Date a girl who reads

Date a girl who reads

Senin, 21 Oktober 2013

[FFM] A Cup of Love




Kami melewati banyak malam bersama. Namun yang pasti kenangan itu bisa dibukukan. Lembar demi lembar kenangan itu membentuk cerita dan menyentuh sisi emosionalku yang feminim.
“Aku hanya mencari udara segar,” aku terkejut mengetahui seseorang berada di atap rumah kos berlantai tiga  yang baru kusewa.
“Sebelumnya tak ada yang mau menghabiskan waktu di sini. Kalau kau mau kita bisa berbagi.” Dia berbalik, hanya wajahnya bagian lain dari tubuhnya tertutup punggung sofa tua. Dia bangkit mendatangiku, menjabat tangan dan begitulah awalnya mula pertemuan kami. Nyaris lima tahun lalu.
 Kami bersama hingga sekarang. Entah temanwalau kata itu terdengar menyakitkan. Entah kekasih, itu terdengar sangat tak pasti.

Kami memulainya dari berbagi tempat untuk menikmati malam. Berbagi sisi sofa tua yang nyaman sambil menghitung bintang. Berbagi akhir pekan untuk menikmati kesepian. Berbagi cerita, baik sedih juga bahagia, entah berapa banyak tawa dan air mata yang kita bagi bersama. Hingga berbagi ciuman tak terencanakan yang meninggalkan kecanggungan, awal dari terbukanya perasaan yang kuyakin sama-sama kami simpan.
 Namun, ada satu hal yang tak pernah kami bagi, kopi. Kami menikmati kopi sendiri-sendiri. Aku menikmati kopiku dari mug mungil kelinci lucu yang dibencinya, seperti aku membenci mug kopi Alien hijaunya.
Sayangnya sekarang, tak ada lagi si mug kelinci. Salahkan dia dan sikap kekanak-kanakannya. Marah, kesal, dan bersikap menyebalkan untuk menutup kecemburuan hingga si kelinci malang pecah dan menjadi korban. Seorang teman lelaki tak dibiarkan memasuki kehidupanku, betapa egois karena diapun tak memberikan kepastian perasaannya. Bagaimanapun setidaknya sekarang aku tahu dia mencintaiku lebih dari yang kutahu.
Lima tahun kami bertahan. Ketika kesibukan kuliah berubah menjadi stres kerja kami masih di sini walau penghuni yang lain datang, pergi dan berganti. Diantara kami, memang tak ada yang ingin mengucapkan selamat tinggal dan lebih-lebih menjadi yang ditinggalkan.
“Maaf,”
Wajahnya melukiskan penyesalan mungkin maaf bukan jawaban. Lebih dari segalanya aku butuh kepastian atas apa yang sama-sama kami rasakan.
Di tangan kanannya tidak ada si Alien hijau, namun sebuah mug keramik berwarna putih. Boleh kukatakan kenapa aku benci si Alien hijau? Karena si Alien hijau bahkan menerima lebih banyak ciuman darinya.
“Mau berbagi kopi?”
Kata-kata yang pernah kunanti, tak percaya datangnya hari ini.
Aku menerima dan menyesap kopi yang terasa lebih nikmat dari kopi-kopi yang pernah kunikmati.
“Bagaimana jika...” dia tak meneruskan kata-katanya tapi memberikanku selembar kertas. Harusnya aku mengucapkan selamat, beasiswa S2 di Cambridge, salah satu mimpi terbesarnya. Tapi yang ada aku terdiam, berharap air mataku tak pernah melewati pipi. Kupandang langit malam agar pikiranku teralihkan.
Dia meraih mug kopi di tanganku, menyesapnya lalu mengembalikan padaku. Aku menyesap sedikit dan kembali memberikan padanya, beberapa kali kami memindahkan mug itu. Hingga dia berkata.
“Kamu yang harus menghabiskannya,” seperti perintah juga permintaan.
Kulakukan, kuhabiskan hingga tetes terakhir dan terdiam melihat kalimat di dasar gelas. Aku menatapnya tak percaya.
“Aku takkan mewujudkan mimpiku jika tanpa kamu.” Suaranya lemah dan ragu.
I do!” kujawab segera sebelum sesuatu menggagalkannya.
Dia memandangku tak percaya namun bahagia.Dia memutar mug-nya dan aku melihat nama kami  tertulis di sana. Indah. Di antara gambar mungil gown and tux.

6 komentar:

  1. bagus ceritanya....
    walau tanpa nama...


    keep writing, Citra.

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. terima kasih mbak Retno sudah nyempatin baca

      salam :)

      Hapus
  3. cok tatli. so sweet . :) keep spirit ya mbak. jangan berhenti menulis. mbak citra pernah bilang ke aku. jangan pernah harapkan hasil tapi nikmatilah dan lakukan yang terbaik sekarang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih ingat aja, yaps bener banget entah bagaimana hasilnya mari nikmati prosesnya :) makasiii sudah baca Silvi :)

      Hapus