(Rakendra)
Percayalah,
berpura-pura itu bukan pekerjaan mudah, bahkan berpura-pura sebagai cowok kaya
dengan pacar yang sempurna! Percayalah itu benar-benar menyiksa!
***
Aku tidak pernah berada pada posisi
yang sangat mengintimidasi seperti ini, sebelumnya. Bangunan-bangunan ini
seakan menertawaiku, ayolah, bersikaplah sedikit lebih manis dan ramah, bahkan
benda mati berupa tumpukan batu bata yang bercat warna kuning muda indah itu,
terlihat mengejekku.
Seragam ini terasa begitu canggung
nangkring ditubuh krempengku, rambut ikalku yang sedikit gondrong, membuatku
terlihat seperti gembel yang menyaru sebagai seorang pangeran, yeah, benar, itu
yang kulakukan sekarang, menyaru, dan semoga aku berhasil, walau banyak bagian
dari diriku tidak terlalu percaya dengan keyakinanku.
Satu hal yang sedikit menghiburku,
bahwa aku dibayar untuk melakukan semua ini. Apakah aku terdengar seperti orang
yang mudah tergoda rupiah?
Di depanku, Gadis tengah menikmati sandwich tunanya dengan anggun,
sementara aku sudah menghabiskan beberapa buah sandwich itu dengan gaya kuli kelaparan, menggigit dalam potongan
besar-besar dan mengunyah semauku. Aku memang tak pernah di ajarkan table manner, dan apa peduliku dengan
semua hal itu, dalam duniaku, makan itu adalah yang penting kamu kenyang dulu,
urusan lain, buat apa dipikirin.
Aku mendengar dengung-dengung yang
lebih mirip dengungan lalat yang mengerubungi sampah dibanding obrolan
sekumpulan gadis manis, omongan mereka yang penuh syirik membuatku menilai
rendah mereka. Aku tau yang mereka bicarakan adalah segala tentang Gadis, tak
bisa dipungkiri Gadis punya pesona alami yang membuat cewek manapun iri, tapi Gadis
memang tak terlalu peduli, awalnya. Tapi dasar wanita ternyata mereka memang
tak suka tersaingi, dan Gadis ternyata memang wanita, seperti mereka, dia sama
saja kurasa.
“Wajahmu memerah” kata Gadis,
hampir-hampir membuatku tersedak. “Gara-gara komentar mereka? Tapi cowoknya keliatan kayak cowok-cowok di
iklan pakaian dalam Calvin Klein, sexy!” Gadis mengangkat alis, skeptis.
Aku mengambil sikap tak peduli.
“Yeah, gue punya pesona alami.” Kataku
sombong “Elo bisa liat kan?cewek-cewek itu pasti menitikan liurnya, gue bahkan
terlihat lebih yummy daripada makanan
rendah kalori yang ada di depan mereka”
“Well,
hmmmmmmmmm”
“Bagaimana, kalo kamu tiba-tiba jatuh
cinta dengan salah seorang dari mereka?”
“Gue nggak akan jatuh cinta dengan
para cewek kaya manja!”
“Termasuk denganku?” haruskah Gadis
selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan tak biasa?”Kamu dibayar untuk pura-pura
jadi penjagaku, kamu harus melindungiku, cara amannya dengan pura-pura jadi
pacarku! Bagaimana bisa kamu tak menunjukkan sedikitnya bakat acting, minimal lah kayak aktor kacangan? Yeah…agar papaku tak
mengeluarkan biaya yang sia-sia?”
Menyebalkan
“Okay” Pura-pura aku mengambil tissue dan membersihkan bekas makanan
yang ada sebenarnya tidak ada di sudut bibirnya, yeah, yeah, yeah, aku tau Gadis
memang sengaja membuat gerombolan cewek-cewek di seberang semakin memanas.
“Schat”
panggil Gadis manja, tapi tak kurespon, dan baru kusadari bahwa itu adalah
panggilan sayang dalam bahasa Belanda, setelah dia menendang tulang kering,
memelototi dan akhirnya pada puncak kesabarannya dia memilih menuliskan
maksudnya pada selembar tissue, yeah
setidaknya aku tahu sekarang.
“Bisa nggak kamu memandang aku seperti
memandang seorang gadis? Bukan seperti yeah seperti itu?” Gadis memutar bola
matanya.
“Sorry,
tapi mata gue terlatih untuk memandang loe, kayak anjing memandang majikannya!”
Percayalah, berpura-pura itu bukan
pekerjaan mudah, bahkan berpura-pura sebagai cowok kaya dengan pacar yang
sempurna! Percayalah itu benar-benar menyiksa!
“Mau menemaniku melakukan sesuatu malam
ini?” Gadis sedang mencoba membujukku. “Menurut kamu apa yang dilakukan anak
seusia kita di jam-jam malam mereka?” dia bertanya sambil meneliti “Kupikir
kita perlu membeli beberapa barang, yeah ‘mainan’ ala remaja, gadget keren, benda-benda fashion, sesuatu yang membuat mereka …akan
rela menjilat kita. Kita harus tunjukin. Kamu tolong telepon papa dan demi aku,
tolong kabulkan semua yang kuinginkan.”
Khas cewek kaya yang kubenci, pamer
materi, benar-benar tak bisa kumengerti!
“Sejujurnya papamu mendanai proyek ini
dalam jumlah sangat besar, biaya bukan masalah, hanya saja, bolehkah kita tak
terburu-buru?” Aku sengaja mengulur waktu, aku tau kemana arah pembicaraan
Gadis, tak ada dalam kontrak yang memang tak sempat kami buat, tapi jika dia
membutuhkan teman belanja, jujur kukatakan aku menyerah, tak ada satu cowokpun
yang mau menemani cewek belanja, cewek ya cewek, mereka shopaholic parah!
“Secepat kita bisa, aku tak mau mereka
memandang kita seperti…”
“Mereka iri, karena loe punya pesona
alami!” tapi aku tak ingin mengatakannya secara gamlang, jadi kusimpan di hati,
aku tak suka ketika aku mengatakan hal itu, alih-alih membuat Gadis percaya,
malah dia akan berpikir aku malah melemparkan rayuan murahan.
“Hmmmm okay”
“Menurut elo…haruskah kita membuat
semacam…party?” dia berpikir sejenak “
Remaja suka pesta, dan cara memasuki suatu komunitas angkuh seperti ini adalah
dengan mengadakan sebuah pesta, mereka menyukainya, musik, kemeriahan, sedikit
alkohol dan…”
“Hey…loe nggak terdengar kayak putri
dongeng!” protesnya
“Nanny,
menyelundupkan CosmoGirl, Teen Vogue, Seventeen, Girlfriend, dan banyak majalah
remaja lainnya, jujur karena tontonan dan bacaan di luar control papalah mengapa aku begitu menginginkan kehidupan seperti
ini; kebebasan menjadi remaja normal, okay?”
“Good
girl gone bad”
“Bolehkah?”
Mata indahnya memohon, tatapan itu
bahkan bisa membuat malaikat penjaga surga membukakan pintu untuk Hitler.
“Gadis?”
Sekali lagi, aku harus meringis, dia
menendang tulang keringku. Kucoba menahan sakitku, dan mengedarkan pandangan ke
sekeliling kantin, entah hanya perasaanku saja atau entahlah, tapi sepertinya melihat
gerombolan cewek yang saat ini cekikikan sambil memandangku. Lebih baik
kuabaikan!
“Cop- Pe-Lia” Gadis membisikkan dengan
hati-hati, yeah aku melupakannya. “Akan lebih baik kalo kamu memanggilku dengan
panggilan sayang yang manis, seperti honey
atau sweety?”
Aku tak yakin mau memanggilnya dengan
pilihan yang ditawarkannya, aku bukan tokoh cowok dalamnovel teenlit, bukan pangeran berkuda putih
juga bukan cowok tampan romantis drama
Hollywood.
“Okay, sayang” Aku mengehela nafas,
itu kata pilihanku, dan saat mengatakannya aku mencoba menganggapnya bocah tiga
tahun bukan gadis remaja yang tak bisa kuabaikan pesonanya.
“Berjanjilah, memainkan peranmu dengan
sempurna” katanya lagi
Dalam hati aku memaki diri, inilah
yang harus kukorbankan demi sejumlah uang.
Mata Gadis tiba-tiba berbinar,
senyuman licik terbit di bibirnya “aku punya rencana hebat”
Dan kutebak, sebuah rencana hebat yang
merepotkan.
Bersambung…
qiqiqi....hayooh teruss lagggi...
BalasHapuspenasaraaan neehhh
segera,makasi yak :D
BalasHapuskeyeeenn..ditunggu lanjutannya
BalasHapussegera,makasi yak
BalasHapus