Date a girl who reads

Date a girl who reads

Rabu, 02 November 2016

[GPU Reading Challenge] Corat-Coret di Toilet, IJakarta, dan Pembaca Gratisan

#GPUxiJak



Blurb:
"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet."

Keterangan Buku:
            Judul                     : Corat-Coret di Toilet
Penulis                 : Eka Kurniawan
Desain Sampul     : Eka Kurniawan
Setter Isi               : Fitri Yuniar
Penerbit                : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit        : April 2014
ISBN                    : 978-602-03-0386-4

Review:
                Perhatian: Saya sebagai pembaca terlalu payah dalam menilai buku tapi saya yakinkan bahwa sulit sekali bagi saya untuk tak menikmati setiap buku yang saya baca.
Ada selusin cerpen dalam antologi ini yang akan saya bahas satu persatu.
  1. Peter Pan
Membaca judulnya, menggelitik pikiran saya. Peter Pan adalah salah satu tokoh kesayangan saya dan saya begitu mencintai kisah petualangannya. Berdasar tokoh J.M Barry tersebut rupanya Eka menciptakan tokoh yang alih-alih melawan Kapten Hook, apa yang dihadapi Peter Pan di sini adalah sang Diktator. Tak ada Tinkerbell atau Wendy, yang ada hanya si tuan Putri.
Peter Pan milik Eka rupanya ‘tak ingin dewasa’mungkin lebih karena ketika ‘dewasa’ maka idealisme-nya bisa jadi menghilang. Sentuhan tumbangnya Orde Baru dan kelahiran Reformasi kental sekali dalam cerita ini.

  1. Dongeng Sebelum Bercinta
Memasukkan dongeng Alice in Wonderland dalam cerpen yang diceritakan tokoh Alamanda (mengingatkan saya pada tokoh dari Cantik itu Luka) untuk mengulur-ulur kewajibannya sebagai istri. Saya yang terlalu cepat mengambil kesimpulan berpikir bahwa sepertinya adanya keinginan Eka untuk membuat mungkin versi dystopia dari cerita anak-anak popular  ke dalam cerpen-cerpen ini. Dan saya sebagai pembaca jatuh cinta pada si gembel yang mahir mendongeng dan bercinta.

  1. Corat-Coret di Toilet
Seperti mengejek saya yang lebih sering ‘curhat’ di dinding media sosial dibanding berbicara dengan mereka yang bisa mendengarkan. Karena seringnya kadang yang mendengarkan belum tentu bisa dipercaya. Suka idenya. Salah satu cerpen  favorit saya.


  1. Teman Kencan
Tokoh di cerpen ketiga agaknya mirip si gembel yang pandai mendongeng juga si Peter Pan. Ringan dan ringkas, ending-nya segar.

  1. Rayuan Dusta untuk Marietje
Setting-nya menarik, tahun 1869. Tentang tentara Belanda yang sedikit frustasi di Hindia Belanda hingga berdusta demi membuat perempuan bernama Marietje terkesan.

  1. Hikayat si Orang Gila
Akhir tragis, selalu membuat pembaca cengeng semacam saya menangis.

  1. Si Cantik yang tak Boleh Keluar Malam
Eka kembali memasukkan dongeng anak-anak, kali ini Beauty and The Beast juga ‘dongeng’ remaja Romeo dan Juliet. Ending-nya? khas Eka pokoknya!

  1. Siapa Kirim Aku Bunga?
Kembali mengangkat setting jaman kolonial Belanda. Cerpen ini favorit kedua saya setelah Corat-Coret di Toilet. Tentang gadis penjual bunga dan Kontrolir Henri, manis diawal bikin meringis di akhir. Eka di sini agak sadis.

  1. Tertangkapnya si Bandit Kecil Pencuri Roti
Si bandit kecil membuat polisi kebingungan. Si bandit kecil perlu disayang.

  1. Kisah dari Seorang Kawan
Tentang kawanan mahasiswa dengan kisah kelam masing-masing.

  1. Dewi Amor
Eka sering sekali menulis yang semacam ini, kegilaan karena cinta, dan sebagai pembaca saya sih tak bosan dengan pola ini.

  1. Kandang Babi
Cerita tentang Edi Idiot yang terusir dari ‘Kandang Babi” ke “Kandang Monyet.” Satir yang miris tapi cukup menghibur.
Kesimpulan dari semuanya adalah, Eka keren sebagai penulis cerpen tapi saya lebih suka karya Eka yang berupa novel. Mungkin ini hanya masalah selera, karena pada dasarnya saya lebih menikmati membaca novel dibanding cerpen karena, lebih mendalam. Sama seperti kecintaan saya lebih kepada fiksi dibanding non fiksi, walau saya tipe pembaca yang membaca jenis buku apa saja.
***

 
Ijakarta adalah aplikasi favorit saya  

“Aku sekarang percaya, bahwa pengalaman membaca di perpustakaan online bisa sangat menyenangkan.”
“Akupun percaya bahwa ketika kamu mencintai kegiatan membaca, buku-bukulah yang seringnya datang menuju padamu.”
Dan inilah pengalaman asik saya membaca buku dengan iJakarta. Ketika tahun 2015 berakhir sejujurnya saya dilanda kecemasan. Sekalipun saya berhasil melampaui tantangan membaca dari goodreads juga dari popsugar, ada ketakutan bahwa saya tak bisa lagi mengikuti tantangan membaca di tahun berikutnya.
Sedikit curhat, saya sesungguhnya kesulitan memenuhi kebutuhan membaca saya karena pertama harga buku di luar jangkauan saya, kedua-pun di tempat tinggal saya enam tahun terakhir ini tidak memiliki toko buku juga tak ada yang namanya rental buku. Jangan bertanya tentang perpustakaan, di perpustakaan sekolah tempat saya mengajar, bahkan buku wajibnya pun sangat kurang. Saya pribadi ikut sana-sini mencari cara agar kami bisa menambah koleksi perpustakaan kami. Alhamdulillah, dalam rangka ulang tahun Gramedia lalu juga memeriahkan HUT penerbit KPG, sekolah kami mendapat hadiah buku. Saya juga getol minta sumbangan buku ke sana kemari lewat program pertukaran buku.
Biasanya jika saya berhasil membeli buku, itu lebih karena ada duit berlebih, seringnya honor menulis. Prinsipnya begini, untuk bisa menulis ya perlu banyak membaca dan untuk merayakan tulisan yang berhasil ditulis, saya perlu menghadiahkan diri sendiri dengan … hadiah apa yang lebih berharga dari sebuah buku? Namun, kadang kala buku harus dijual lagi untuk membeli buku lainnya. Saya bercita-cita mengoleksi buku-buku, namun apa daya, buku itu ‘pergi’ tak suka dimiliki saya *lalu sedih*
Awal tahun 2016 saya nekat saja mencantumkan jumlah 50 buku yang akan saya baca dalam tantangan membaca goodreads, belum kepikiran buku apalagi yang akan terbaca nanti. Dalam benak saya mungkin akan mengulang membaca buku-buku yang terbaca sebelumnya (saya mengulang serial Harry Potter sih tahun itu, itu karena memang ada agenda wajib membaca Harry Potter setiap tahunnya) namun ada seorang temat dari komunitas penimbun buku yang membagikan postingannya tentang buku yang dibacanya via iJak. Cusss, saya langsung download aplikasinya, kebetulan buku Cantik itu Luka dari Eka Kurniawan adalah buku yang mula-mula saya unduh ketika itu.
Di pikiran dangkal saya, sesuatu yang gratis seringkali berbanding terbalik dengan kualitas. Namun ternyata itu tidak berlaku dengan iJakarta, ada banyak buku bagus incaran yang menunggu giliran dibaca oleh saya. Otak serakah saya tadinya mau mengunduh semuanya, tapi tentu saja aturan tiga buku sehari sangat bijaksana. Benar kata Zappa, begitu banyak buku begitu sempitnya waktu. Sejauh ini di Ijak saya sudah mengunduh 313 buku, walau yang terbaca hingga kini baru 94 buku (setidaknya saya sudah berhasil melampaui tantangan membaca lima puluh buku di tahun ini) Saya harus katakana saya adalah penggemar berat tantangan membaca, jadi tak salah saya ikut ambil bagian dalam ajang ini (semoga saya beruntung)
Membaca di Ijak sangat nyaman, apalagi saya membacanya di tablet ukuran 10 inch. Koleksi buku-bukunya juara, banyak buku incaran yang akhirnya bisa terbaca antara lain; Cantik itu Luka, Handle With Care, Pulang, The Secret Garden, Novel-novel Amore, Amba, novel-novel Sophie Kinsella juga Paulo Coelho, Novel-novel Ilana Tan juga Ika Natassa termasuk buku ke 72 yang saya baca tahun ini, Corat-Coret di Toilet yang dengan senang hati saya ulang kembali demi memenuhi tantangan ini.
            Terima kasih saya sampaikan pada penerbit Gramedia yang sudah menjadikan buku-buku terbaiknya menjadi koleksi Ijakarta. Akhirnya pembaca tak bermodal macam saya bisa tetap melanjutkan kegemarannya. Terima kasih pula buat para donator. Dan di sekolah, saya merekomendasikan buku-buku di Ijakarta untuk dibaca siswa, itulah kenapa saya sering kali membagi review buku yang saya baca di media sosial. Sampai kapanpun saya masih mau berusaha ngomporin orang-orang buat doyan baca.
            Semoga dengan keberadaan Ijakarta, makin memperluas minat baca masyarakat. Sukses selalu Ijakarta dan Gramedia Pustaka Utama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar