakku pergi, berjalan
kembali ke dalam ke halaman belakang. Jari jemari kami saling menggengam, aku
masih tak menyadari dengan pasti tapi yang pasti serasa ada yang menghentak
dalam perutku, kurasa itu gelembung kebahagiaan.
“Garin, terima
kasih…untuk hari ini, untuk delapan tahun lalu, tapi…kenapa begitu lama sekali
kamu harus bikin aku nunggu? “Dara berbalik dan memelotiku. “Kamu bandel, kecil
dulu, kamu selalu nyuri coklat-coklatku, malam itu, kamu nyuri ciuman
pertamaku, dan hari ini…” belum sempat Dara menyelesaikan kalimatnya, aku
memilih untuk menciumnya, bibirnya masih terasa sama, begitu manis, begitu
lembut.
“Garin!” oh suara Mama
membuatku harus menghentikan ciuman ini.
“Nakal ya?” mama malah
melempar kerlingan jail, lalu memelukku dan dia mencium Dara dengan penuh suka
cita. “Dulu mama sering melihat kalian main kawin-kawinan di sini dari jendela
rumah nggak nyangka hari ini bakal jadi nyata”. Ayahnya Dara menghampiri, dia
tersenyum padaku.
“Garin…om titip Dara
ya” Aku mengangguk.
Mama menyeretku cepat,
dengan cekatan dia membersihkan wajahku yang sedikit terluka, aku jadi ingat
hari-hari ketika aku masih kecil dan jatuh dari sepeda mama merawat lukaku
seperti sekarang. “Nggak sia-sia mama menyiapkan tuxedo extra”
katanya ceria, dan aku lalu memakai tuxedo dari mama, dan menunggu Dara di
ujung altar. Dara terlihat sempurna dalam langkah-langkah anggunnya, dan ada
lambaian di sana, Arghie, dia melambai untuk Dara, Dara berbalik dan membalas
lambaiannnya, lalu melanjutkan langkahnya menuju kepadaku, aku tau, Dara adalah
gadis yang ditakdirkan untukku, aku percaya itu. Mana kala kami mengikat janji
dalam sumpah yang suci, ada kebahagiaan besar dalam hatiku, Dara kini disisiku,
meneggengam jariku, akan selalu dalam hatiku, rasanya kembali ke masa kecil
dulu saat kami disini mengitari taman ini bergandengan tangan sambil bernyanyi,
sayangnya tak lagi ada Jelly, aku yakin dari surga dia pasti mendoakan untuk
kebahagiaan kami.
Sebelumnya
di sini Phillo
di sini Damar
di sini Arghie
di sini Kiky
di sini Hero
Ending dari Dara
Akhir Sang Dara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar