Siang itu aku
mengantarkan Rina, istriku belanja ke Mall, sebuah rutinitas menyebalkan
yang harus aku lakukan sebagai tanggung jawabku, sebuah fungsi seorangsuami.
Sejujurnya aku benci melakukan hal ini, membuatku terlihat tak berharga,
mengekor di belakang istriku membawa tumpukan belanjaanya, Rina shopaholic parah,
dan sejujurnya yang membuatku mengutuk diri sendiri adalah karena bukan uangku
yang dia hambur-hamburkan, tapi uang orangtuanya yang kaya raya, mengingat
menikahinya adalah bagian dari baktiku pada orangtuaku, aku tau ada perasaan
terinjak-injak di dalam diriku ketika aku melakukan semua yang ia mau, aku
merasa tak punya harga diri sebagai lelaki.
Entah nasib
mempermainkanku, atu ini memang hari sialku, Rina yang bertemperamen keras
terlibat masalah, dia ribut-ribut dengan pelanggan lain ketika memperebutkan
sebuah tas, ini membuatku malu sekaligus juga terkejut, karena lawannya berebut
adalah seseorang yang kukenal, seseorang yang pernah memiliki kisah denganku,
Cilia…masih sama seperti dulu, secantik yang aku kenal, gayanya selalu seperi
gadis-gadis yang berada dalam majalah fashion atau sekarang aku melihatnya
seperti tokoh cewek jahat dalam serial televisi Amerika favorit Rina, kalau
tidak salah judulnya Gossip Girl.
“Elo liat dong, tas
itu matching-nya buat gue, bukan buat elo!” Cilia berkata dengan
nada ketus, sambil bergaya menantang dan berkacak pinggang, mukanya
menunjukkan ekspresi meremehkan, dia memandangi Rina dari atas sampai bawah
mengamatinya, mencari celah untuk menjatuhkannya. “Halo….rok elo udah
ketinggalan zaman!elo tau majalah Vogue nggak sih? minimal elo bisa ngikuti
perkembangan fashion, ooooppppsss so sorry, vintage emang
keren untuk fashion tapi buat muka enggak, hahaha muka elo
jadul banget sih!”
Rina menarik tas yang
ada di tangan Cilia, dan Cilia dengan gigih mempertahankannya.
“Saya yang melihat
tas ini lebih dulu, sebelum anda dengan tidak tau malunya merebutnya” balas
Rina.
“Really?” siapa yang merebut?” dengan satu
hentakan keras Cilia menarik tas berwarna maroon itu.Cilia…Cilia masih sama
seperti dahulu, kekanak-kanakanmu masih sama.
“Dengar! Jangan bikin
masalah dengan saya!” ancam Rina
“Uh….takut…”Cilia
pura-pura ketakutan, ekspresi mengejeknya membuatku tertawa, mengenang apa yang
telah terlewati, Cilia memang memiliki ekspresi-ekspesi konyol yang lucu.
“Plak!” tanpa ragu-ragu
Rina menampar Cilia, spontan aku maju untuk mencegahnya melakukan hal yang
lebih brutal lagi, aku tau betapa kerasnya Rina. Cilia membanting tas yang
tadinya di perebutkan itu tepat di muka Rina, Cilia berpaling kepadaku, dan ada
ekspresi terkejut dimatanya, sekilas, tapi dengan cepat dia menguasai dirinya,
mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, dan tertawa mengejek.
“Hahahaha, I know
you…wanita bar-bar! Nggak heran, tas gitu doang elo rampas dari gue, elo
juga kan perempuan yang udah ngerebut pacar gue, huh si idiot yang menikahi
perempuan dari hutan, elo siapanya Tarzan mbak? Monyetnya? Pantes nggak punya
sopan santun” Cilia mengejek tanpa ampun, intimidasi non verbal ada kelebihan
yang Cilia miliki.
Rina berusaha melepas
diri dari cengkramanku, tapi kutahan sekuat tenagaku,takkan kubiarkan dia
mempermalukan dirinya lebih jauh lagi.
“Hi Rendy, gue ingat
pernah ke party pernikahan elo, tapi waktu itu gue nggak
nyangka kalo yang elo kawinin itu tante-tante, OMG PDA, gue tau, itu pasti
karena make uplima centinya ya…yang nutupin kerut-kerutan di
mukanya, hahaha kasihan banget si elo Ren, paling bentar lagi nyandang status
duda, istri loe udah bau tanah sih, hahaha” Cilia keterlaluan tapi apa
yang dikatakannya benar, Rina berusia sepuluh tahun lebih tua daripada aku,
sejujurnya aku tertekan dengan pernikahan ini, perbedaan usia, perbedaan
penghasilan dan ini hanya aku yang tau, aku membenci istriku, lebih daripada
rasa benci yang layak dirasakan manusia, perbuatan munafiknya, dia
memelihara laki-laki yang lebih muda, anak-anak SMA yang menemaninya di rumah
bila aku tidak ada, yang dia tukarkan dengan fasilitas dan lembaran rupiah.
“Cilia, maaf atas
perbuatan istri saya” aku mencoba bersikap bijak, mengulurkan tangan memohon
maaf, sayangnya Cilia bukan orang yang dengan mudah bisa memaafkan, dia menepis
tanganku.
“Nggak ada gunanya
elo minta maaf untuk kesalahan orang lain, dan nggak ada gunanya minta maaf
kalo elo nggak menyesal.” Cilia berkata dengan tegas, dan sebuah tamparan
mendarat dipipiku, “Ini gue titip buat istri elo!” lalu Cilia pergi dengan
menggandeng pria berwajah Eropa yang sejak tadi tak kusadari berdiri di
sisinya, sialnya mereka tampak sangat serasi. Ketika dia berlalu aku masih bisa
mencium wangi parfumnya, Chanel no.5, kuresapi wangi yang pernah sangat dekat
denganku, tapi tak akan pernah kunikmati, aku memaki diriku dalam hati,
menyesali yang pernah terjadi, mencoba memahami apa yang telah kujalani,
kupandangi Rina istriku, tak ada cinta sedikitpun untuknya, tak bisa bagi
hatiku yang dulu dengan mudahnya mencintai wanita mana saja, sebuah kutukan
untukku ketika aku tidak bisa lagi mencintai orang lain dan tak ingin mencintai
wanita yang seharusnya aku cintai. Dan kini kusadari bahwa hidupku adalah
parodi dari tragedi.Tragis!
Penulis: Rahmad Nuthihar +
Delicia + Citra Rizcha Maya + Ratna Hermawati
suka suka suka dengan ide ceritanya...boleh nampar Cilia nggak *Plakkk haha
BalasHapusheheheheheh cilia mang harus di tampar, udah baca cerita cilia sebelumnya?http://theuncensoredconfessionofsillydramaqu.blogspot.com/2012/01/broken-hearted-diaries-patah-high-heel.html
BalasHapuskasian yah tokoh rendy hoho
BalasHapusbaca broken hearted diaries sebelumx de' biar tau kalo ternyata si rendy berhasil dapetin karmanya wkwkwkwkwkwkwk
BalasHapus