Sebagian dari diriku ingin percaya
sebagian menolak untuk percaya, tak ada Joe dalam mimpiku, mimpiku masih sama
seperti dulu, mimpi yang kurekam berulang-ulang, mimpi tentang kebersamaanku
yang penuh tawa-canda bersama Dave, mimpi yang kurencanakan, bagian dari
khayalan, tapi akan kukatakan bahwa Joe ada di sana, aku tahu aku membohoginya,
tapi sejujurnya setelah kepergian Dave aku terlalu lama menyiksa diri dan aku
takkan membiarkan seseorang pergi lagi, Dave jauh lebih berarti tapi aku tak
ingin sendiri, mungkin aku terdengar serakah, tak ingin melupakan Dave tapi tak
ingin membiarkan Joe pergi, biarlah aku egois untuk kali ini, bolehkan aku menganggap,
bahwa ini adalah keajaiban yang kubuat sendiri, mungkin aku akan mencoba
memanipulasi mimpi agar setelahnya aku bisa memanipulasi kenyataan
Mungkin itu menjadi keahlianku saat ini. Ya, aku akui, setelah 5 tahun
ini aku semakin dan semakin mahir saja memanipulasi kenyataan. Aku selalu
berusaha membawa Dave di setiap helaan napasku, padahal ada Joe yang selalu
menggenggam jemariku. Aku ingin berhenti saja dari kehidupan ini. Maksudku, aku
berharap aku adalah orang lain yang tak perlu merasakan hidup yang tengah aku
alami saat ini. Sekali lagi, aku terdengar egois, kan?!
Ada
suara klakson mobil di depan rumah. Aku mengintip dari jendela ruang tamu,
kulihat Joe turun dari mobil itu. Wait,
sejak kapan Joe bisa menyetir mobil? Dia tak pernah bercerita padaku. Aku buka
pintu depan dan dia sudah berada di hadapanku.
“Kamu?”
“Ya
Belle, ini aku, kenapa?”
“Itu
mobil siapa?”
“Hehe…
itu mobil om-ku. Aku sengaja meminjamnya untuk seminggu ini, aku…ingin
mengajakmu untuk berlibur di luar kota.
“What?”
“Ayolah, segera kemasi pakaianmu, aku sudah minta ijin pada mama-papamu kemarin, mereka mengijinkan kita pergi” senyum manisnya melebar memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Ayolah, segera kemasi pakaianmu, aku sudah minta ijin pada mama-papamu kemarin, mereka mengijinkan kita pergi” senyum manisnya melebar memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Aku
masih berdiri termenung mendengar semua penjelasan Joe. I tell you something. Di dalam sini, di hatiku, rasanya campur
aduk. Antara senang, bingung, ragu, sedih, dan sebuah keinginan untuk
jingkrak-jingkrak di atas trampolin. Well,
yang terakhir mungkin kedengaran gila, but
it's true.
“Okay, aku akan berkemas, kamu tunggu aku di sini”
I ***
Antara percaya dan tak percaya, tapi
mobil benar-benar berhenti di depan villa kayu mungil yang cantik, benar! Ini
villa yang selalu aku kagumi, villa di atas bukit yang bisa terlihat dari jalan
raya bawah sana. Tempat yang sangat ingin aku kunjungi tapi tak pernah sempat
kukunjungi bersama Dave dulu. Bagaimana bisa Joe tau keinginanku, aku hanya
sempat mengatakan hal ini pada Dave, beberapa saat sebelum Dave pergi, oh please Belle, haruskah aku mengingat
Dave di saat Joe melakukan banyak hal hanya untuk membuatku benar-benar
mengakui bahwa dalam kenyataan hanya ada dia, Joe! bukan lagi hantu yang
kupelihara dalam otakku. Kadang aku harus minta maaf berkali-kali dalam hati.
“Kamu suka?” tanya Joe dengan mata
berbinar, dia tau aku menyukainya!
“Thanks
Joe” Aku benar-benar menahan diri untuk tidak tersenyum lebar, tapi entah
mengapa binar indah matanya seolah mempersilahkanku untuk tertawa lepas.
“Senang membuatmu bahagia” katanya
diantara tawa renyah yang kusuka, dia
terdengar puas dengan apa yang dia lakukan untukku, dan Joe keluar dari mobil
lalu secepat kilat dia membukakan pintu mobil untukku, dan dengan cepat aku
melompat keluar, aku hanya ingin menikmati liburanku, dan tak ingin memikirkan
apa tabungan yang dibobol Joe untuk semua hal ini pantas kudapatkan.
Joe membukanku pintu masuk untukku.
“Silahkan nona muda, anggap saja rumah
sendiri”
Aku tersipu dibuatnya.
***
“Aku suka pemandangan di sini, udaranya, wangi
alamnya, belai lembut anginnnya, dan…” aku tak yakin ingin
melanjutkannya,tapi gampang di tebak
seharusnya aku menyebutkan nama Joe. Entah mengapa hari ini dia terlihat
berbeda dari yang kukenal, ataukah aku hanya tak mau mengakui pesona alaminya
karena terus-menerus menenggelamkan diri dalam khayalan pribadiku.
Kami tengah menikmati sore di balkon
yang menghadap ke arah matahari terbenam.
“dan apa?” tanya Joe? Alis kirinya
meninggi, aku suka ekspresi skeptisnya yang, harus kuakui…sexy!
Aku tak menjawab, hanya terdiam,
anggap saja aku terhipnotis binar indah matanya, atau memang sebaiknya aku
harus bersikap seperti sekarang ini, mengikuti apa yang seharusnya terjadi;
waktu terhenti, matahari menjingga di timur, dan di dalam kepalaku terdengar
lagu cinta, loving you-nya Paolo
Nutini, aku tahu yang harus kulakukan, hanya memejamkan mataku, dan merasakan
sentuhan lembut hangat dan manis di bibirku, aroma mint itu melenakanku, dan aku membiarkan diriku terbawa suasana,
menikmati ciumannya.
“Semalam aku membaca mimpimu…”bisik
Joe lembut, hangat nafasnya menggelitik daun telingaku.
“Dan yeah…kamu ada di sana, di ujung
pelangi bersamaku” balasku dalam bisikan pelan, di balik punggung aku
menyilangkan jariku, berharap kebohongan tidak akan menjadi boomerang nantinya.
“I
love You Belle”
“Love
You Too Joe”
Seandainya saja aku tau rasanya begini
indah, tak sepantasnya aku membenamkan diri dalam kepedihan selama ini…
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar