Date a girl who reads

Date a girl who reads

Minggu, 05 Juli 2015

[Cerpen] Senandung Cinta Perempuan Pencabut Nyawa



      Tidak ada yang lebih seksi dari lingerie yang terbuat dari kulit para kekasih. Percayalah padaku, ketika kulitku dan kulit mereka menyatu … oh betapa indahnya itu! Aku ingin sekali memilikinya. Kan kubunuh yang kucinta demi obsesiku yang gila, demi dendamku yang membara.
***
                Setiap wanita harus jatuh cinta pada seorang keparat sebelum bertemu dengan pria yang tepat. Beruntungnya aku, aku memiliki tiga keparat dalam hidupku. Aku mencintai mereka, dengan kadar yang sama, hanya dengan cara yang berbeda. Sudahkah aku bertemu pria yang tepat? Tentu saja! Ketika tiga keparat itu disatukan dalam bentuk benda mati yang seksi, mereka menjadi pria yang tepat. Dan maafkanlah, jika perbuatanku kalian anggap laknat. Ini cuma bentuk 'terima kasih' untuk mereka; si gila hormat, si pengkhianat,  dan si bejat. Percayalah padaku, balas dendam itu rasanya nikmat.
                Nikmat, senikmat cokelat yang lezat. Ketika cokelat menyentuh lidah, rasanya selalu seperti jatuh cinta. Jika saja aku cukup hanya dengan cokelat, maka tak perlu bagiku membuang banyak waktu mempertanyakan hal yang sama; seberapa besar cintanya padaku. Cinta? Siapa yang pernah jatuh cinta? Sebagian besar mereka mengikuti naluri rekannya, para hewan. Mereka hanya tertarik secara seksual. Bedanya, jika hewan demi kelangsungan hidup maka manusia demi menikmati hidup.
***

                Pagi datang, aku masih kelelahan. Tapi Franz berada di sisiku dan memberikan senyumannya yang berupa seringaian. Aku membalasnya dengan kecupan. Kulitnya dingin dan pucat, tapi bukan karena apa yang leluhur Eropanya wariskan. Aku tidak gila, aku ingat segalanya. Sarapan terakhir kami tempo hari. Aku memandanginya dengan penuh cinta, dan kukatakan kalimat yang membuatnya meneteskan air mata darah.
                "Aku mencintaimu sayangku, itulah kenapa aku harus membunuhmu." Tak ada ragu dalam ucapanku.
                Seharusnya Franz si hantu bertanya padaku; "Dimana rasa bersalahku?" Untunglah dia begitu dungu jadi, aku tak perlu disiksa rasa yang mungkin bisa menyakitiku.
                "Apa sarapan pagi yang kamu mau? Akan kubuatkan untukmu. Sup air mata para musuh kupikir cocok untukmu. Aku menyimpannya air mata pria-pria yang membuatmu terbakar cemburu; Ardhi dan Dennis menangis ketika pipinya kuiris. Aku masih mengingat kilau air mata mereka memantul di pisau perak mengkilat. Pisau yang sebelumnya kujilat, karena ada noda darahnya begitu memikat. Mungkin akan lezat bila kukecap, tapi kuurungkan karena … aku cuma pembunuh bukan kanibal penuh nafsu." Aku berkata cepat dan penuh semangat. Kuharap pagi ini Franz merasa hangat, kasihan dia terlihat begitu kedinginan. Ah, apa peduliku.
***
                Aku berjalan keluar kamar, tak sabar untuk merayakan pagi dan secangkir kopi. Sedikit musik mungkin itu akan lebih baik lagi.
                Musik? betapa cintanya Ardhi pada musik. Kesukaannya, yang bergenre psychedelic. Aku memutarkan semua lagu di playlist-nya yang ber-title Musik Asik, setelah dia mulai lemas pasca kucekik. Dan aku bernyanyi "Push th' little daisies and make 'em come up . Push th' little daisies and make 'em come up. Push th' little daisies and make 'em come up . Push th' little daisies and make 'em come up." Sedikit terserang panik ketika kupikir dia masih bernyawa. Tapi sang ragu pergi setelah kepalanya kubenturkan berkali-kali. Aku merayakannya dengan diiringi lagu Voodoo Lady. Ardhi adalah orang yang beruntung, dia mendengar musik kesayangan ketika maut menjemput.
                "Hai Ardhi!" Aku menyapanya, dan dari kehampaan dia muncul begitu saja, dari sewarna udara hingga menjadi manusia yang nyaris nyata.
                Ardhi tentunya ingin bicara, tapi apa daya, aku telah mencekiknya.
                "Mau berbagi kopi denganku?" Aku menawarinya. Bodoh. Dia tak ingin kopi, dia hanya ingin nyawanya kembali.
                "Maaf," aku memberinya cengiran. Di antara pria yang kukenal. Ardhilah yang memiliki selera humor menyenangkan yang kadang mengerikan. "La la la la, leluconku tak pernah kau bayangkan, la la la la bagaimana rasanya menjadi sesuatu yang tak lagi memiliki kehidupan?"
                Selain tak memiliki nyawa, dia bahkan tak lagi memiliki ekspresi juga emosi. Ah, sekarang dia membosankan sekali. Kutinggalkan dia, sekarang aku mau mandi. Kupikir, aku harus membasuh letih.

***
                Kamar mandi, mengingatkanku dengan Dennis. Aku meletakkan mayatnya di bath up seharian. Aku hampir melupakannya. Mungkin Dennis belum menjadi hantu. Mungkin hantunya masih betah berbaring di dalam tubuhnya yang ceking. Kenapa aku menyukai Dennis? Karena ... Aku harus memilikinya, walaupun dia begitu menjijikan. Dennis, si pecandu film porno. Mengingatnya kadang membuatku mual dan merasa bodoh.
                Dengan segera aku berlari ke sana, mengecek keadaan terakhirnya. Dialah yang terakhir kuajak bertemu malaikat maut. Di cermin yang menempel di dinding, aku melihat pantulanku yang kusuka. Kulit sewarna karamelku terlihat lembab oleh keringan, bercak-bercak darah yang menempel terlihat seperti sesuatu yang menarik. Dan rambut berantakanku justru membuatku bangga. Dia terlihat indah bahkan ketika ada dinodai darah yang mengering.
                Aku duduk di samping Dennis yang kaku. Aku membelai bahunya dengan sayang. Aku ingin bertanya, tapi tak ada hal yang bisa kutanyakan. Yang kulakukan hanya mengecup puncak kepalanya berkali-kali. Tapi, aku berhenti ketika rasa logam terkecap di lidahku. Aku mengusap darah yang menempel di bibirku.
                "Dennis yang manis, Dennis yang manis ... Tidak inginkah kau menangis? Dennis yang manis , Dennis yang manis matimu sungguh tragis ... Dennis yang manis, Dennis yang manis, bolehkah bibirmu kuiris tipis?" Aku bersenandung untuk menghiburnya. Mayatnya terlihat tak bahagia, begitu juga hantunya muncul dengan tiba-tiba.
                Aku bingung, apakah harus mandi atau kembali tidur saja. Aku bingung, apa perlu menguliti mereka secepatnya atau menunggu hingga tenagaku pulih. Aku khawatir aku perlu waktu berhari-hari. Aku  belum memindahkan Franz dan Ardhi dari garasi. Aku harus membuat mereka menjadi bersih. Aku bingung, ada banyak sekali hal yang harus kulakukan dengan segera. Entah dimulai dengan menciptakan alibi atau menghapus jejak-jejak yang bisa menjadi bukti. Tapi, dimana tenaga? Aku membutuhkannya segera. Aku tak sabar menunggu untuk memiliki lingerie baru yang indah.
***
                "Kulit monster-kulit monster, jijik dan jelek. Kulit monster-kulit monster ayo kita siram bensin dan bakar. Kulit monster-kulit monster. Menakutkan kayak setan." Aku tak menyangka, aku masih ingat lagu ejekan masa kecilku dulu. Sambil menguliti mereka aku menyanyikannya dengan gembira.
                Aku masih ingat, tiga bocah itu. Di masa kanak-kanak mereka mengejek dan menyiksaku. Di usia dewasa mereka jatuh cinta padaku. Dan sekarang, mereka mati di tanganku.
                Apa mereka mengingatku?
                Tidak, karena kurang dari sebulan aku memilih pindah sekolah, terlalu takut dan tertekan. Itu lama sekali, bertahun-tahun silam. Dulu, akulah gadis kecil yang terserang cacar. Dan, ketika dewasa menjelang mereka lupa padanya. Karena, si kulit monster sekarang adalah model dengan kulit terindah hasil polling sebuah majalah pria dewasa.
                Bagaimana aku menemukan mereka, tak susah; Franz, berprofesi sama denganku. Kami satu agency. Ardhi, musisi tak berbakat yang hanya mengandalkan tampang dan sensasi. Kami sering bertemu di berbagai party. Dan Dennis, dia yang mencariku. Rupiah dari orang tuanya membuat dia mampu mengencaniku.
                Sambil mengusap peluhku. Aku memandangi mereka yang lebih menjijikan dari si kulit monster dulu. Kulanjutkan apa yang harus kulakukan. Kugoreskan dan kupisah kulit dari dagingnya. Kunikmati kepuasan yang kudapatkan dari setiap sayatan. Kuabaikan tiga wajah sedih yang menghantuiku
                Untuk memecah hening dan sepiku, kusenandungkan untuk mereka sebuah lagu ciptaanku. "Oh sayangku, ingin kunyanyikan untukmu lagu baru ... Sayangku, ini peringatan untukmu ... Sayangku, rayulah kecantikan si jelita maka dia takkan percaya ... Sayangku, ejeklah si buruk rupa maka dia akan membencimu selamanya."


3 komentar:

  1. Nada lagunya kayak gimana yah Kak? hehehe aku suka diksinya, tiap akhir kalimat. Lanjut bca cerpen selanjutnya yuhu~

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Cit. Bersihkan iklan2nya dong.


    .salam.

    BalasHapus