Date a girl who reads

Date a girl who reads

Jumat, 25 Mei 2012

Venus And Mars (15)




Semalam suntuk aku memikirkan percakapan terakhirku dengan Debra. Aku mencoba mengingat-ingat bagaimana ekspresi wajahnya ketika memandang wajah Emile dan membandingkannya ketika dia menatap wajah tunangannya. Aku tau perbedaannya, matanya lebih berbinar ketika memandang Emile, aku bangkit dari tidurku, menyibakkan selimut, dan berjalan menuju balkon. Aku akan keluar untuk memandangi bintang dan langit malam ketika ada malam-malam yang begitu sulit untuk kulalui.

          Lampu menyala di belakangku. Emile menyadari bahwa aku terjaga dan diapun ikut terbangun. Aku mendengar langkahnya menuju ke arahku dari belakang.
          “Kau lebih memilih yang mana...” aku bertanya walau ragu itu terasa “mencintai atau dicintai..jangan katakan tentang keduanya karena setiap orang pasti menginginkannya” Kurasakan Emile memelukku, kedua tangannya melingkari pinggangku.
          “Mencintai…” jawabannya tak seperti yang kuharapkan. Aku memejamkan mata merasakan pelukannya dan mencoba meresapi emosi apa yang diterima hati. Tidak. Aku tak merasakan apapun.
          “Bukankah itu menyakitkan?” aku bertanya pelan.
          “Kesakitan yang menyenangkan…”dia menghela nafasnya, aku merasakan nafasnya membelai bahuku yang terbuka.
          “Apakah itu adil?”
          “Tidak ada keadilan yang sebenarnya, kamu hanya perlu menjalani sesuatu yang seharusnya. Aku bekerja di bidang hukum, dan tau keadilan itu seperti apa. Hanya sesuatu yang dijalankan sebagaimana mestinya. Bisakah kau tak membuatnya menjadi begitu rumit?”
          “Yeah…mungkin sama seperti kalimat ini…kita belum tentu tau siapa orang yang benar-benar kita cintai tapi kita tau pasti siapa orang-orang yang pernah kita tiduri.” Aku berkata dalam nada dingin.
          “Apa maksudmu?”
          “Entahlah…ketika cinta adalah sesuatu yang begitu rapuh…aku masih tak mengerti bagaimana hal itu menebarkan pengaruh…kau mencintaiku, aku mencintai yang lainnnya, tapi taukah kau di sana…kekasih sahabatmu mencintaimu dengan sepenuh jiwa…kenapa kita tidak menjadikan hal ini begitu sederhana?”
          “Apa yang kau katakan?” Emile melepaskan pelukannya lalu membalikkan badanku menghadap padanya, sekarang wajahnya tepat di hadapanku.
          “Aku memohon padamu…bebaskan aku dari hatimu…” aku menangis saat memandang wajah orang yang sangat mencintaiku itu. “Aku egois dan ini menyakitkan untukmu”tenggorokkanku terasa serak. “Kumohon”
          “Dicintai ataupun mencintai selalu memiliki resiko untuk tersakiti.”Itu jawaban Emile sebelum akhirnya dia mengecup keningku.
***
          Aku takkan bisa membuat Emile menyerah untuk mencintaiku. Apabila segalanya menjadi serumit ini, maka seperti yang dikatakannya… sebaiknya aku memilih resiko itu, bila Mongardini begitu menginginkanku maka bukan dia yang harus memburuku, aku yang akan membawa diriku. Dengan mendatangi Massimo Mongardini Senior maka aku akan bisa memastikan keselamatan untuk Massimo-ku. My Mars.
          Aku meninggalkan mansion Weingarden di pagi buta,begitu saja tanpa sebuah pesan dan ucapan selamat tinggal. Tak lama mereka dia pasti tau dimana aku berada. Aku sungguh agar Emile membenciku, karena aku memilih meninggalkannya, itulah satu-satunya cara untuk membuatnya tersakiti, tanpa harus membuatnya menderita lebih lama. Membiarkan diriku berada di dalam perlindungannya akan lebih menyakitnya. Lelaki seperti dia pantas menerima cinta yang lebih sempurna, entah dari Debra atau wanita lainnya.
***
          Aku mengumpulkan kekuatan untuk bisa berdiri tegak di tempat ini. Di “Puri” keluarga Mongardini. Setelah tadi, beberapa pria seakan menyeretku ke ruangan berkubah besar untuk menemui Don mereka yang terhormat.
Aku sungguh merasa terintimidasi, tapi inilah jalan yang kupilih demi diriku sendiri demi mereka orang-orang yang tak seharusnya tersakiti atas apa yang harus kualami. Jika mereka menginginkan aku mati maka aku di sini, jika mereka menginginkan aku mati maka inilah aku, siap dan berserah diri. Jika aku mati, maka Mongardini mendapatkan aku tanpa harus membuat putranya lari jauh, tanpa harus membuat Weingarden terpaksa melindungiku, tanpa harus membuat ada begitu banyak cinta yang tak bisa berlabuh di tempat seharusnya. Mungkin inilah waktuku untuk menyerah agar semuanya baik-baik saja. Jika di kehidupan lalu kisah kita tak berakhir indah mungkin dikehidupan saat inipun juga.
Demi apapun yang membuat kebencian berada di antara keluargaku dengan Mongardini, aku siap dengan segala hal yang terjadi. Bahkan ketika langkah kaki itu berjalan teratur menuju ke arahku, aku tetap memaksa mengangkat kepalaku tinggi-tinggi, bahkan di saat terakhir aku ingin agar aku bisa di hormati.
“Selamat pagi sekali…Miss De Lachey…”suara yang seperti pernah kudengar tapi tak begitu kuyakinkan.
Ada rasa percaya dan tak percaya, sampai ketika wajah itu benar-benar teramati jelas di mataku, pria itu..bukan Mongardini Senior, tapi pria yang pernah melewatkan suatu malam denganku dulu, di saat kehidupan liarku harus kuakhiri mulai hari itu.
“Alfredo Mongardini…” Dia menyebutkan namanya sambil memberiku senyuman manisnya. Dan …Pria itu mengulurkan tangannya padaku sambil berkata. “Aku merindukanmu, bidadari tropisku.”

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar