Date a girl who reads

Date a girl who reads

Minggu, 01 Januari 2012

[Feat: Sekar Mayang] An Ordinary Love Story Part 2




Aku sadar apa yang kulakukan tak lebih dari usaha sia-sia, mencintai sesuatu yang telah pergi, mencintai mimpi, mencintai hal yang tak lagi bisa kumiliki, aku tak ingin terus-terus begini. Mungkin Joe benar, sudah saatnya untukku bangkit dari tidur panjang ini… bagaimana bisa aku bangun dan menghadapi dunia ini? Aku tak bisa…tapi mungkin lebih karena kutak ingin.
Anganku melayang jauh, pada kisah cinta masa kecilku, tentang para Putri yang diselamatkan dari kematian, dari tidur panjang, dari kehilangan harapan, dan tahu apa yang menyelamatkan mereka? Sebuah ciuman, terdengar konyol kurasa, bagaimana aktifitas bertukar liur berisi ribuan bakteri itu mampu menyelamatkan seseorang? Tapi ditengah keputusasaan, kubiarkan logikaku tak lagi  berkuasa, aku tak bermaksud untuk bercanda, tapi mungkin aku akan mencoba membiarkan Joe menghadiahkan sebuah ciuman untukku.

Dan rupanya itu hampir terjadi tadi malam. Tiba-tiba saja Joe sudah mendekatkan wajahnya padaku. Tapi aku buru-buru membuang pandanganku. Ya, Tuhan. Aku merasa detak jantungku meningkat ribuan kali lipat. Something is wrong.
“Oke, Aku tidak akan memaksamu," ujar Joe.
“Maafkan aku, Joe."
“Tak perlu minta maaf, Belle. Kau tidak salah."
Hening, kembali merajai percakapan kami.
“Joe…”
Ya…”
Apa yang membuatmu bertahan menemaniku selama 5 tahun ini?!"
          “Kupikir kamu tahu” kata Joe datar, dia bangkit dari sampingku, berdiri dan membelakangiku.

“Joe… “ aku memanggilnya dengan hati-hati, ada yang berubah dari sikap Joe, apa dia tersinggung dengan pertanyaanku?
 “Belle…” dia ingin bicara tapi entah mengapa terhenti kemudian, dia menghela nafas panjang, hendak pergi, tapi aku secara refleks mencegah kepergiannya, tanganku menahannya, sejujurnya aku tak ingin dia pergi.
“Aku tau, aku tau kenapa Joe, dan bodohnya aku tak mau mengakui alasan kamu bertahan denganku, thanks a lot Joe…” Joe menatapku, sejujurnya aku benci tatapan teduh seperti ini, tatapan yang kurindukan itu nyaris sama seperti ini, tatapan penuh cinta, tatapan yang berbicara tentang jutaan rasa sayang, aku tahu dua bola mata indah ini bukanlah mata Dave yang kusayang, tapi bolehkah malam ini aku sedikit larut dalam tatapan semacam ini? Larut dengan tenang tanpa disertai rasa bersalah yang nantinya hanya akan membuatku menyesal karena menyakiti Dave, yeah walau secara tak langsung. “Boleh minta satu hal?”
“Apapun” jawab Joe, selembut biasanya.
          Aku ragu untuk mengatakannya, tapi memang harus kukatakan, aku tak lagi ingin menyiksa diriku dengan selalu, selalu, dan selalu terbayangi Dave, sungguh aku menyayanginya tapi kadang aku juga ingin bangun dari mimpi dan mengahadapi realita menjalani hidup yang digariskan untukkku, menerima seseorang yang menyayangiku, bukan seseorang yang telah pergi jauh.
          “Cium aku sekali saja…” aku bicara pelan, tak yakin apa yang kukatakan, tak yakin apa Joe mendengarkan. Aku tertunduk dan memejamkan mata, tak sanggup menatap wajahnya.
          Aku merasakan Joe memelukku, pelukan yang berbeda dari pelukan lama itu, tapi kehangatannya sama-sama menenangkanku.
          “Jangan sekarang Belle, ada waktu yang tepat untuk semuanya” Dia mengusap pipiku dan berlalu.
***

                                
           Sudah  berhari-hari setelah kejadian memalukan itu, aku belum bertemu lagi dengan Joe. Ia juga tidak mengirim sms seperti biasanya. Jujur saja, kali ini aku benar-benar takut Joe meninggalkanku begitu saja.
           Jarum jam belum tepat menunjuk pukul lima sore ketika ponselku berbunyi.
           “Belle”
           Itu suara Joe
           “Ya…”
           “Bisa ke rumah, sekarang?” tak biasanya, dia yang lebih sering mengunjungiku
"Ya...."
"Ada apa, Joe?"
“Hmmmmmm, mama mau ngomong sama kamu”
“Okay, aku ke sana sekarang”
          Kami bertetangga dan bersahabat sejak kecil, Joe dan aku biasa saling mengunjungi, tapi memang Joe lah yang lebih sering mengunjungiku, lima tahun terakhir barulah hari ini aku menginjakkan kaki lagi, ditempat, dimana aku menghabiskan banyak waktu di masa kecilku dulu. Segala sesuatunya terasa berbeda sekarang.
          “Joe..mama kamu mana?” tanyaku curiga
          “Sorry, aku membohongimu” Joe tak menatapku dengan penuh, sesekali dia lebih banyak menatap lantai, pertemuan terakhir kita menyisakan banyak kecanggungan kurasa.”Aku takut kamu nggak mau kemari tanpa ada alasan yang jelas”
          “Joe..kamu tahu itu nggak bener kan?”
          “Yeah, Kita ke balkon yuk, I wanna show you something” Kupikir Joe akan menggenggam tanganku dan menuntunku ke sana, merasa malu hati aku menggengam tanganku sendiri.
          Pemandangan yang sudah lama tak kunikmati, pelangi di sore hari. Seperti biasa selalu indah dan penuh warna.
             “Kamu tahu Belle, kapan pelangi itu muncul?” pertanyaan bodoh, tentu saja dia tau jawabannya, Joe mungkin hanya mengujiku.
            “Setelah hujan” jawabku pelan dan mendadak bosan, aku pikir aku akan dikejutkan dengan hal yang luar biasa berkesan.
            “Aku tahu sekarang kamu lebih mencintai bintang daripada pelangi” Joe membaca pikiranku. “Masih ingat komik yang pernah kita baca jaman SMP dulu? Legenda Pelangi? Tentang gadis yang menyimpan bunga di bawah bantalnya saat langit berpelangi, masih ingat kan?” ada yang bilang jika kamu menyimpan bunga dibawah bantal tepat saat langit berpelangi kamu akan tau siapa yang akan menjadi kekasih masa depanmu” Joe memberikanku seikat bungan Daisy, bunga favoritku. “Jika ada aku di mimpimu malam ini, aku janji akan memberikanmu sebuah ciuman, tapi jika aku tak ada di sana, mungkin aku harus menyerah dan  berhenti menyayangimu.”

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar