Date a girl who reads

Date a girl who reads

Senin, 31 Oktober 2011

Dara Getting Maried 14 (Garin)


Garin 

Sejak tiba di sini, belum sekalipun aku menemui Dara, aku pulang untuk menghadiri pernikahannya, seandainya bukan atas desakan mama, mungkin aku tak ingin menginjakan kaki di sini, karena sebenarnya pernikahan ini membuatku patah hati, mama sangat berbahagia dengan pernikahan ini, buatnya ini adalah hari yang sangat penting,  karena mama menyayangi Dara, Dara seperti anak perempuan yang tak pernah dimilikinya seandainya aku bisa sebahagia mama dalam merayakan pernikahan Dara.


Pernikahan ini begitu tiba-tiba dan aku tak pernah menduga, kupikir aku masih punya waktu, aku berencana menyelesaikan pendidikanku terlebih dahulu, pulang ke Indonesia dan bekerja di sini, mengatakan bahwa aku mencintai Dara dan menikahinya, tapi aku memang selalu menunda-nunda, hingga akhirnya seseorang menggantikan posisiku untuk menikahi Dara, yang tersisa hanya penyesalan yang tak berguna. Aku menguatkan hati dengan mengatakan, “walau kamu takkan kumiliki seperti disaat ini tapi aku takkan menyesali, karena sesuatu yang berarti adalah pernah belajar untuk mencintai”
        Aku mengitari taman belakang rumah ini, rasanya ingin kembali ke masa lalu, saat aku yang menggandeng tangan Dara dan menikahinya, sejujurnya aku tak percaya dengan pria bernama Dudi, aku melihatnya seolah-olah bukanlah dia pria yang tepat untuk Dara, walau aku tak berani terlalu berbangga diri mengatakan akulah yang tepat untuknya. Seandainya boleh merubah keadaan, seharusnya hanya akulah yang boleh menikahi Dara, aku pernah menikahinya dulu dan harusnya aku juga yang menikahinya sekarang.
        Ada baiknya aku tak disini, mungkin seharusnya aku pergi, rasanya pedih kalau harus memaksa diri menguatkan hati, harusnya aku tak menembus batas benua hanya untuk menyakiti diri sendiri.
        Kuputuskan untuk pergi kemana saja, aku bisa kembali nanti setelah semuanya usai, kurasa aku bisa menerima bila semuanya sudah terlewati, tapi entah mengapa tangisan Dara delapan tahun silam kembali menghantui ketika muka seorang pria dengan tampang memuakkan karena dia hanya mengingatkanku akan pria-pria beruntung yang mematahkan hati para wanita tapi akan tetap dicintai apapun keadaannya, wajahnya yang seperti John Mayer menyulut emosiku, pria itu, delapan tahun lalu adalah seorang cowok yang membuat Dara tergila-gila dan pada akhirnya hanya menyisakan lara karena terluka dan kecewa, Arghie, kalo tak salah itu namanya, dia muncul begitu saja tanpa terduga, ketika aku ingin meninggalkan tempat ini, dalam hati ingin melampiaskan yang pernah terjadi, walau sepertinya sudah basi, tapi si brengsek ini pastinya layak mendapat beberapa pukulan sebagai pelajaran, beruntung bila aku bisa mematahkan hidung Pinokio-nya!
“Arghie?” aku memanggilnya, aku hanya ingin meyakinkan diri, aku tak mau jika salah orang.
“Ya?” jawabnya, dan aku langsung melayangkan tinjuku untuknya, tepat mengenai hidungnya, dia limbung dan menghantam mobil, dia berpegangan pada mobil mahalnya, pria seperti ini membuatku benar-benar muak, karena tampang mereka mengintimidasi dan nasib baik mereka membuat iri.
“Berani banget loe injakin kaki ke sini? Loe mau ngapain ke sini? Jangan rusak hari bahagia Dara!”
Do I know you?”tanyanya sombong
“Garin!”
Mendengar namaku, kuyakin membuat darahnya mendidih, aku masih ingat tatapan tajamnya yang marah di malam itu, saat aku dan Dara keluar dari aula sekolah, tak hanya sampai disitu, aku tau dia juga mengikuti kami saat kami melewati prom nite sepi di kelas kosong yang pada akhirnya malah menjadi tragedy, aku yakin ketika aku berdansa dan mencium Dara, Arghie juga melihatnya, dan aku berani bertaruh kenangan yang kembali teringat itulah yang menjadi alasan untuknya mendaratkan satu pukulan di wajahku, apa maunya? Dasar womanizer parah, dia menyukai kakaknya tapi cemburu buta ketika Dara yang ditau menyukainya bersamaku, dia hanya tak ingin kehilangan fan, kurasa.
“Loe nggak tau bagaimana kecewanya Dara saat loe nolak dia”Aku tak tahan kuhadiahkan sebuah pukulan sekali lagi, dia harus tau betapa tersakitinya Dara kala itu.
“Okay, itu salah gue! Loe pikir gue nggak tau, Tapi loe ambil kesempatan kan buat deketin dia, gue tau loe nyium Dara di kelas kosong pas prom nite,gue liat dengan mata kepala gue sendiri” Satu pukulan lagi mengenai perutku, sial, aku merasa kesakitan.
“Loe pikir loe hebat bisa bikin seorang cewek kecewa?gue nggak suka loe bikin nangis cewek yang gue sayang!” aku membalas dengan pukulan yang dua kali lebih keras, tak lupa kukatakan tentang perasaanku yang sebenarnya tentang Dara padanya, aku ingin dia tau bahwa ada orang lain yang lebih mencintai Dara yang lebih pantas untuknya. Beberapa orang berdatangan untuk meleraikan keributan yang kulakukan aku tak peduli, aku merasa ada baiknya walaupun terlambat, aku ingin agar dia merasakan sakit yang pernah dirasakan Dara, walau sakit fisik tak sama rasanya dengan hati yang menderita.
Diantara orang yang berdatangan ada Dara disana, dia lebih cantik dari wanita manapun di dunia ini, terakhir kali aku meninggalkannya dia adalah gadis tercantik di malam prom nite, dan sekarang dia adalah pengantin tercantik, , dia menghampiri kami yang sama-sama sedang ditahan oleh dua orang pria yang pastinya menganggap bahwa kami dua orang tolol karena bertengkar untuk masa lalu yang terlewat, untuk seorang gadis yang takkan pernah memilih satu diantara kami, karena dia akan memilih yang lain.
Dara melangkah anggun bagaikan putri negeri dongeng, tapi matanya menyiratkan kesedihan mendalam, ada bayi dalam pelukannya, bayi yang ditinggalkan Jelita, sebuah tanggung jawab besar, dan aku tau hati mulia Dara, takkan menyianyiakan titipan Jelita untuknya, aku tau seperti apa kedua saudara itu, Dara hampir membenci Jelita gara-gara cinta butanya pada Arghie, seorang pria yang sama sekali tak pantas untuknya, karena Dara pantas mendapatkan orang yang lebih baik, orang yang sangat mencintainya.
“Harusnya peristiwa ini terjadi delapan tahun lalu, bukan hari ini” kata Dara datar sedikit dan mengejek.
“Dan harusnya, kamu bersama pangeran yang kamu cintai untuk mengikat janji nanti” kata si Arghie tak tau malu, dia mencoba membujuk Dara, aku menatapnya tajam. “Dara…jangan ambil langkah salah!” katanya lagi.
“Kamu tau Ghie…gadis kecil ini” Dara menunjukkan bayi mungil dalam pelukannya “Dia adalah harta paling berhargaku, peninggalan Jelita, Jelly udah nggak ada, udah ke surga,  maaf nggak sempat ngabarin…hey Baby Bells, say hello sama Om Arghie”
“Aku tau tentang Jelly, aku ke sini, untuk kamu, untuk memperbaiki apa yang harus aku perbaiki dulu.”
“Berani banget loe! Setelah loe ngecewain Dara sekarang loe dengan tanpa rasa bersalahnya datang dan minta dia buat loe, siapa elo, egois keparat?” Aku benar-benar marah dan hendak memukulnya lagi, tapi beberapa orang segera menahanku.
“Garin, please…” Dara memohon, aku melihat matanya berkaca-kaca, aku tak pernah tahan melihat air mata di mata indah itu. Dara menatap Arghie lagi, dia tersenyum padanya“Terima kasih udah datang ke pernikahanku, yang akan aku batalin sebentar lagi, calon suamiku, memilih yang lain, aku mengerti dia memilih kebahagiaannya dan mengabaikan apapun yang dikatakan orang lain, well, aku bahagia untuknya. Aku cuma sedikit sedih tapi masih  bisa kuatasi, aku nggak patah hati, aku pernah patah hati, dan cukup patah hati hanya sekali, pelajaran terpentingnya adalah ketika kamu memilih menyerahkan hatimu pada seseorang maka kamu harus benar-benar tau apakah orang itu mau menerima hatimu, dan itulah kesalahanku dulu Ghie, kupikir kamu juga jatuh cinta seperti aku jatuh cinta ke kamu, ternyata apa yang kupikir cinta dari kamu itu nggak lebih dari sebetuk persahabatan dan toleransi yang bersifat mutual, kamu akrab denganku mau bertoleransi dengan cerita-cerita konyolku karena kamu jatuh cinta pada kakakku alih-alih padaku, menyedihkan, tapi sungguh aku tak menyalahkanmu aku hanya ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan padaku tentang apa yang dinginkan hatiku, mencintaimu.” Dara  berbicara dalam kata-kata yang begitu dewasa tapi juga sangat menyayat hati, dan Dara-pun berlalu pergi, aku terpaku, Dara tak jadi menikahi dudi, sudah kuduga pasti ada yang salah dengan Dudi, dan dugaanku benar.
        “Dara tunggu” teriak Arghie dia mencoba menahan Dra
        “Apa lagi?” Dara berbalik, dan mata besarnya memandang arghie” Arghie…”Dia menghela nafas lalu tersenyum padaku. “Boleh aku minta sesuatu?”
        “Apapun”
        “Tolong peluk aku sekali saja” Dara meminta dengan setengah memohon, Arghie melakukannya, sial, dia pasti menikmati pelukan dari Dara, aku benci melihat hal ini di depan mataku. Dara menatapku, dia tersenyum padaku, lalu menghampiriku, dan menggenggam erat tanganku.
        “Aku mengubah keputusanku Ghie, hari ini aku sadar, bahwa …sayangnya Garin, lebih dari sayangnya seorang saudara, dia yang ada di sana ketika aku kecewa karena cinta, cinta monyet kita, hahaha atau yang aku pikir begitu, aku masih ingat hari itu, itu hari yang merubahku. Hey, Thank you for curing me of my ridiculous obsession with love. “Dara lalu mengajakku pergi, berjalan kembali ke dalam ke halaman belakang. Jari jemari kami saling menggengam, aku masih tak menyadari dengan pasti tapi yang pasti serasa ada yang menghentak dalam perutku, kurasa itu gelembung kebahagiaan.
        “Garin, terima kasih…untuk hari ini, untuk delapan tahun lalu, tapi…kenapa begitu lama sekali kamu harus bikin aku nunggu? “Dara berbalik dan memelotiku. “Kamu bandel, kecil dulu, kamu selalu nyuri coklat-coklatku, malam itu, kamu nyuri ciuman pertamaku, dan hari ini…” belum sempat Dara menyelesaikan kalimatnya, aku memilih untuk menciumnya, bibirnya masih terasa sama, begitu manis, begitu lembut.
        “Garin!” oh suara Mama membuatku harus menghentikan ciuman ini.
        “Nakal ya?” mama malah melempar kerlingan jail, lalu memelukku dan dia mencium Dara dengan penuh suka cita. “Dulu mama sering melihat kalian main kawin-kawinan di sini dari jendela rumah nggak nyangka hari ini bakal jadi nyata”. Ayahnya Dara menghampiri, dia tersenyum padaku.
        “Garin…om titip Dara ya” Aku mengangguk.
        Mama menyeretku cepat, dengan cekatan dia membersihkan wajahku yang sedikit terluka, aku jadi ingat hari-hari ketika aku masih kecil dan jatuh dari sepeda mama merawat lukaku seperti sekarang. “Nggak sia-sia mama menyiapkan tuxedo extra” katanya ceria, dan aku lalu memakai tuxedo dari mama, dan menunggu Dara di ujung altar. Dara terlihat sempurna dalam langkah-langkah anggunnya, dan ada lambaian di sana, Arghie, dia melambai untuk Dara, Dara berbalik dan membalas lambaiannnya, lalu melanjutkan langkahnya menuju kepadaku, aku tau, Dara adalah gadis yang ditakdirkan untukku, aku percaya itu. Mana kala kami mengikat janji dalam sumpah yang suci, ada kebahagiaan besar dalam hatiku, Dara kini disisiku, meneggengam jariku, akan selalu dalam hatiku, rasanya kembali ke masa kecil dulu saat kami disini mengitari taman ini bergandengan tangan sambil bernyanyi, sayangnya tak lagi ada Jelly, aku yakin dari surga dia pasti mendoakan untuk kebahagiaan kami.

Sebelumnya


di sini Win

di sini Phillo

di sini Damar

di sini Arghie

di sini Kiky

di sini Hero

Ending dari Dara


Akhir Sang Dara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar