Date a girl who reads

Date a girl who reads

Jumat, 05 Februari 2016

[Review ] Kumpulan Cerpen: Malam Terakhir, Leila S. Chudori


Untuk membaca Kumpulan Cerpen ini, saya membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Potongan-potongan cerita dalam setiap cerpen seolah tergabung menjadi sebuah "dunia" dengan kehidupan yang; sedikit muram, agak depresif, timpang, membingungkan, tapi tetap saja, kehidupan selalu indah dengan berbagai masalahnya.

Sedikit catatan tentang cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen ini:

1. Paris, Juni 1988

"Paris memang tak pernah menyajikan peristiwa yang biasa. Paris selalu luar biasa, seperti seorang primadona..." Seperti yang diucapkan Marc kepada si gadis yang tak mengerti daya tarik apa yang membuat semua orang selalu menyebut Paris sebagai kota paling romantis di dunia. Padahal menurut si gadis, Paris tak pernah menawarkan kehangatan dan tidak berpretensi untuk menjadi sosok yang hangat.

Paris, di mata saya yang hanya melihatnya dari layar kaca sebagai setting film drama, tentu saja cantik dan angkuh. Tapi, setelah membaca Therese Raquin dari Zola, yang saya tahu Paris tak seindah itu. Kembali "jatuh cinta" dengan Paris lewat film Midnight in Paris, menelusuri Paris yang ajaib bertemu dari Hemmingway hingga Fitzgerald.

Paris, tepat seperti apa yang diucapkan Marc. Paris adalah dunia baru bagi si gadis yang 'shock' dengan apa yang ditemuinya; pemilik penginapan yang menjijikan dan serakah serta seniman misterius tak masuk akal yang adalah Marc.

Si gadis, buat saya seperti Francois si tikus, yang diangkat dari dunia sempitnya untuk melihat dunia baru yang lebih luas. Hanya saja dunia baru itu seperti proses kreatif Marc, gila, tak masuk akal, tapi bukankah itu bagian dari menciptakan karya seni? Dan karya seni kadang tak perlu dimengerti tapi yang pasti membuat penikmatnya, 'merasa'.

Menurut saya ini tentang perasaan si gadis yang ketakutan akan kebebasan yang ditawarkan Paris, sebagai dunia barunya.

Saya menyukai cerpen ini. Hebat, indah, dan ikut merasakan perasaan si gadis.

 2.  Adila

Saya menyetujui bahwa sebuah tulisan terbentuk dari bahan-bahan bacaan. The Rainbow dari D.H Lawrance, Summerhill dari A.S Neill, serta A Potrait of The Artist as a Young Man dari James Joyce menjadi bahan dari cerpen ini. Adila si tokoh, bahkan 'mengundang' masuk Ursula, Neill dan Stephen Dedalus ke dalam kisahnya. Dari ketiga buku tersebut hanya Summerhill yang pernah saya baca sebagai referensi belajar ketika kuliah ilmu pendidikan.

Adalah Adila gadis yang tengah memasuki masa remajanya. Masa remaja, siapa yang tak pernah dihantam oleh masa remaja? Begitupun Adila, di tengah kebingungannya dia mendapat pencerahan dari bahan bacaannya. Tokoh-tokoh fiksi hidup dan menjadi begitu nyata dalam dunianya (Saya mengalaminya ketika remaja, saya merasa bagian dari keluarga Weasley; adik dari si kembar dan kakak dari Ron, dan gembira sekali berkumpul dengan Harry-Hermione dan para anggota Orde di dapur The Burrow, ah ocehan ini tak penting)

Adila begitu mengagumi sang ibu, menurut saya dan betapa Adila begitu ingin seperti dirinya. Hanya saja sang ibu terlampau sibuk dengan tetek-bengek dunia yang tak lebih penting dari putrinya. Ibunya, bener seperti kata Adila, serupa Imelda Marcos.

Adila, gadis yang bisa melakukan apa saja, menembus garis-garis ruang dan waktu. Ia hidup tanpa pagar, dan bersama Ursula, Neill juga Stephen mereka merayakan kebebasannya.

Sedikit miris, cerpen ini harus dibaca para orang tua, sebagai peringatan bahwa remaja membutuhkan berbagai informasi awal dari mereka, termasuk pendidikan seks.

 Menyayangkan Adila. Adila, gadis yang di sampul depan, kan?



 3. Air Suci Sita

Empat tahun menanti dan melawan sepi. Kekasih kembali dan kesetiaan ditanyai. Perempuan, begitu ketakutan jika tak dipercayai oleh pria yang dicintai. Tidak bolehkah, perempuan balik mempertanyakan kesetiaan sang kekasih?

Kalimatnya indah, kaya metafora, memahaminya tak sederhana tapi tetap saja indah. Diksinya luar biasa. Kisah Rama-Shita dalam versi berbeda.

 4. Sehelai Pakaian Hitam

Tentang seseorang yang terlalu mempertimbangkan pendapat orang lain lantas mengabaikan kebutuhannya sendiri tentang apa yang diinginkan untuk dijalani dalam kehidupan. Hal tersebut tentulah menyiksa dan berujung kepada keputusasaan. Kepura-puraan, tak lebih dari sebentuk penyiksaan yang mematikan. Penghakiman masyarakat bisa berdampak begitu mengerikan. Suka! Sebuah tulisan yang mendalam dan juga muram.

 5. Untuk Bapak

 Mata saya berkaca-kaca sepanjang membacanya. Saya selalu terbawa suasana ketika membaca tulisan yang mengangkat hubungan ayah dan anak.

Anak-anak seringnya tak pernah memandang ayah mereka (atau orang tua) sebagai manusia biasa, seperti pada kalimat, "Kenapa aku percaya betul bahwa engkau terlalu kuat untuk bisa mati?"

Saya menangkap di sini, bahwa usia hanyalah angka dan terkadang seseorang harus menyegerakan dirinya dewas jauh sebelum waktunya sesungguhnya tiba,

Saya menyukai POV yang digunakan di dalam cerpen ini.

 6. Keats

Dibuka dengan puisi tentang mati dari Keats. Saya pribadi tak pernah memahami puisi, rangkaian kata-katanya terlalu indah untuk mampu saya cerna. Yang saya tangkap dalam cerpen ini bahwa tekanan keluarga  sungguh berbahaya. Cerpen ini seperti puisi, sulit untuk kepala payah saya mengerti tapi tetap saja memikat untuk dinikmati.

 7. Ilona

Saya suka gadis ini, memiliki tekad, berprinsip dan menurut saya dia menarik,
Semacam Ilona tak ingin mengalami kesalahan kedua orang tuanya yang gagal membangun pernikahan bahagia. Ilona merasa dirinya cukup tangguh untuk berjalan sendiri membentuk keluarga,bahkan tanpa perlu seorang pasangan. Cerita ini tentang ketidakpercayaan seorang Ilona akan lembaga pernikahan.

Cerita ini kaya akan kalimat-kalimat cerdas.

 8. Sepasang Mata Menatap Rain

 Tidakkah Rain lebih "dewasa" dan cara berpikirnya telah "matang" dibanding anak-anak seusianya? Rain terlalu cerdas dan inilah tamparan bagi kita orang dewasa untuk melihat sekitar. Kita harus memberi perhatian lih-alih hhnya menyampaikan belas kasihan. Cerpen ini membuka mata, saya suka!

 9. Malam Terakhir

Tentang fitnah kekuasaan.
Dalam cerita ini ini, seolah Rain dari cerpen sebelumnya telah dewasa dan kembali meneruskan aneka "kenapa" kepada ayahnya yang memiliki kekuasaan di peerintahan. Tidakkah yang lainnyamampu melihat keadilan?


Secara keseluruhan kumpulan cerpen ini hebat. Cara berceritanya canggih, kaya metafora, membuat pembaca berpikir sekaligus mencerahkan. Saya menyukai tokoh anak di sini, dimulai dari Adila, Moko, Ilona hingga Rain. Mereka mengagumkan, cerdas, kritis, dan mampu 'menampar' para orang tua.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar