Date a girl who reads

Date a girl who reads

Minggu, 01 Januari 2012

[Feat: Sekar Mayang] An Ordinary Love Story Part 1


Aku lebih suka mengingkari bahwa bintang itu adalah api, dan lebih suka menipu diri, mencoba menganggap kilauan cahaya indah itu adalah sebuah celah dari Surga. Celah untuk mengintip kami, orang-orang yang masih tertinggal di bumi. Ketika malam tiba, sebelum aku akhirnya menyerah pada lelah, di ujungku terjaga, aku selalu menyempatkan diri mengkhayalkan tatapan teduhmu menatap jauh di balik langit biru kegelapan di waktu menjelang subuh, menjagaku dari jauh.
Sempat aku seperti mendengar suaramu yang lembut memanggilku. Mengajakku untuk mengunjungi sebuah taman bunga di atas sana, yang kau bilang penuh dengan bunga jepun putih favoritku. Kau memanggilku berulang-ulang dan lambaian tanganmu benar-benar menggodaku untuk segera melompati dunia ini. Tapi sekali lagi, setelah berulang-ulang mengalami hal itu, aku tetap tidak mau mengakui kalau aku tengah bermimpi dalam lelapku.
Aku benci terjaga dan tak lagi melihatmu di sana, merasakan hangat pelukanmu, mencium aroma tubuhmu, mendengar gelak tawamu. Betapa aku merindukanmu, apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu kembali lagi di sini? bersamaku lagi di sini, di sampingku. Aku tak ingin lagi begini, hanya merangkai serpihan kenangan lalu kita, kenangan yang makin lama makin memudar dari benakku, ada ketakutan besar di hatiku, ketika aku tak lagi bisa mengingat jelas warna matamu apakah cokelat kehitaman ataukah hitam kecokelatan, apakah hidung itu memang sedikit bengkok ataukah tidak, apakah bibir itu selalu punya senyum seindah itu ataukah senyummu jauh lebih indah dari yang bisa kubayangkan? Aku masih ingin mendengar suara beratmu saat memanggilku dengan kata “Bells” kamu selalu memanggilku begitu, harusnya “belle” yang berarti cantik, tapi kamu suka melafalkan dengan dengan tambahan huruf ‘s’ terdengar mendesis terdengar manis, tapi kamu egois…lebih suka meninggalkanku sendiri dan menangis.
“Bells, jika aku tak lagi bisa bersamamu, jangan berhenti ya untuk mencintai aku, karena cinta itu yang akan menjagamu” itu kata-kata terakhirmu, gombalan terakhirmu! Sebelum kamu benar-benar pergi.
“Kalo kamu pergi aku cari pacar lagi!” jawabku asal, dan seperti biasa kamu mencium keningku lalu mengacak poniku, tersenyum dan pergi, tapi senyummu berbeda malam itu …sayangnya aku tak lagi bisa mengingat jelas senyuman itu.
Segalanya tak lagi jelas sejak hari itu, hari saat kuterima kabarmu mati sia-sia, karena mereka tak mau lagi mendengar apa yang kamu suarakan, apa yang kamu inginkan, apa yang kamu harapkan, apa yang kamu cita-citakan, sebenarnya apa yang kamu utarakan adalah apa yang semua orang ingin utarakan tapi memang tak ada yang seberani kamu, sayangku, mereka memilih bungkam, karena takut terabaikan.
Aku menangisi kehilanganmu tapi disaat yang sama aku juga  marah pada semuanya, karena mereka mencacimu dan menganggapmu pahlawan kesiangan yang mati karena kebodohan.
***
"You need to wake up, Bells," ujar Joe ketika kami berdua tengah duduk dibalkon rumahnya.

          “Am I sleeping right now, Joe? I don't think so," jawabku sekenanya. Joe, seorang sahabat yang agak gila menurutku. Mengapa? Karena sampai sekarang ia masih saja mau berteman denganku, seorang gadis - yang menurutnya - lebih gila dari gadis manapun di dunia ini.
          “Dave,  sudah pergi 5 tahun yang lalu. Sampai berapa lama lagi kau akan hidup dalam khayalanmu?" tanya Joe.
          “Sudahlah, Joe! Sudah berulang kali aku katakan. Ini khayalanku sendiri. Kau tidak berhak ikut terjun ke dalamnya. Cukup kau berdiri di situ saja. Jangan kau lewati border line warna merah itu."

"Belle....!"

"Ya...."

“Kamu harus membuka kembali pikiranmu. Aku yakin Dave tak suka kamu menjadi seperti ini”
"Seperti apa?

"Menurutku kau seperti zombie yang terlalu banyak mengkonsumsi jus otak rasa coklat."

"Hei..., itu kalimatku, Joe."

Lalu kami pun tergelak tanpa henti sampai perut kami sakit.
          Dalam gelak tawa yang tak kuduga itu, kusadari aku tak bisa terus begini, tawa yang kubagi bersama orang lain akan membuat Dave terluka di sana, seperti biasa aku pergi begitu saja, meninggalkan Joe dan tawanya, dan mencoba untuk tak merasa bersalah.

Bersambung...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar