Hanya
perlu 0,013 detik bagiku untuk memutuskan bahwa gadis yang seolah muncul begitu
saja di depanku ini sangat menarik. Di detik berikutnya kusadari bahwa caligynephobia[1]-ku belum sembuh benar. Ketakutanku muncul bersamaan dengan wajahnya
yang cantik. Terakhir kali aku berhubungan dengan wanita cantik bukanlah
pengalaman yang baik. Pertunanganku berakhir, cintaku dikembalikan tapi tidak
cincinku. Hal terburuknya namaku dijadikan nama anjing hadiah dari kekasih
barunya. Sungguh pengalaman yang traumatik.
“Hey, boleh aku
menumpang?”
Gadis itu bertelanjang
kaki, roknya tertiup angin dan ada senyuman di wajahnya. Apa aku bisa menolak?
“Siapa namamu?”
setidaknya aku bertanya.
“Apa film kesukaanmu?”
dia balik bertanya, dan itu tidak sopan menjawab dengan pertanyaan.
“Star Wars.”
“Call me Princess
Leia!” dan tanpa menunggu kata-kataku dia duduk diboncenganku. Untuk
membuatnya nyaman, ransel kubiarkan ransel berpindah dari punggung ke dadaku. Aku
bisa membayangkan kulitnya yang cerah dan halus yang tadinya tersingkap saat
angin meniup roknya. Aku bisa membayangkan kedua tangannya mungil menembus
jaket kulitku. Aku bisa membayangkan kepalanya yang lelah akan disandarkan ke
punggungku. Ini menit kedelapan dan kuputuskan bahwa ini cinta pada pandangan
pertama, semoga dibenarkan.
Seandainya gadis ini
tahu yang aku alami. Aku lelah dan marah karena kebodohan dan kecerobohanku.
Dua hari yang lalu aku memutuskan menyewa trail, mengabaikan backpack-ku
menukarnya dengan ransel berukuran sedang. Kupikir hanya dua atau tiga hari dan
cuma melewati dua selat dan sebuah pulau. Apa yang kuinginkan? Hanya secangkir
kopi! Idiot, Starbucks menawarkan aneka kopi dan Nescafe dari Nestle bahkan
berasal di negeriku. Aku menginginkan kopi yang didapatkan dengan petualangan
melewati gunung dengan pemandangan indah hutan dan jurang yang curam, dinikmati
dengan cara tradisional dalam kebersamaan dan kesederhanaan. Kudengar hal itu
bisa kudapatkan di suatu tempat bernama Tepal. Siapa yang memberitahuku? Lonely
Planet? Nope! Lonely Planet said there's nothing to do in Sumbawa! What a big
mistake and i said it's not the place, it’s the people! Terburu-buru aku melupakan hal yang sangat
aku perlu, tidak ada handphone tidak ada GPS tidak ada layanan internet,
setidaknya aku masih punya kamera dan dua buku dari Anna Seghers dan Franz
Josef Wetz.
Kupikir aku masih
beruntung hingga aku sadari alih-alih ke Tepal aku malah berada di Sekongkang!
Aku menginginkan suasana pengunungan bukan pantai dengan lautan indah. Penunjuk
jalan yang payah dan aku mendapat tawa mengejek sebagai bonus dari sekelompok surfer
keturunan Aborigin yang setengah jam lalu kutemui di jalan dekat pantai Jelenga
yang adalah surganya mereka yang ingin menantang ombak. Dan yang paling
kuinginkan sekarang adalah pulang, mengakhiri petualangan!
“Aku tak tahu kemana
tujuanmu, miss?”
“Princess Leia!”
“Okay!”
“Kemana tujuanmu?”
“Harbor...”
“Great! Aku
berhenti beberapa mil sebelum pelabuhan, bergegas! Aku tak mau melewati sunset
di pantai depan.” Dia memukul lenganku dan aku memutar kunci dan trail-pun
melaju.
Lelah tapi anehnya aku
menikmati perjalanan. Kupikir perjalanan ini tak terlalu buruk, bukankah tidak
ada yang perlu disesalkan, segalanya memang seharusnya dijadikan bahan
pelajaran? Itulah makna memahami kehidupan.
“Berhenti!” suaranya
tak begitu terdengar tapi bahuku yang terguncak membuatku menghentikan lajuku.
Gadis itu melompat dan berlari cepat menuju pantai berpasir putih. Sebaiknya
kutinggalkan ataukah...
Aku menyusulnya dan
duduk di sampingnya yang memandang takjub pada sang langit seolah memberi salam
pada alam.
“Terima kasih.”
Katanya menyadari kehadiranku di sisinya.
Aku tersenyum.
“Aku berterima kasih
untuk kesempatan melihat keindahan ini dan untuk...” suaranya meninggi “Pacar
brengsekku pikir aku akan minta maaf dan memohon padanya, kau tahu apa yang
kulakukan? Aku keluar dari mobilnya dan kita bertemu di jalanan. Aku melihatmu tadi
di sekitar Maluk, kita berpapasan tapi kau tak menyadarinya, wajahmu bingung
dan kau seperti tersesat.” Bicaranya cepat dan entah mengapa bibirnya terlihat
seperti seiris Mangga berwarna cerah, pasti akan terasa lembut manis dan segar
saat aku mencicipinya.
“Yeah aku memang
tersesat.” Sial, terkatakan oleh bibirku.
“Kau tahu? Kenapa aku
memilih menumpang padamu? Aku tak punya uang sepeserpun. Tas tanganku di mobil
si brengsek itu but thanks God handphone-ku tertinggal di kamar.
Tidak ada kendaraan umum dan menumpang pada orang lokal membuat mereka berpikir
macam-macam. Menumpang kendaraan orang tak dikenal di sini bukanlah hal yang
lazim lagipula aku tak ingin dihakimi siapapun dengan pakaian seperti ini dan
minta tumpangan di pinggiran jalan.
Aku mengamati
pakaiannya, tidak ada yang salah dia terlihat sempurna. Atasan asimetris
berwarna Jingga berpotongan dada rendah dengan rok cantik berbahan ringan. Aku
mengamati kulitnya, sehat dan cerah. Mungkin beberapa diantara jenis kami
menginginkan gadis berkulit cokelat eksotis tapi kulitnya berwarna terang dan
terlihat...aku tak ingin melihatnya, aku ingin menyentuhnya. Aku ingin
jari-jariku mengirimkan informasi ke otakku tentang seperti apa sensasi kala menikmatinya.
Dan rambutnya yang tertiup angin, sungguh mengganggu karena menutupi
wajahnya yang tiba-tiba berubah sendu. Aku ingin merampas rambut dari
kepalanya, menghilangkannya untuk beberapa saat agar aku bisa menikmati kedipan
matanya, hidung mungil dan bibirnya yang membuatku ingin menciumnya, tidak
hanya sekali tapi berkali-kali, tidak dengan lembut tapi juga dengan cepat, liar,
dan please aku tak ingin dihentikan.
Seandainya jiwaku bisa keluar dari ragaku, maka dari atas sana aku bisa
melihat bahwa ada moment yang sangat indah yang seharusnya aku
manfaatkan. Pantai, matahari tenggelam, hamparan debu kristal dan sang dewi
berlengan keemasan yang tertimpa cahaya senja indah. Bolehkah kuminta sebuah
ciuman ataukah lebih dari hal-hal liar yang bisa kupikirkan?
“Hey!” gadis itu seakan hendak menegur fantasiku. Aku menatapnya dan
dia tersenyum “bukankah sangat indah?” dia mendekatiku dan berbisik di
telingaku, bisikannya memberi efek seperti suntikan morfin.
Aku mengedipkan mata dan seolah berpikir sejenak sebelum mengangguk,
senyum lebar yang memperlihatkan deret giginya dan....isi otakku memecah
konsentrasiku.
“Suasana romantis tidak bisa dirasakan seorang diri, kupikir itu harus
dibagi. Jika kau setuju silahkan tutup matamu.” Semacam kado yang ingin pitanya
segera dilepas dan kotaknya segera dibuka. Aku menutup mata menunggu hadiah
istimewaku. Tercium aroma garam, debur ombak dan bibirku yang tersentuh jemari
dengan lembut lalu ada rasa manis dan nikmat yang tak pernah kurasakan
sebelumnya, tidak hanya dibibirku, tapi juga di lidah dan bahkan seluruh organ
mulutku.
“Mereka menyebutnya gula jagung, entah terbuat dari jagung tapi yang
jelas terbungkus kulit jagung. Salah satu cemilan tradisional, kupikir kau
perlu mencobanya dan coba rasakan di lidahmu, betapa manisnya, seperti cokelat
tapi juga seperti gula.” Dia memainkan lembaran kulit jagung kering,
meletakkannya di pasir, gula itu masih tersisa sepotong. Matahari nyaris
benar-benar tenggelam, dan lihat apa yang kita lewatkan? Sedikit kecewa dan tak
mau terlalu rugi, kuambil gula yang tersisa dan kubiarkan rasa manisnya
menyebar di mulutku.
***
“Kamu mau memaksa untuk melanjutkan perjalanan atau ...seandainya aku
jadi kamu, aku akan berhenti dan well mungkin kita bisa menikmati kopi?”
kenapa dia harus mengingatkanku dengan tujuan awalku yang sekarang benar-benar
gagal.
“Kamu benar-benar terlihat lelah, kafein bagus untuk memperbaiki,
setidaknya kesadaranmu dan... mungkin tubuhmu butuh massage.” Terdengar
menggoda tapi aku tak ingin berekspektasi tinggi.
Aku hendak menolak tapi ekspresi wajahnya yang memaksa dengan cara yang
begitu manisnya membuatku memasuki ruangan 3X4 meter yang mirip seperti kamar
remaja pria yang mengajak pacarnya menginap. Berantakan, kakiku merasakan
butiran debu yang kemungkinan berasal dari sel kulit matinya yang berhamburan
di seluruh lantai. Aroma kamarnya tak bisa dikatakan pengap tapi tercium aroma
campuran seperti masakan dengan bumbu bawang dan merica, aroma dari cucian
bersih yang wanginya aneh, tak heran ada setumpuk cucian dalam kemasan plastik
yang belum dibuka dan juga bercampur dengan aroma anti serangga elektrik yang
buru-buru dicabutnya.
“Selamat datang di kandangku.” Wajahnya menampilkan ekspresi konyol
yang tetap terihat manis, aneh tapi begitulah ketika jatuh cinta kau takkan
melihat hal-hal yang kurang padanya.
Dia menjatuhkan dirinya di matras berseprai warna merah Maroon.
Tidak ada boneka di sana seperti yang tadinya kupikir akan berada di kamar
gadis berwajah seperti penggemar Teddy Bear itu, dan seharusnya tak terlalu
terkejut saat aku melihat majalah terbuka yang memperlihatkan rubrik Love and
Lust yang disponsori iklan Durex. Tahu pemandangan apa yang ditangkap mataku,
dia menutup majalah dan menunjukkan wajah innocent gagal.
“Aku hanya membeli majalah ini karena tergiur bonusnya, Shea Butter
dan Sooting Gel, aku seperti membeli produk perawatan kulit dengan harga
murah dan mendapat majalah secara gratis.” Aku tak perlu alasan, aku bisa
menebak gadis ini. Dia menggoda tidak secara nakal tapi secara perlahan. Aku
merasakan sebelah alisku terangkat.
Aku meletakkan ranselku di lantai dan berpikir untuk sebaiknya duduk
dimana dan melakukan apa, tapi dengan gerak cepat seperti ninja, gadis itu
bangkit dari tempat tidur mendorongku dan aku terjatuh, punggungku merasakan
kenyamanan. Tapi aku tak menolak jika ditawarkan kenyamanan lebih dari ini.
“Kuharap kamu mau mencopot jaket dan kemejamu.” Terdengar galak, siapa
yang menolak jika gadis seperti ini menyekapmu dalam kamar dan membuat dirimu
terjebak. Aku mematuhi perintahnya dan kulakukan secepat yang kubisa. Dia
melompat ke tempat tidur, kuharap dia akan duduk dipunggungku dan jari-jarinya
akan menggodaku.
“Apa yang kamu rasakan?”
“Wangi Vanilla manis dan menggoda.” Entah dia baru menyeprotkan
parfumnya tapi yang jelas pengaruhnya membuatku kehilangan kendali atas diri
sendiri.
“Aku bertanya tentang ini!” tangannya menyentuh punggung telanjangku dan
aku merasakan sesuatu yang seperti jelly, sejuk mendekati dingin dan
segar.
“Aloe vera sooting gel, aku kehabisan minyak aromaterapi.” Ada
tawa licik yang renyah serta pijatan lembut jemarinya membuat aku percaya lagi
pada Tuhan setelah 15 tahun lalu aku memutuskan menjadi Atheis.
“Oh...Princess Leia.” Aku tahu aku tak lagi berpijak di bumi.
Tawanya seperti hipnotis dan apa yang dia lakukan pada tubuhku
membuatku terbang tanpa pesawat, tanpa balon udara.
“Maaf soal kopi, dispenserku tak lagi berfungsi dan aku malas merebus
air.”
Aku tak peduli, karena yang kupedulikan saat ini adalah bagaimana
meniru atlet gulat untuk mengunci lawannya. Aku ingin dia menempel pada tempat
tidur dan membiarkan aku mengendalikan permainan. Dia mungkin penggoda dan
pemain yang berbakat tapi aku memiliki naluri pelatih. Gaya dan gerakanku akan
membuatnya memilih untuk menikmati keseluruhan permainan. Aku ingin membuatnya
marah karena aku membiarkannya merasakan penasaran yang tak bisa menemukan
jawaban. Aku ingin membuatnya mengiba dan meminta apa yang tak ingin kuberikan
dengan segera. Aku ingin dia basah dan tenggelam di lautan luas. Aku ingin dia
terbang dan terjatuh dan tak merasa jera. Aku ingin dia menangis dan tertawa.
Aku ingin membuat dia tersedu dan berteriak, di atas segalanya aku ingin
membuatnya puas dan takkan melupakan pengalaman liar kami. Dua orang asing,
Princess Leia dan si penjelajah yang tersesat.
***
Sekarang aku harus
berterima kasih pada artikel di majalah mantan tunanganku tentang bagaimana cara
memuaskan seorang wanita. Don't you know how sweet and wonderful, life can
be. I'm askin you baby, to get it on with me. I aint gonna worry, I aint gonna
push. So come on, come on, come on, come on baby. Stop beatin round the
bush....yeah terima kasih Marvin Gaye! Lets Get It On-mu adalah musik keren
untuk mengiringi permainan kami yang hebat! Dan....bagaimana bisa tak kusadari
saat lagu tersebut terulang lagi, ternyata itu adalah tanda telepon masuk,
kulihat di layar handphone photo si Princess Leia dan pria yang membuatku
ingin meninju wajahnya tengah berpelukan dan tersenyum bahagia, kata my
Honey menjungkirbalikan duniaku.
“Selamat pagi!”
“Kumohon
jangan goda aku lagi, aku lelah dan kehabisan tenaga.” Aku menggerutu lebih
karena cemburu.
Tawanya lucu dan renyah seakan aku
sudah terbiasa mendengarnya.
Princess Leia duduk di sisiku
membawakan kopi, tujuan awalku. Sebelah tangannya mengusap kepalaku.
“Bangun bocah besar!” dia bersikap
seperti ibuku, setidaknya mereka sama, yeah sama-sama wanita yang sangat kusayangi.
“Kamu tidur terlalu lelap, kamu bahkan tak terganggu dengan dering telepon
puluhan kali dari pacarku.” Dia tertawa, tawanya membuatku ingin mengulang...
kejadian semalam? Apakah nyata apakah mimpi? Sudahlah! Yang jelas sekarang aku
berjanji akan bangun pagi-pagi sekali karena lihatlah apa yang akan kutemui di
setiap pagi, seorang dewi berbalut jubah mandi dan secangkir kopi.
Dia menyerahkan secangkir kopi,
hendak kuraih tapi dia malah menyesap kopiku lebih dulu.
“Ini kopi terakhirku, jadi kenapa tidak
kita berbagi?”
“Duniakupun akan kubagi untukmu.”
Kataku pada diri sendiri.
“Baiklah saatnya bangkit dari tempat
tidurku! Kamu membuatku harus menumpang tidur di kamar sebelah! 20 menit lagi
pacarku menjemputku untuk berangkat kerja. Habiskan kopimu dan hati-hati untuk
perjalananmu, saranku, jangan memaksakan diri jika terlalu lelah. Aku tak tahu
apa yang terjadi padamu jika semalam kamu tetap memaksa berkendara!”
Sambil menatap wajahnya di cermin
yang sedang menyapukan kuas di pipi, dia bicara cepat. Setidaknya semalam aku
mendapatkan mimpi indah dan yeah...akhirnya secangkir kopi juga.
“Kamu berhutang 50 dollar untuk civet coffee...” dia menggoda “... dan
10 dollar untuk biaya laundry karena
membuat tempat tidurku basah.” Godaannya membuatku malu dan menggila.
“Kopinya nikmat.” Kataku pahit dan
menutup malu, tapi kemudian memberinya senyuman, kupikir rasa bibirnya
tertinggal di cangkir kopi. Aku terpaksa mengenakan lagi kemeja dan jaketku. Memakai
sarung tangan dan mengambil helmku, meraih ransel dan siap-siap pergi.
“Selamat jalan dan hati-hati.”
Pada akhirnya aku mendapatkan senyuman,
ucapan selamat tinggal, dan sebuah ciuman di pipi. Hey masih ada sepuluh menit
lagi! Cukup untuk satu sesi quicky.
:::THE
END:::
we keren bu*
BalasHapusWawwww tema cerita ny tentang itu yaaa?? Wah laki2 ny jadi simpenan kak ahahaa.. Penyampaian kata2 ny bagus kak, ga terlalu vulgar tapi bikin si pembaca ny berimajinasi ahahaa *Ups
BalasHapusLanjut terus kak cayooo :)