(Gadis)
Mengapa ada yang
harus ditukarkan agar yang satu kembali
Mengapa kedua-duanya
tak bisa kumiliki di dalam hati
***
Aku menikmati
minggu yang ceria bersama papa, dan tak sabar menunggu senin datang saat Raken
dengan tampangnya yang berubah-ubah, dari ceria jadi marah-marah, dari manyun
jadi senyum, dari…aku cuma mau bilang bahwa aku merindukannya. Sangat…sangat…sangat!!!
Aku menikmati
sarapanku dengan papa, tapi tak seperti biasa papa tak menentuh cinnamon sugar muffin-nya yang tadi
kuletakkan dipiringnya, dia juga tak menyentuh jasmine tea-nya, sekarang dia malah menyesap kopi hitam dan
merokok, tak pernah sekalipun seingatku papa melakukan hal ini.
“Papa?” dia
seperti terkejut saat aku memanggilnya “Sarapannya?” aku memandangi piringnya
dan memandanginya dengan ekspresi bertanya, pasti sekarang alisku naik sebelah.
“Papa kenyang
sayang” dia tersenyum padaku.
Berkali-kali
aku menatap ke arah pintu, dan berharap Raken segera datang, seperti biasa
datang dengan rambut berantakannya lalu tanpa malu-malu mencomot apa saja yang
ada di atas meja makan. Papa menyadari kegelisahanku.
“Papa lupa,
pemuda itu berhenti. Mulai hari ini kamu berangkat sekolah akan diantar jemput
oleh driver.”
“Tapi Pa” aku
ingin protes. “Gadis butuh Raken untuk menemani Gadis di sekolah”
“Kamu sudah
dewasa sayang, akan ada banyak teman lainmu nantinya.” Dia menatapku sekilas “have a nice day “ sambungnya lagi, saat
driver baruku datang dan menanyakan aku siap berangkat. Kucium pipi papa
sekilas lalu berangkat.
***
Aku memikirkan
Raken saat ini, kenapa dia tidak mengatakan sesuatu…seperti…selamat tinggal? Mengenang
hal ini bikin aku memilih untuk menatap jendela, berusaha menahan air mata yang
ingin mengalir di pipiku. Aku lupa Raken selalu begitu, dia tak tau sopan
santun, mengucapkan selamat tinggal adalah salah satu jenis sopan santun. Tapi
dia harusnya bilang, ini mengejutkan dan membuatku…Raken…kamu pergi bahkan
sebelum sempat mendengar apa yang ingin kukatakan padamu pagi ini. Seharian
kemarian aku ingin kamu tau bahwa aku jatuh cinta, jatuh cinta pada body guard-ku! Pacar palsuku, my
Nutcracker. Kali ini aku tak kuasa kubiarkan diriku menangis, dan ketika
driverku mengatakan bahwa kami sampai di sekolah, aku buru-bur menghapus air
mataku dan turun. Harusnya hari ini, Raken dan aku akan memasuki gerbang
sekolah dengan bergandengan tangan.
Aku tak berani
mengangkat muka, lebih-lebih karena sedih, juga karena pesta malam minggu
kemarin yang tanpa teman-teman di sini, tak tau apa yang kulakukan tak kuasa
untuk menatap orang-orang yang melewatiku, kuputuskan untuk enuju lokerku. Anehnya
lokerku tak terkunci, tapi setelah lebih seksama memeriksa isinya, tak ada yang
hilang, malah ada sesuatu yang berbeda di sana, aroma cokelat panas yang
tertinggal, aroma yang sama dengan wangi tubuh Raken. Oh Tuhan aku benar-benar
merindukannya.
“Idiot!” aku
memaki diriku sendiri dalam hati “Tugasnya telah usai dan sudah waktunya dia
pergi, tak ada alasannya untuknya tetap tinggal, aku hanyalah beban, Papa
membayarnya, setelah selesai dia mengambil uangnya dan pergi,…lau bagaimana
dengan ciuman itu?” aku berbicara pada diri sendiri dan menangis. “Kupikir itu cuma
akhir sempurna untuk sebuah perpisahan” Aku menghela nafas, tak ingin lagi
memikirkan Raken, tapi tentu saja aku tak bisa.
“Idiot!”
kudengar makian, serasa seperti makian yang diucapkan Raken, ternyata bukan
suaranya walau aku berharap itu adalah dia, makian itu berasal dari cowok yang
kutabrak tanpa sengaja, cowok yang sekarang menunjukkan ekspresi menilai kala
memandangku, dia menatap kearah nama yang tertempel di seragamku.
“Copelia
Widjaja?” dia membacanya dengan nada bertanya.
Aku
mengangguk, dia mengulurkan tangannya, aku membaca namanya.
Enzo Albertino
“Enzo
Albertino” katanya, aku menyambut uluran tangannya dan menjabatnya, tapi
anehnya si cowok ini malah bersikap kurang ajar, jari-jarinya mengelus telapak
tanganku.
Tak suka
dengan apa yang dilakukannya, aku memutuskan untuk melepaskan tanganku dari
genggamannya. Untunglah dering nyaring bel menyelamatkanku.
Enzo menatapku
dan tersenyum, aku melihat belah dagunya yang tajam saat dia merekahkan
senyumnya dan memperlihatkan dereten giginya.
“Bye Baby” dan dia berlari pergi.
***
Sekolah tak
kunikmati, aku sudah mengatakannya bahkan sejak hari pertama aku erada di sini.
Tapi minimal hari itu ada Raken, walaupun anggapanku tentangnya pada saat itu
adalah bahwa dia sama menyebalkannya dengan seekor kecoak.
Aku makan
siang sendirian, tapi tiba-tiba saja bunyi derap langkah-langkah yang seirama
menghampiriku, aku memandangi sosok-sosok akrab ketujuh cowok itu, aku berjanji
sejak malam ketika mereka menyanyikan lagu romantis untukku, aku takkan lagi
memanggil mereka dengan sebutan boyband gagal, tapi menyebutkan nama-namanya;
Danar, Vicky, Alden, Rayya, Galang, Binnar, dan Adip.
“Hey…”sapa
mereka. Satu persatu mulai duduk dan mengatur nampan makanan di depannya.
“Mana si
Prince Charming?” tanya Alden dengan cengiran menggoda.
“Jika Prince
Charming itu benar-benar ada, harusnya kisahku sudah berkhir bahagia.” Entah
mengapa saat aku mengatakannya, aku serasa tak bisa menelan selada yang baru
kukunyah. Tak terasa kini pipiku mulai basah oleh air mata.
Mereka
menatapku iba. Alden yang ada di sampingku menyentuh tanganku, mencoba
menenangkanku.
Aku mencoba
untuk menguasai diri.
“Tugasnya udah
selesai” Akhirnya aku mengatakannya. “Sebenarnya Alfan…namanya bukan Alfan, nama
aslinya adalah Rakendra, dia berpura-pura sebagai tunanganku, sebenarnya dia
adalah body guard-ku, seseorang yang
menemaniku. Tapi sudahlah saat ini segalanya selesai, aku sendiri…”tapi au
menatap wajah simpati mereka satu persatu. “Hey…kalian bisa jadi temanku kan?”
“Yups” jawab
mereka singkat sambil mengangguk.
“Terima kasih”
aku menghapus air mataku.
Minimal
sekarang aku tak benar-benar sendiri. Ini aneh…tapi sejujurnya aku merasa
seperti Putri Salju dan tujuh kurcacinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar