Date a girl who reads

Date a girl who reads

Senin, 16 Januari 2012

Rahasia Gadis (25)


(Tiara)
               Aku terkejut mendapati lagi dirinya, anak muda itu, Rakendra namanya, sekarang berdiri di depan pintuku. Lebih dari dua minggu tak pernah menemuiku, dan sekarang dia datang tapi tanpa sesuatu yang kuharapkan yang selalu datang bersamanya di balik tangannya yang kini kulihat terluka, wajahnya memar dan berantakan. Tapi dia tersenyum seakan semuanya baik-baik saja.

               Aku mengajaknya duduk di teras, menyeduhkan Jasmine tea dan menawari cookies bikinan sendiri. Dia mengambil sekeping biskuit, mengunyahnya, entah mengapa matanya menerawang jauh seakan memikirkan sesuatu.
               Kuambil kertas dan pena, kutuliskan sesuatu di sana
               APA KABAR?
               Aku tak bisa bicara, aku penderita tuna wicara, tapi aku bukan tuna rungu, awalnya aku bisa bicara tapi trauma masa kecil membuatku memilih untuk bungkam
               Setelah menelan biskuitnya dia mulai bicara, aku mendengarnya dengan seksama.
               “Baik bu, cuma memang ada pekerjaan minggu-minggu kemarin ini, tapi sekarang pekerjaannya sudah selesai, ibu apa kabar?”
               Aku menulis di kertas
               BAIK, MUKA KAMU KENAPA?
               Dia tertawa seakan luka itu bukan hal yang membuat khawatir, bisa dikatakan aku tak suka melihat luka diwajah anak muda ini.
               “Salah satu resiko pekerjaan gara-gara pekerjannya yang aku kerjain nggak sesuai sama prosedur orang yang bayar, tapi nggak apa-apa, yang penting bayarannya udah masuk kerekeningku dengan jumlah yang mungkin emang sengaja dilebihkan kali ya bu? Hehehehehe untuk biaya perawatan mukaku yang ancur ini.” Selalu bisa membawa semua hal seakan itu bukan hal yang serius.
               “Maaf bu…” dia bicara dalam nada menyesal yang dalam “Pesan-pesannya tak pernah lagi saya antarkan” sambungnya lagi. “Gara-gara kerjaan ini saya jadi nggak pernah ketemu sama pengagum rahasia ibu”
               Ingin kuceritakan sedikit, selama enam belas tahun terakhir setiap pagi aku selalu mendapat setangkai lili putih dan kartu yang bertuliskan pesan cinta. Mereka datang setelah menghilangnya seseorang yang aku cintai, kupikir itu adalah tanda cintanya,tapi tak mungkin karena pria yang kucintai itu, cinta pertamaku itu sekarang sudah di surga, akibat operasinya yang gagal, dia penderita penyakit pengerasan hati, Sirosis. Aku tak tau siapa pengirimnya tapi setahun terakhir ini, pemuda di depankulah yang mengantarkannya, tapi pemuda keras kepala ini tetap tak mau mengatakan siapa pengirim lili dan kartu cinta itu.Tapi selama ini aku selalu menganggap bahwa kartu dan bunga lili putih itu adalah kiriman dari surga, aku tau aku mengada-ngada tapi tak mengapa. Bila tak bisa bahagia berpura-puralah bahagia, bila tak percaya cobalah untuk percaya.
               “Saya merindukan ibu” bisik si pemuda, kali ini dia tersenyum. “Sudah saya katakana bahwa saya anak yatim piatu, tak beribu dan berbapak, jadi walau tanpa izin ibu aku tetap mau anggap ibu itu, ibuku”
               Aku senang dia menganggapku seperti ibu. Aku membelai pipinya, dan mengangguk agar dia tahu bahwa aku tak keberatan
               “Terima kasih”
               Jauh dalam hati aku bahagia, dulu sekali, lima belas tahun yang lalu, aku juga pernah melahirkan seorang putri hanya saja, dia juga telah pergi, menyusul pria yang sangat kucintai, mengenangnya membuatku menitikkan air mata, karena putriku sejujurnya bukan milik pria yang kucintai itu, tak tau siapa, hanya seseorang yang tak punya nurani yang tega memperkosaku, tak ingin mengingat kelamnya masa itu. Si pemuda bangkit dari tempat duduknya, berlutut di depanku dan menenangkanku.
               “Jangan menangis bu” hiburnya “Jika ada sesuatu jangan dipendam, katakanlah…” dia lupa aku tak bisa bicara, dan setelah dia menyadarinya “ dia menatapku “ibu bisa tuliskan” sekarang dia memberiku pena yang tadinya tergeletak di mejaku.
               Aku menuliskan sesuatu, walau tak sama dengan yang ingin dikatakan hatiku.
               TERIMA KASIH TELAH MENGANGGAPKU IBU
               Aku tak ingin dia terganggu dengan masa laluku, mungkin nanti akan kuceritakan padanya, suatu hari di lain waktu. Dan sekarang aku bersyukur pemuda baik hati ini memelukku, dengan penuh sayang, terima kasih Tuhan karena engkau masih mengirimkanku orang untuk mencintaiku. Ada air mata haru kini menetes dipipiku, seandainya bibirku bisa mengucapkan kata “anakku”.

 Bersambung...




2 komentar:

  1. Hanya Blogroll saja, sebelumnya aku pernah membaca tulisan kamu di Fiksiana, salam manstafff http://www.baujamban.com

    BalasHapus
  2. yupz nanti kukunjungi

    q juga nulis disana

    makasi udah mampir

    BalasHapus