Date a girl who reads

Date a girl who reads

Senin, 09 Januari 2012

Rahasia Gadis (10)


(Rakendra)
Percayalah, berpura-pura itu bukan pekerjaan mudah, bahkan berpura-pura sebagai cowok kaya dengan pacar yang sempurna! Percayalah itu benar-benar menyiksa!
***
          Aku tidak pernah berada pada posisi yang sangat mengintimidasi seperti ini, sebelumnya. Bangunan-bangunan ini seakan menertawaiku, ayolah, bersikaplah sedikit lebih manis dan ramah, bahkan benda mati berupa tumpukan batu bata yang bercat warna kuning muda indah itu, terlihat mengejekku.
          Seragam ini terasa begitu canggung nangkring ditubuh krempengku, rambut ikalku yang sedikit gondrong, membuatku terlihat seperti gembel yang menyaru sebagai seorang pangeran, yeah, benar, itu yang kulakukan sekarang, menyaru, dan semoga aku berhasil, walau banyak bagian dari diriku tidak terlalu percaya dengan keyakinanku.
          Satu hal yang sedikit menghiburku, bahwa aku dibayar untuk melakukan semua ini. Apakah aku terdengar seperti orang yang mudah tergoda rupiah?
          Di depanku, Gadis tengah menikmati sandwich tunanya dengan anggun, sementara aku sudah menghabiskan beberapa buah sandwich itu dengan gaya kuli kelaparan, menggigit dalam potongan besar-besar dan mengunyah semauku. Aku memang tak pernah di ajarkan table manner, dan apa peduliku dengan semua hal itu, dalam duniaku, makan itu adalah yang penting kamu kenyang dulu, urusan lain, buat apa dipikirin.
          Aku mendengar dengung-dengung yang lebih mirip dengungan lalat yang mengerubungi sampah dibanding obrolan sekumpulan gadis manis, omongan mereka yang penuh syirik membuatku menilai rendah mereka. Aku tau yang mereka bicarakan adalah segala tentang Gadis, tak bisa dipungkiri Gadis punya pesona alami yang membuat cewek manapun iri, tapi Gadis memang tak terlalu peduli, awalnya. Tapi dasar wanita ternyata mereka memang tak suka tersaingi, dan Gadis ternyata memang wanita, seperti mereka, dia sama saja kurasa.
          “Wajahmu memerah” kata Gadis, hampir-hampir membuatku tersedak. “Gara-gara komentar mereka? Tapi cowoknya keliatan kayak cowok-cowok di iklan pakaian dalam Calvin Klein, sexy!” Gadis mengangkat alis, skeptis.
          Aku mengambil sikap tak peduli.
          “Yeah, gue punya pesona alami.” Kataku sombong “Elo bisa liat kan?cewek-cewek itu pasti menitikan liurnya, gue bahkan terlihat lebih yummy daripada makanan rendah kalori yang ada di depan mereka”
          “Well, hmmmmmmmmm”
          “Bagaimana, kalo kamu tiba-tiba jatuh cinta dengan salah seorang dari mereka?”
          “Gue nggak akan jatuh cinta dengan para cewek kaya manja!”
          “Termasuk denganku?” haruskah Gadis selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan tak biasa?”Kamu dibayar untuk pura-pura jadi penjagaku, kamu harus melindungiku, cara amannya dengan pura-pura jadi pacarku! Bagaimana bisa kamu tak menunjukkan sedikitnya bakat acting, minimal lah kayak  aktor kacangan? Yeah…agar papaku tak mengeluarkan biaya yang sia-sia?”
          Menyebalkan
          “Okay” Pura-pura aku mengambil tissue dan membersihkan bekas makanan yang ada sebenarnya tidak ada di sudut bibirnya, yeah, yeah, yeah, aku tau Gadis memang sengaja membuat gerombolan cewek-cewek di seberang semakin memanas.
          “Schat” panggil Gadis manja, tapi tak kurespon, dan baru kusadari bahwa itu adalah panggilan sayang dalam bahasa Belanda, setelah dia menendang tulang kering, memelototi dan akhirnya pada puncak kesabarannya dia memilih menuliskan maksudnya pada selembar tissue, yeah setidaknya aku tahu sekarang.
          “Bisa nggak kamu memandang aku seperti memandang seorang gadis? Bukan seperti yeah seperti itu?” Gadis memutar bola matanya.
          “Sorry, tapi mata gue terlatih untuk memandang loe, kayak anjing memandang majikannya!”
          Percayalah, berpura-pura itu bukan pekerjaan mudah, bahkan berpura-pura sebagai cowok kaya dengan pacar yang sempurna! Percayalah itu benar-benar menyiksa!
          “Mau menemaniku melakukan sesuatu malam ini?” Gadis sedang mencoba membujukku. “Menurut kamu apa yang dilakukan anak seusia kita di jam-jam malam mereka?” dia bertanya sambil meneliti “Kupikir kita perlu membeli beberapa barang, yeah ‘mainan’ ala remaja, gadget keren, benda-benda fashion, sesuatu yang membuat mereka …akan rela menjilat kita. Kita harus tunjukin. Kamu tolong telepon papa dan demi aku, tolong kabulkan semua yang kuinginkan.”
          Khas cewek kaya yang kubenci, pamer materi, benar-benar tak bisa kumengerti!
          “Sejujurnya papamu mendanai proyek ini dalam jumlah sangat besar, biaya bukan masalah, hanya saja, bolehkah kita tak terburu-buru?” Aku sengaja mengulur waktu, aku tau kemana arah pembicaraan Gadis, tak ada dalam kontrak yang memang tak sempat kami buat, tapi jika dia membutuhkan teman belanja, jujur kukatakan aku menyerah, tak ada satu cowokpun yang mau menemani cewek belanja, cewek ya cewek, mereka shopaholic parah!
          “Secepat kita bisa, aku tak mau mereka memandang kita seperti…”
          “Mereka iri, karena loe punya pesona alami!” tapi aku tak ingin mengatakannya secara gamlang, jadi kusimpan di hati, aku tak suka ketika aku mengatakan hal itu, alih-alih membuat Gadis percaya, malah dia akan berpikir aku malah melemparkan rayuan murahan.
          “Hmmmm okay”
          “Menurut elo…haruskah kita membuat semacam…party?” dia berpikir sejenak “ Remaja suka pesta, dan cara memasuki suatu komunitas angkuh seperti ini adalah dengan mengadakan sebuah pesta, mereka menyukainya, musik, kemeriahan, sedikit alkohol dan…”
          “Hey…loe nggak terdengar kayak putri dongeng!” protesnya
          “Nanny, menyelundupkan CosmoGirl, Teen Vogue, Seventeen, Girlfriend, dan banyak majalah remaja lainnya, jujur karena tontonan dan bacaan di luar control papalah mengapa aku begitu menginginkan kehidupan seperti ini; kebebasan menjadi remaja normal, okay?”
          “Good girl gone bad
          “Bolehkah?”
          Mata indahnya memohon, tatapan itu bahkan bisa membuat malaikat penjaga surga membukakan pintu untuk Hitler.
          “Gadis?”
          Sekali lagi, aku harus meringis, dia menendang tulang keringku. Kucoba menahan sakitku, dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kantin, entah hanya perasaanku saja atau entahlah, tapi sepertinya melihat gerombolan cewek yang saat ini cekikikan sambil memandangku. Lebih baik kuabaikan!
          “Cop- Pe-Lia” Gadis membisikkan dengan hati-hati, yeah aku melupakannya. “Akan lebih baik kalo kamu memanggilku dengan panggilan sayang yang manis, seperti honey atau sweety?”
          Aku tak yakin mau memanggilnya dengan pilihan yang ditawarkannya, aku bukan tokoh cowok dalamnovel teenlit, bukan pangeran berkuda putih juga bukan  cowok tampan romantis drama Hollywood.
          “Okay, sayang” Aku mengehela nafas, itu kata pilihanku, dan saat mengatakannya aku mencoba menganggapnya bocah tiga tahun bukan gadis remaja yang tak bisa kuabaikan pesonanya.
          “Berjanjilah, memainkan peranmu dengan sempurna” katanya lagi
          Dalam hati aku memaki diri, inilah yang harus kukorbankan demi sejumlah uang.
          Mata Gadis tiba-tiba berbinar, senyuman licik terbit di bibirnya “aku punya rencana hebat”
           Dan kutebak, sebuah rencana hebat yang merepotkan.

Bersambung…

4 komentar: