Hmm..panas nian hari ini..mentari dengan garangnya menggigit
setiap mahluk yang ada di bawahnya, termasuk aku yang baru pulang mengajar
murid-murid terkasihku di sebuah sekolah menengah atas. Bruuk..!!!kulempar tas
kerjaku di atas meja di kamar tidurku yang nyaman.
Huft!!…sejuk..menyapa seluruh pori-pori tubuhku yang sejak
tadi mengeluh kepanasan. Kurebahkan sejenak tubuh penatku di pembaringan,
kupandangi langit-langit kamar yang berwarna pink,betapa lembutnya!!
Sejenak menari-nari sekelebat bayangan lelaki idaman..tidak
tampan sih, tapi enak dipandang..tidak romantis, tapi hatinya seluas samudera…menerimaku
apa adanya. Aku yang keras kepala dan kadang-kadang sok pintar ini mampu dia
tundukkan dengan kepiawaian dan kecerdasannya yang telah dianugerahkan Tuhan
kepadanya.Dia telah merebut hatiku..mengukir segala asa di benakku tentang
merajut masa depan yang indah. Aku bersyukur Tuhan telah mengirimkan dia
untukku, tempat aku melabuhkan segala angan dan rinduku.Sosoknya bagiku sangat
memukau, aku memujanya dan berpikir tidak akan ada yang bisa merubah cintaku
padanya.
Tahu..kenapa aku begitu mencintainya?, karena dia adalah
idolaku..yang terbenam diantara angan-angan serta asaku. Dia begitu pintar,
lulusan salah satu universitas ternama di negeri ini dengan nilai cum laude, menurutku pemahaman agamanya
juga baik, sangat baik malah!. Apalagi dia pernah mondok di pesantren Zainul
Hasan, Genggong, Probolinggo...dan sekarang dia telah bekerja di instansi
pemerintah di kotaku. Aku dan mas Rendy Rumah Dona (demikian namanya), bertemu
2 tahun yang lalu di pesta pernikahan sepupuku, Lusi. Padahal..sepanjang
hidupku hingga dua tahun yang lalu, sejujurnya aku bahkan belum pernah
mendengar seorang laki-laki menyatakan perasaan cintanya padaku. Boro-boro
menerima surat cinta atau kiriman bunga. Ketika usia menginjak remaja dan
teman-temanku saling jatuh cinta, aku hanya jadi pengamat, begitu terus hingga
kuliah dan sampai aku menjadi seorang guru.
Apakah aku orang yang susah jatuh cinta? Mungkin iya. Tapi
bukan berarti aku nggak bisa jatuh cinta. Buktinya saat ini aku cinta
mati-matian padanya. Kehadiran mas Rendy dalam hari-hariku juga menepis
kecemasan umi, umi sebelumnya amat takut aku tidak menemukan seseorang sebagai
sandaran hidupku di usia yang tidak bisa lagi dibilang belia. Umi bahkan pernah
mengatakan supaya aku jangan menjadi perawan tua, sungguh akupun tidak mengerti
kenapa umi memikirkan demikian. Tapi setelah kehadiran mas Rendy, umi tidak
pernah menyinggung itu lagi…ia dengan sabar menunggu sampai kami siap untuk
melakukan penjajakan berikutnya. Yah…harapan untuk secepatnya bersanding dengan
mas Rendy, lelaki pujaanku.
“Ratna…Ratna..buka pintunya..!!”, suara lembut umiku
seketika membuyarkan bayangan-bayangan mas Rendy di kepalaku.
Dengan ogah-ogahan kubuka pintu kamarku,”Ada apa umi?”
“Keluarlah..kamu belum makan siang khan?, tuh..umi sudah
masak masakan kesukaanmu. Oh..ya, tadi ada undangan resepsi pernikahan, umi
nggak tahu dari siapa, tuh ambil ..ada di atas meja kerja abimu”
Tanpa membantah lagi aku langsung menuju meja makan..hmm..terbit
air liurku melihat makanan yang tersedia ..gurami bakar plus sambal dan
lalapan! Ah..tapi aku ingat kata umi ada undangan di meja kerja abi untukku.
Segera kuambil undangan berwarna hijau pupus di atas meja, terus kubawa ke meja
makan. Tanpa ba..bi..bu..lagi aku makan dengan lahap gurami goreng
kesukaanku. Ku sempatkan melirik ke undangan yang ada di tangan
kiriku..hah?!!!!!!. Aku menelan ludah seakan-akan ada ribuan duri nyangkut di
tenggorokanku. Nasiku hampir terlompat keluar..kuhentikan makanku sejenak,..aku
amati lebih teliti. Aku baca nama yang tertera diundangan itu.Aku eja satu
persatu huruf-huruf yang terukir dengan tinta berwarna emas.
“Rendy Rumah
Dona, SE & Rina Rumah Dona, SH”
Aku merasa dunia runtuh menimpaku buih perih menyergapku, tubuhku
mematung seperti arca..menggigil…kelu…gemetar tanganku memegang undangan itu.
Mataku berkunang-kunang, dadaku sesak serasa oleh ribuan ton beban menindihku
..seperti tak ada ruang lagi untuk sedikit oksigen dapat kuhirup.
Aku bangkit perlahan dari tempat dudukku, meninggalkan
gurami goreng yang sekarang sudah tidak menggairahkan lagi untuk disantap.
Mungkin kalau hidup, ikan guramipun akan merasa nelangsa melihatku demikian
lemah dan putus asanya.
Aku berjalan gontai menuju kamarku yang semula terasa sangat
nyaman sekarang terasa pengap..sesak dan gersang. Aku hempaskan tubuh lunglaiku
ke peraduan. Air mataku tumpah ruah di sana, disaksikan oleh beberapa foto mas
Rendy yang terpajang indah di dinding kamarku.
“Duh Gusti Allah..berat nian ujian yang Engkau berikan untuk
hamba..tapi hamba percaya bahwa Engkau tidak akan memberikan ujian yang hamba
tidak mampu memikulnya. Hamba juga yakin, bahwa sesudah kesulitan akan ada
kemudahan, bukankah itu yang Engkau janjikan?. Pasti ada kebaikan dibalik
penderitaan yang menggelayut pada diri hamba”
Aku puaskan tangisku. Sedikit melegakan memang….perlahan
akal sehatku mulai pulih. Aku mencoba menenangkan diriku dengan menghela nafas
dalam-dalam seolah akan kureguk semua oksigen di dunia ini untuk sekedar melegakan
sesak yang menghujam di dada. Aku
aduk-aduk tas kerjaku, mencari handphone. Aku harus mencari tahu kejelasan dari
ini semua, kenapa ini mesti terjadi denganku. Pelan-pelan kutekan
tombol..kucari nama ‘Yayang”.
“Assalamu’alaikum..maaf mas, langsung saja..aku hanya ingin
memastikan kenapa mas tega melakukan semua ini padaku?, apa salahku?, apakah
dari sejak semula mas sudah merencanakan ini?. Beri aku penjelasan! “
“Wa’alaikumsalam…Ratna, mas tahu seribu bahkan berjuta
maaf tidak akan cukup buat menebus kesalahan mas…tapi percayalah mas masih
mencintaimu!.takkan pernah berkurang sedikitpun”.
“Aku tidak memerlukan pernyataan apapun darimu mas,…aku
hanya ingin tahu kenapa mas tega melakukan semua ini padaku, bagaimana mungkin
kamu suruh aku percayai bahwa kamu masih cinta sama aku?, sedangkan kamu
mengirimkan undangan pernikahan kamu mas.., kamu pikir aku nih tolol yah??”
“Maaf…Ratna, mas tidak pernah menceritakan ini sebelumnya,
ketika mas pulang menemui orang tua mas, beliau menginginkan mas untuk segera
menikah..”
“Maaaas..bukankah kita sudah berjanji dan setuju untuk
melabuhkan cinta kita di pelaminan?. Mengapa mas melakukannya dengan orang
lain? Aku gak ngerti maaas!!!!”
“Ratna…kedua orang tua mas menginginkan mas untuk menikah
dengan seorang gadis yang masih punya ikatan persaudaraan. Artinya..kami sudah
dijodohkan semenjak kecil. Dia masih memiliki ikatan saudara dengan mas..kamu
bisa baca khan?…nama kami bermarga sama..Rumah Dona!!! Dengan demikian
kemurnian darah keturunan Rumah Dona akan terjaga dan nanti akan terus
berlanjut pada generasi berikutnya!!”
“Hah?!!!!!!!!!”
Kubanting handphone ke lantai..berkeping-keping seperti
serpihan hatiku saat ini. Tubuhku kembali lunglai..keturunan?, darah biru?, apa
bedanya dengan darah merah?, apa kalau tidak bermarga jadinya tidak murni???.
Aspal?. Beribu pertanyaan mampir di benakku…tercenung aku melantunkan
puisi…hmmmm..patah hati……!
hati ini terasa
sunyi tanpa nafas cintamu,,
hidup ini sepi tanpa senyuman darimu
diri ini senyap tanpa jiwa kasih mu,,
ruang hatiku gelap tanpa arah tuk melangkah
hidup ini sepi tanpa senyuman darimu
diri ini senyap tanpa jiwa kasih mu,,
ruang hatiku gelap tanpa arah tuk melangkah
cinta,,,
mengapa semua harus terjadi???
mengapa disaat terang dunia kalbuku kau berlalu
kau tinggalkan sepenggal dusta dalam rasa,,
mengapa semua harus terjadi???
mengapa disaat terang dunia kalbuku kau berlalu
kau tinggalkan sepenggal dusta dalam rasa,,
cinta..
aku hanya mampu memeluk rasa
memeluk mimpi senja yang kelabu
meniti harapan fajar kelana,,
aku hanya mampu memeluk rasa
memeluk mimpi senja yang kelabu
meniti harapan fajar kelana,,
cinta..
kau buat aku tak yakin untuk melangkah
kau beri aku segenggam luka
mengapa cahaya pelangi menjadi api,,
selamat jalan cinta,,
selamat berbahagia di atas luka ku,,
biarkan kata merangkai hati serupa darah dibalik tirai….
kau buat aku tak yakin untuk melangkah
kau beri aku segenggam luka
mengapa cahaya pelangi menjadi api,,
selamat jalan cinta,,
selamat berbahagia di atas luka ku,,
biarkan kata merangkai hati serupa darah dibalik tirai….
Penulis: Rahmad Nuthihar + Delicia + Citra Rizcha Maya + Ratna
Hermawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar