Date a girl who reads

Date a girl who reads

Sabtu, 29 Agustus 2015

[Review] (Bukan) Salah Waktu: Karena Tak Ada Yang Bisa Menyalahkan Waktu Yang Telah Berlalu



Judul Buku                              : (Bukan) Salah Waktu
Jenis Buku                               : Fiksi
Penulis                                    : Nastiti Denny
Penyunting                              : Fitria Sis Nariswari
Perancang Sampul                   : Citra Yoona
Pemeriksa Aksara                    : Intani Dyah P & Septi Ws
Penerbit                                   : PT. Bentang Pustaka
Cetakan                                   : Pertama, Desember 2013
Tebal                                       : 248 halaman
ISBN                                       : 978-602-7888-94-4

Blurb:
Tahukah Kau, Sayang …. 
Aku mencintaimu lebih dari apapun. Aku rela kehilangan segalanya kecuali kamu. Aku sanggup melepas duniaku demi dunia kita bersama.
Namun, ketika waktu bergulir tanpa bisa dibendung, ketika kenyataan memaksa untuk dipahami, ketika kesalahan memohon untuk dimaafkan, kurasa aku tak sanggup Sayang ….
Entahlah, siapa yang harus memahami dan mengalah.
Tapi mungkin, aku butuh seribu cara untuk mengobati luka hati ini.

Review:

            Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih buat mbak Nastiti yang sudah menghadiahkan saya novelnya yang sangat cantik. Dimulai dari cover yang bergambar jam weker berpita mungil yang menunjukkan waktu nyaris pukul 12. Weker mengingatkan saya tentang kapan harus memulai sesuatu, suka tidak suka mau tak mau harus dihadapi seperti itulah yang nantinya akan diceritakan dalam novel ini.
            Adalah Sekar, perempuan muda yang baru dua tahun menjalani rumah tangga dengan suaminya, Prabu. Keduanya saling mencintai, tapi untuk beberapa hal yang terjadi di masa lalu mereka menyimpannya dengan hati-hati, bisa dibilang masing-masing mereka enggan berbagi. Namun, waktu tahu saat yang tepat untuk menuntaskan apa yang tak ingin mereka "selesaikan" dulu. Dan seperti ditandai oleh dering weker, berbagai hal datang untuk memaksa mereka berdamai dengan masa lalu mulai bermunculan.

            Dimulai dengan Sekar yang memutuskan resign dari pekerjaannya dan total jadi ibu rumah tangga. Dan, pekerjaan rumah tangga ternyata tak sesederhana yang terlihat, Sekar dan Prabu bahkan nyaris berselisih gara-gara koran dan sandwich Tuna. Yang tak Sekar mengerti adalah, dengan banyaknya waktu luang yang dia punya, entah bagaimana dia bahkan tak bisa membereskan apa yang asisten rumah tangganya bisa lakukan dengan mudah (Pelajaran pertama sebelum berumah tangga bagi saya: kuasai dulu pekerjaan rumah tangga sebelum memutuskan menikah, hehehe J )
            Di tengah adaptasinya menjadi ibu rumah tangga, kadang Sekar masih menghabiskan waktu dengan sahabatnya; Miranda dan Sisie, juga seorang teman akrab Miranda, Bram. Bram memiliki ketertarikan khusus pada Sekar yang tak hanya berpotensi "mengacaukan" persahabatannya dengan Miranda tapi juga mengancam untuk menghancurkan rumah tangganya bersama Prabu.
            Sementara Prabu, didatangi oleh kenangan masa lalu dalam bentuk mantan yang menghilang begitu saja namun kembali dengan menggandeng bocah laki-laki, Wira―putra mereka. Di sisi lain Sekar kembali digundahkan oleh masalah keluarganya. Sekar, bukanlah gadis manis yang berasal dari keluarga bahagia. Ada luka menganga dalam dirinya.
            Membaca novel ini seperti melihat potret rumah tangga yang dibangun dalam pondasi yang rapuh. (Pelajaran kedua sebelum berumah tangga: jujur pada pasanganmu tentang masa lalumu) Baik Sekar maupun Prabu, terlihat tak ingin membiarkan pasangannya untuk belajar mencintai sisi gelap mereka (manusia mana yang tak memiliki sisi gelap, mbak? mas? eh)
            Ada beberapa hal yang menurut saya tidak hati-hati dalam novel ini, yaitu beberapa kalimat yang sulit dipahami, tentang pekerjaan ayah Prabu, nama tokoh yang sama untuk dua orang berbeda agak membingungkan bagi saya. Ada potensi besar dari masalah psikologis Sekar yang jika dikembangkan akan jadi sangat menarik. Dan, hehehe sebagai penggila drama inginnya sih drama cinta Sekar-Prabu lebih detail. Seandainya saja ya, Sekar dan Bram sedikit khilaf, eh hehehe. Ketahuan imajinasi pembacanya terbang kemana-mana Ooops J
            Tapi tentu saja pelajaran-pelajaran hidup (terutama dalam kehidupan berumah tangga) yang dipetik dalam novel ini jadi kelebihan yang sangat baik. Selain itu alur maju mundur membuat novel ini menjadi semakin menarik dan pada akhirnya saya sepakat bahwa cinta terkadang memang sesederhana memaafkan masa lalu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar